Awal bulan lalu, Kartu Jakarta Sehat (KJS) diluncurkan oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Kartu sakti ini menjadi program unggulan Jokowi.
Untuk tahap awal sampai akhir tahun ini, akan dicetak sebanyak 3000 KJS. Dan tahun depan, KJS akan menyasar 4,7 juta warga Jakarta.
"Semua dapat, tidak ada yang tidak dapat, yang kaya raya pun kalau mau dapat bisa, kalau gak malu," ujar Jokowi saat membagikan KJS di Pademangan Timur, Jakarta Utara.
Menurut Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna, ada beberapa kelemahan dalam implementasi penggunaan KJS. Apa saja?
1. Bisa dipakai orang kaya
Dalam praktiknya, KJS bisa saja digunakan orang mampu. Padahal, warga kelas ini bisa berobat menggunakan uang sendiri.
"Ini persoalan etika. Apalagi kalau tidak ada pengawasan," kata Yayat kepada merdeka.com, Selasa (18/12).
Dengan adanya KJS, pemerintah daerah juga harus memberikan penyuluhan kepada warga dengan mengubah pola pikir bahwa KJS ini benar-benar digunakan bagi orang tidak mampu.
2. Anggaran bisa bengkak
Jika tidak digunakan dengan hati-hati, maka semua orang dengan gampang menggunakan KJS. "Ini bisa mengakibatkan anggaran jebol," ujar Yayat.
Karena, setelah mendapat KJS orang cenderung terdorong berobat di puskesmas "Memang KJS adalah hak semua warga Jakarta," katanya.
Apalagi setelah ada KJS, di puskesmas-puskesmas terjadi lonjakan pasien.
3. Bisa manjakan warga
Selain anggaran bengkak, KJS juga bisa memanjakan warga. Karena pola pikir masyarakat setelah menerima KJS berbeda pandangannya.
Sebelum ada KJS, orang berpikir seribu kali untuk dirawat. Karena sudah mempunyai KJS dan syaratnya mudah, orang yang awalnya tidak perlu dirawat malah pingin dirawat. Hal ini tentu bisa berpengaruh pada anggaran.
"Hal-hal kecil seperti ini yang perlu diperhatikan. Bisa-bisa penggunaan KJS berlebihan. Kartu sehat seharusnya untuk mendorong orang untuk hidup sehat. Cara hidup orang harus berubah," katanya.
Padahal KJS hanya sebagai garansi dan pegangan kalau sewaktu-waktu mereka sakit.
4. Pengawasan lemah
Ini yang harus menjadi fokus Pemprov DKI. Jika tidak, KJS bisa tidak tepat sasaran.
Seperti kasus di RSUD Cengkareng. "Kita tidak punya wewenang untuk menolak mereka (orang mampu) untuk menggunakan KJS. Karena syarat penggunaan KJS hanya menyertakan KTP dan KK (kartu keluarga)," kata Kepala Satuan Pelaksana Pemasaran Agung Rusyana RSUD Cengkareng.
Menurut Yayat, hal semacam ini perlu dibenahi agar KJS tepat sasaran.
5. Semua orang inginnya gratis
Masalah ini harus dicermati dengan baik. Lagi-lagi soal pola pikir masyarakat yang ingin semuanya gratis.
Yayat berpendapat, bicara KJS tidak hanya soal pengobatan saja, tapi lebih mendorong orang untuk bisa lebih produktif setelah sehat. Sehingga, dengan sehat, orang tidak lagi menjadi boros.
"Tinggal di kawasan kumuh memang bikin orang jatuh sakit. Karena itu kartu sehat untuk mendorong orang hidup sehat," jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar