Tidak dapat diragukan lagi bahwa Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan nama julukan JOKOWI merupakan sosok yang saat ini cukup fenomenal di Indonesia. Jokowi adalah mantan Walikota Surakarta ini telah menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat luas, semenjak dirinya mempopulerkan mobil SMK beberapa saat yang lalu.

Jokowi yang lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961 ini semakin menjadi perbincangan masyarakat ketika secara resmi mencalonkan diri sebagai calon Gubernur untuk DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P) yang berkolaborasi dengan Partai Gerindra.
Dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang juga sering dijuluki sebagai Ahok.



Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java".
Baca biografi lengkap beliau DISINI

Baca biografi wakil beliau ( AHOK ) DISINI

Kamis, 23 Januari 2014

Demi Jokowi, Pengusaha Sumbang 10 Transjakarta dan Rp 6 Miliar


Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo meninjau pengoperasian bus baru transjakarta di Selter Ancol, Jakarta Utara, Rabu (23/1/2014).

Dianggap prorakyat, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mendapatkan perhatian dari Tahir Foundation. Kumpulan pengusaha yang bergerak di bidang kemanusiaan itu menyumbang 10 bus transjakarta dan uang sebesar Rp 6 miliar kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk warga korban banjir.

"Kami bantu hanya karena Pak Jokowi. Dia itu prorakyat, jujur, dan lugas," ujar Ketua Tahir Foundation, Tahir, kepada wartawan di kantor Balaikota, Jakarta Pusat, Jumat (24/1/2014).

Tahir menjelaskan, hibah kepada rakyat melalui Pemprov DKI adalah kali pertama yang dilaksanakan oleh pihaknya. Pada masa pemerintahan sebelumnya, Tahir Foundation biasanya langsung membantu warga DKI Jakarta atau lainnya yang membutuhkan.

Tahir mengakui, pembangunan kota haruslah mengikutsertakan semua bagian di dalamnya. Pengusaha merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam dinamisasi sebuah kota. Apalagi di bawah kepemimpinan Jokowi-Basuki, DKI Jakarta perlahan-lahan mulai berbenah. Sudah sepatutnya pengusaha turut serta di dalamnya.

"Kalau kami hanya mampu 10 bus, tapi kan harusnya gotong-royong. Kalau satu grup saja 10 bus. Kalau ada 100 pengusaha, coba bayangkan ada berapa bus lagi kayak gitu," tutur Tahir.

Soal pemberian bus, Tahir mengatakan akan mencocokkan spesifikasi bus transjakarta yang sesuai standar Pemprov DKI. Jika sudah sesuai, pengusaha akan mendatangkannya.

Rencananya, pola pengelolaan bus tersebut diterapkan sistem bagi-bagi antara Pemprov DKI dan pengusaha. Bahan bakar gas ditanggung Pemprov DKI, sementara sumber daya manusia mulai dari sopir dan kondektur diadakan oleh para pengusaha itu.

Adapun uang Rp 6 miliar untuk korban banjir rencananya akan disalurkan ke Dinas Sosial DKI Jakarta untuk kemudian disalurkan ke korban banjir di Jakarta. Dari pendataannya, warga korban banjir paling banyak membutuhkan air bersih, perlengkapan kebersihan rumah, hingga bahan makanan.

"Prinsip penyaluran bantuan yang efektif adalah tepat jenis, tepat mutu, dan tepat sasaran. Kami percaya Pemprov DKI punya data lengkap dan kapabilitas menyalurkan bantuan untuk warga yang benar-benar membutuhkan," ucapnya.

Sumber: kompas.com

Jakarta Banjir, Jokowi Hilang ....


Catatan Kaki Jodhi Yudono

Dua orang yang sedang nongkrong di warung kopi pada hari Sabtu, 18 Januari lalu, di salah satu pojok Jakarta, terlibat percakapan hangat. Yang satu, sebut saja Banu, uring-uringan berat lantaran banjir kian meninggi, dan di layar kaca tak ada sepotong pun wajah pemimpinnya. Seolah, Jakarta banjir Jokowi hilang. Untungnya, si Joni yang lebih realistis memandang peristiwa yang berlangsung di televisi dengan santai-santai saja.

"Gile bener, udah seharian begini, mana banjir udah meninggi. Parahnya lagi, Jakarta banjir Jokowi gak nongol di teve," seru Banu.

"Santai aje Coy, mungkin dianye lagi sibuk dengan urusan lain, terus belum sempet deh syuting-syuting gitu," kata Joni enteng.

"Kagak sari-sari-nya si Jokowi begini," timpal Banu lagi.
"Maksud lu?"

"Inget enggak banjir tahun lalu? Ibarat kate, Jokowi nungging aja di-shooting. Lah ini, mana banjir udah sampe segenteng rumah tingginya, eh belum juga nongol tuh bapak gubernur."
"Jangan su'udzon, siapa tahu Pak Gub memang sedang sibuk dan ogah diganggu sama awak media."

"Mana pernah Pak Jokowi menolak kehadiran wartawan?"
"Mungkin banjir kali ini perlu penanganan lebih serius, lebih fokus, maklum, hujannya awet bener...."

"Mungkin aja, tapi kalo begini caranya, gue jadi males milih dia jadi presiden."

"Ah elu... lebay banget deh, lagian belum pasti juga Jokowi mau nyalon jadi presiden."

"Naif banget sih elu jadi orang, sebagai politisi, mana mungkin Jokowi menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi orang nomor satu di negeri ini. Elektabilitas yang tinggi tentu modal yang enggak akan disia-siakan oleh siapa pun, termasuk Jokowi."

"Mungkin lu kelewat tadi pas Jokowi nongol di TV. Lagian, siapa tahu stasiun yang sedang lu tonton udah meliputnya tadi."

"Gue udah mantengin dari tadi, kagak ada tuh Jokowi."

"Lu kagak pindah-pindah channel lain?"

"Kagak, dari pagi tadi gue manteng TV One."

Sambil menyeruput kopi dan mengudap bakwan goreng, keduanya masih terus mengobrol soal hujan dan Gubernur DKI yang biasa disapa Jokowi itu.

"Eh, coba deh lu ganti channel tevenya, siapa tahu dia nongol di sana," pinta Joni.
"Apa hubungannya, ya sama aja. Bukannya selama ini berita di TV, koran, online, juga seragam?"
"Coba aja deh."

Lantaran penasaran, mau juga Banu menuruti permintaan si Joni. Saat pindah ke saluran SCTV, di sana muncul Jokowi. Pada siaran Liputan 6 SCTV, Jokowi mengunjungi Jalan TB Simatupang yang ambles. Beberapa saat kemudian, masih di saluran yang sama, Jokowi memanggul beras di daerah Rawa Buaya untuk 200 warga yang mengungsi.

"Tuh kan, ada. Itu artinya Jokowi enggak hilang."

"Coba TV lainnya...."

Setelah menunggu beberapa saat, Jokowi juga muncul di stasiun TV lain.

Di sana ada liputan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sedang meninjau Kali Cipinang yang meluap hingga merendam lima RT di Kampung Makasar, Jakarta Timur. Ketinggian air diwartakan mencapai pinggang orang dewasa atau sekitar 80 cm.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pada siang ini (18/1/2014) blusukan menyusuri Jalan Boulevard Raya Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Bukan dengan perahu karet, melainkan menggunakan mobil dinasnya menerobos banjir setinggi sekitar 50-60 sentimeter.

Didampingi Wali Kota Jakarta Timur Krisdianto, pria yang akrab disapa Jokowi itu memantau kondisi air Kali Cipinang yang mengalir cukup deras hingga ke permukiman warga.

"Bujug, kenapa di TV One kagak ada yak?"

"Kru TV One lagi sibuk kali...."

"Bisa jadi, tapi bisa jadi ada apa-apanya antara TV One sama Jokowi..."

"Ya biarin, mau ada masalah di antara mereka, emang masalah buat lu?"

"Jelas masalah dong, itu berarti kagak profesional. Pan, tugas media harus obyektif, enggak boleh berpihak. Apa yang dia lakukan sampai saat ini juga masih terus jadi santapan hangat para wartawan, sehingga membuatnya jadi media darling."

"Pinter juga lu."

"Pan, lu yang ngajarin, he-he-he..." timpal Banu.

"Emang sih, kalau diperhatikan, sejak kena semprot Jokowi dan Wagub Ahok, 'ntu stasiun TV jadi terasa berseberangan sama Jokowi," ujar Joni.

"Wah, masa segitunya. Bukannya awak media biasanya sudah terlatih mentalnya untuk menghadapi narasumber macam apa pun?"

"Itu dia. Lu masih ingat enggak? TV One juga pernah 'menyerang' Jokowi saat gubernur itu memprotes mobil murah. TV One balik menayangkan gambar saat Jokowi masih jadi Wali Kota Solo yang sedang memamerkan mobil bikinan, ESEMKA, yang disebutnya mobil murah."

"Iya, gue inget. TV One seperti hendak mempertentangkan kebijakan pemerintah pusat dengan mobil murah versi Jokowi lewat mobil ESEMKA."

"Hmmm.. ada apa ya sebenarnya? Menurut lu, itu disengaja atau enggak?"

"Kalau gue bilang enggak sengaja, rasanya mustahil lembaga sebesar TV One melakukan tindakan yang tanpa rencana. Kalau gue bilang faktor kesengajaan, rasanya kok janggal juga ya kalau media sudah bertindak tidak obyektif?"

"Kenapa heran? Kan TV One juga milik orang politik, bos partai politik malah. Nyalon jadi presiden pula."

"Terus...."

"Ya mendingan buat menayangkan si bos itulah biar popularitasnya tambah melejit."
"Bener juga lu."

"Kepengin tahu kabar terakhir tentang si bos itu?"
"Apa kabarnya?"

Joni pun menuturkan tentang kabar dari sebuah situs online yang mengutip hasil survei Alvara Research Center yang merilis hasil survei tentang popularitas dan elektabilitas calon presiden yang diselenggarakan akhir tahun lalu, tepatnya 28 Oktober 2013. Hasilnya, Aburizal Bakrie disebut lebih populer dibanding Joko Widodo. Golkar menyebut hal itu wajar.

"Ya populer karena setiap hari kita melakukan serangan udara (iklan) yang masif yang menyebabkan populer dan sangat masuk akal. Kalau enggak populer itu juga kelewatan," kata Wasekjen Partai Golkar Nurul Arifin seusai berdiskusi di Fx Sudirman, Jakpus, kala itu.

Berikut adalah urutan capres paling populer versi Alvara Research Center:

1. Ical: 78,4 persen
2. Jokowi: 76,0 persen
3. Prabowo: 66,3 persen
4. Wiranto: 62,5 persen
5. Megawati: 62,4 persen
6. Jusuf Kalla: 52,4 persen
7. Dahlan Iskan: 36,3 persen
8. Surya Paloh: 32,7 persen
9. Hatta Rajasa: 28,9 persen
10. Mahfud MD: 24,1 persen
11. Rhoma Irama: 20,8 persen
12. Marzuki Alie: 10,6 persen
13. Lainnya: 49,3 persen

"Hmm... Mujarab bener ya yang namanya media. Tiap hari pemirsa diberondong sama iklan si bos partai, lama-lama terkenal juga tuh si bos," Banu ngedumel.
"Gratis pula."

"Kok gratis?"

"Lah, TV milik sendiri, he-he-he..."

"Tapi itu kan melanggar undang-undang penyiaran," kata Banu.
"Sok tahu lu."

"Ah elo, makanya baca dong berita," ucap Banu seraya menyitir sebuah berita yang menuliskan bahwa organisasi masyarakat sipil dan mahasiswa yang tergabung dalam Frekuensi Milik Publik (FMP) telah mengeluarkan petisi yang sudah ditandatangani secara online oleh lebih dari 3.500 orang melalui www.change.org. Petisi ini menuntut KPI agar berani menindak stasiun televisi yang menyalahgunakan frekuensi publik untuk kepentingan politik pemiliknya.

Juru bicara FMP, Roy Thaniago, mengatakan, aksi itu dilatarbelakangi sikap KPI yang absen dalam membela kepentingan publik. Padahal, penyalahgunaan frekuensi yang kian marak terjadi di televisi dalam bentuk iklan, berita, atau program hiburan, baik secara terang-terangan maupun terselubung.

Roy mencontohkan, Aburizal Bakrie dan Partai Golkar di TV One dan ANTV; Surya Paloh dan Partai Nasdem di Metro TV; serta Wiranto dan Hary Tanoe dari Partai Hanura di RCTI, MNC TV, dan Global TV. Bahkan TVRI yang notabene merupakan TV publik juga pernah menjadi etalase beberapa partai politik, seperti Demokrat, PAN, dan Golkar, tutur Roy Thaniago dalam siaran pers yang diterima Gresnews.com, Rabu (15/1/2014).

FMP berpendapat, sikap KPI yang bergeming terhadap penyalahgunaan frekuensi televisi itu menjadi ancaman utama bagi keberlanjutan demokrasi di Indonesia. Pasalnya, publik hanya akan mendapatkan informasi yang berat sebelah. Menurut Roy, media yang tidak independen sebenarnya tidak hanya merusak dirinya sendiri, tetapi juga merusak akal sehat dalam kehidupan negara demokrasi. Alih-alih mendewasakan pendidikan politik warga, stasiun televisi macam demikian justru menjadi mesin penghancur kewarasan logika publik, ujarnya.

Ia mengakui, KPI pernah menindak stasiun televisi yang dieksploitasi oleh pemiliknya beberapa kali. Namun, tindakannya hanya berupa teguran lisan, undangan klarifikasi, dan hal lainnya yang lebih menyerupai basa-basi. Padahal, keresahan publik butuh diredam dengan sikap KPI yang lebih tegas dan berani menindak para perampas hak publik.

Ia mengungkapkan, KPI bisa menggunakan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 dan Pedoman Perilaku Penyiaran-Standar Program Siaran (P3SPS) yang menyatakan bahwa lembaga penyiaran yang menggunakan frekuensi publik tidak boleh digunakan untuk kepentingan sektarian. Juga Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai aturan kampanye yang hanya dibolehkan pada 21 hari sebelum masa tenang dan pembatasan jumlah iklan kampanye politik per hari.

Seusai banjir Jakarta

Sudah lebih dari dua pekan banjir "menggerus" Jakarta dan sekitarnya serta wilayah lainnya di negeri ini. Barangkali lantaran telah dekat dengan pemilu pada April mendatang sehingga banjir dijadikan ajang politik orang-orang atau partai tertentu. Ada yang menjadikan banjir untuk mengangkat nama dengan kemasan sumbangan kepada para korban banjir, atau juga sebagai alat untuk menohok lawan politik.

Moga-moga banjir segera berhenti, dan semua orang bisa segera beraktivitas dengan normal kembali. Moga-moga banjir kali ini bukanlah bagian dari kisah mitologi tentang banjir besar yang dikirimkan oleh Tuhan untuk menghancurkan suatu peradaban sebagai pembalasan agung untuk membersihkan angkara murka dengan air bah.

Tetapi setidaknya, lewat banjir ini kita jadi lebih ingat tentang bagaimana hidup yang baik, hidup yang saling menghargai, saling menghormati, dan saling mengingatkan untuk menjaga dan memelihara sungai-sungai kita mengalir dengan baik, serta dijauhkan dari ketamakan agar tak lagi membabati hutan-hutan di hulu untuk dijadikan ajang bermegah-megah.

Sumber

Basuki Tak Ingin Lagi Ada Modus "Susu Tante"


Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama kesal mengetahui masih banyaknya oknum baik honorer maupun pegawai negeri sipil (PNS) DKI yang masih saja melakukan pungutan liar (pungli) kepada warga.

Terakhir, oknum yang tertangkap basah melakukan pungli adalah staf tata usaha SMK Negeri 58 yang terbukti memungut uang Rp 50.000 untuk Kartu Jakarta Pintar (KJP). Seharusnya, menurut dia, kepala sekolah juga mendapat sanksi atas peristiwa tersebut.

"Oknumnya harus dipecat. Kepala sekolah yang tahu juga harus dikasih sanksi," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Jumat (24/1/2014).

Apabila kepala sekolah mengetahui tindakan pungli itu, berarti kepala sekolah juga harus mendapat sanksinya. Jika kepala sekolah tidak mendapat "bagian"-nya, kata dia, sudah pasti kepala sekolah akan melarang tindakan yang tidak diinginkan tersebut.

Ia juga menegur Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto yang seakan terus berada di pihak anak-anak buahnya. Padahal, perilaku stafnya terbukti salah dengan melakukan pungli.

"Makanya nanti oknumnya langsung diadu ke polisi, pakai alasan "Susu Tante" segala, Sumbangan Sukarela Tanpa Tekanan. He-he-he," kata Basuki tertawa.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto mengaku adanya pungutan liar dengan dalih sukarela yang dilakukan staf tata usaha honorer SMK Negeri 58, Jakarta Timur. Taufik mengaku telah memanggil Kepala Sekolah SMK Negeri 58 dan akan memberikan sanksi yang setimpal. Bentuk sanksinya, saat ini sedang dalam pemikiran dan pertimbangan.   

Peristiwa ini, kata Taufik, akan menjadi pembelajaran ke depannya. Ia berjanji Dinas Pendidikan DKI Jakarta lebih mengawasi pelaksanaan KJP dengan menerima pengaduan masyarakat serta mengawasi implementasi regulasi di lapangan.

Kepala Sekolah SMK Negeri 58 Ngatimin mengatakan, dari total 242 siswa, hanya 170 siswa yang telah memberikan uang masing-masing Rp 50.000. Uang tersebut diterima pegawai TU. Oleh karena itu, pihak sekolah berjanji akan memproses oknum pegawai yang melakukan pungli tersebut. Mengenai sanksi, dia menyerahkan kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

Sumber: kompas.com

Rabu, 22 Januari 2014

Target Jokowi, Tiap 5 Menit Ada Bus Transjakarta

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo meninjau pengoperasian bus baru transjakarta di Selter Ancol, Jakarta Utara, Rabu (23/1/2014).

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menargetkan, waktu antara (head way) bus transjakarta satu dan lain sampai ke selter berkurang menjadi 5-7 menit. Selain dapat mengangkut lebih banyak penumpang, kondisi itu secara tak langsung merangsang orang untuk naik transjakarta.

"Headway-nya sekarang itu 10 sampai 15 menit. Target kita ini 5 hingga 7 menit," kata Jokowi setelah peresmian pengoperasian 30 bus baru transjakarta, Rabu (22/1/2014) siang.

Saat ini, Unit Pengelola (UP) Transjakarta memiliki sekitar 500 unit transjakarta. Namun, yang beroperasi sekitar 400 bus. Sisanya ada yang dalam perbaikan dan ada yang cadangan.

Jokowi mengatakan, lamanya waktu menunggu di selter bus membuat warga malas menggunakan transjakarta. Oleh sebab itu, ia berjanji akan terus menambah bus transjakarta. Mengutip data dari Institute Transportation Development Policy (ITDP), untuk bisa memiliki waktu headway seusai target Jokowi, idealnya UP Transjakarta harus menambah 1.200 bus lagi.

"Kan dari 310 bus baru, 30 sudah beroperasi kemarin di awal Januari kemarin. Tapi, kemarin beroperasi di Koridor II dan III. Kalau yang saat ini Koridor V sama VIII. Terus ditambah," kata Jokowi.

Pemprov DKI mendatangkan 310 bus baru transjakarta sejak akhir tahun 2013. Dari jumlah tersebut, sebanyak 30 bus telah dioperasikan pada awal Januari lalu. Jumlah bus akan terus ditambah sampai sesuai dengan target awal.

Bus-bus yang diluncurkan awal bulan ini beroperasi di Koridor II ekspres (Pulogadung-Senayan) serta Koridor III ekspres (Kalideres-Harmoni-Bundaran Senayan). Adapun bus yang diluncurkan hari ini akan beroperasi di Koridor V (Pusat Grosir Cililitan-Ancol) serta Koridor VIII (Harmoni-Lebak Bulus).

Sumber: kompas.com

Jamu Temu Lawak, Obat Kuat Jokowi

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (dua dari kiri) tengah berbincang dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Manggas Rudy Siahaan di Kali Sekretaris.

Cuaca buruk di Jakarta dan sekitarnya dalam beberapa hari terakhir tidak menyurutkan langkah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk terjun langsung ke lapangan. Kegiatan blusukan Jokowi dalam satu hari bahkan melebihi hari-hari biasanya.

Catatan Kompas.com, sudah dua pekan terakhir, Jokowi blusukan hingga ke empat atau lima tempat setiap hari. Pada hari-hari biasa sebelumnya, Jokowi mengunjungi satu atau dua tempat saja. Itu yang terpantau oleh media massa, terutama dalam jam kerja. Blusukan di luar jam kantor juga dilakukannya hingga tengah malam atau dini hari.

Aktivitas yang menguras fisik itu menjadi perhatian salah seorang warga di lokasi banjir Cawang, Jakarta Timur. Saat berkunjung ke tempat itu, Selasa (21/1/2014) siang, Jokowi terjun ke daerah banjir yang beraliran deras, tanpa alas kaki. Warga tersebut terheran-heran, mengapa Jokowi begitu kuat blusukan seperti itu.

Wartawan yang biasanya mengikuti blusukan Jokowi pun menanyakan hal yang sama. Apa jawab Jokowi soal rahasia agar kuat blusukan di lapangan?

"Ya, minum jamu racikan sendirilah," kata Jokowi.

Wartawan semakin penasaran dan menanyakan tentang resep jamu racikan tersebut. Jokowi menjawab dengan wajah tanpa bercanda. Ia mengakui resep racikan itu didapat dari nenek moyangnya.

"Beli temu lawak Rp 10.000 di pasar. Pasti dapat sekantung kresek besar. Satu hari, ambil satu batang, dipotong-potonglah... set, set, set," ujarnya sambil memeragakan memotong batang temu lawak dengan jari jempol kanannya.

"Rebus potongan temu lawak itu bareng kacang hijau. Tambahkan gula jawa sama sedikit jahe, biar rada wangi. Setelah mendidih, airnya diminum rutin setiap hari, pasti sehat selalu," kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, jamu racikan tersebut telah diminumnya selama belasan tahun, termasuk ketika ia menjadi Wali Kota Solo. Untuk meyakinkan wartawan tentang kondisi fisiknya yang bugar, Jokowi pun mengangkat bahunya sambil meregangkan tangannya.

Jokowi mengatakan, malam ini dia akan berkeliling memantau korban banjir sekaligus ketinggian air di sejumlah sungai di Jakarta. Namun, dia tidak memberitahukan di mana lokasi yang akan didatangi. Begitu juga dengan kapan waktu dia blusukan.

Sumber: kompas.com