Tidak dapat diragukan lagi bahwa Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan nama julukan JOKOWI merupakan sosok yang saat ini cukup fenomenal di Indonesia. Jokowi adalah mantan Walikota Surakarta ini telah menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat luas, semenjak dirinya mempopulerkan mobil SMK beberapa saat yang lalu.

Jokowi yang lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961 ini semakin menjadi perbincangan masyarakat ketika secara resmi mencalonkan diri sebagai calon Gubernur untuk DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P) yang berkolaborasi dengan Partai Gerindra.
Dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang juga sering dijuluki sebagai Ahok.



Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java".
Baca biografi lengkap beliau DISINI

Baca biografi wakil beliau ( AHOK ) DISINI

Kamis, 24 Januari 2013

Pengamat: Jokowi-Basuki Buka Kultur Baru Birokrasi

Seratus hari memimpin Jakarta, plus-minus kinerja Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki T Purnama menjadi sorotan. Diwarnai beberapa pandangan miring terkait penanganan bencana banjir lima tahunan, pasangan pemimpin Jakarta dinilai memiliki banyak sisi positif, terutama dalam mengubah kultur kerja birokrasi.

"Jokowi-Ahok mengubah kultur yang selama ini kental di lingkungan pemda. Mereka telah menghadirkan gaya kerja berbeda yang terhitung langka pada lingkup birokrasi," kata pengamat komunikasi politik Ari Junaedi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/1/2013).

Ari menjelaskan, dengan cara terjun langsung ke lapangan, Jokowi tidak hanya melihat langsung kondisi dan problem yang dialami warga. Gubernur DKI juga bisa menyaksikan secara gamblang bagaimana birokrasi di tingkat yang lebih rendah menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakat.

"Pejabat tidak bisa lagi asal melapor informasi yang dibuat-buat atau sajikan data yang tidak benar karena dia melihat langsung di lapangan," urai pengajar Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia ini.

Dalam pandangan Ari, dengan gaya kebanyakan pemimpin yang lebih banyak menghabiskan waktu di kantor atau untuk kegiatan formal, pemantauan terhadap kegiatan bawahan dan pelaksanaan tugas di lapangan acap kali tersisihkan. Mentalitas yang terbentuk di lingkup birokrasi pun sebatas memenuhi prosedur. Pasalnya, pengawasan terhadap kinerja hanya didasarkan pada laporan yang diterima.

"Ini berbeda dengan yang dilakukan Jokowi. Untuk tahu bagaimana bawahannya melayani warga, dia datangi sendiri kantor kecamatan dan kelurahan. Akhirnya, kan, ketahuan pegawai-pegawai itu datangnya jam berapa," lanjut Ari.

Terobosan yang mengubah kultur birokrasi, dalam penilaian Ari, juga dilakukan Wakil Gubernur Basuki. Ari menilai Basuki telah mempertahankan komitmennya untuk membersihkan birokrasi dan bersikap transparan dalam pengelolaan anggaran.

"Meng-upload rapat-rapat di lingkup pemda ke Youtube dengan tujuan agar masyarakat luas tahu bagaimana anggaran dibahas dan menunjukkan ketegasan untuk memprioritaskan kebutuhan warga. Ini mengubah kultur yang selama ini terjadi di lingkup pemerintah, rapat-rapat, apalagi pembahasan anggaran selalu tertutup," kata Ari.

Meski demikian, ada juga catatan bagi pasangan Jokowi-Basuki yang disampaikan Ari. Menurut Ari, banyaknya problematika Ibu Kota mengharuskan Jokowi-Basuki memberikan prioritas dalam kebijakan. Sejauh ini, keduanya masih terlihat merangkum semua kemungkinan solusi.

"Jokowi terlalu banyak keluarkan jurus. Seharusnya dia bisa pilih mau fokus ke mana dulu. Misalnya dalam penanganan banjir, prioritasnya mau ke deep tunnel atau apa," ujar Ari.

Ari juga menilai Jokowi-Basuki menjadi dua figur yang terlalu sentral dalam pemerintahan DKI. Pejabat lain yang mendampingi keduanya belum mampu mencapai kecepatan dan kelugasan keduanya dalam bekerja dan mengambil keputusan.

Alhasil, gubernur dan wagub terkesan bekerja sendiri. Padahal, kesuksesan akan sangat ditentukan kemampuan keduanya membangun tim birokrasi yang saling menopang.

"Ibarat bermain sepak bola, dua striker ini tidak bisa apa-apa tanpa dukungan pemain lain di belakang mereka. Team work harus kuat baru bisa dapat hasil maksimal. Selama ini speed Jokowi-Ahok sudah tinggi, tapi yang di sekelilingnya masih begitu-begitu saja, akhirnya keteteran," ujar Ari.

Sumber : kompas.com

Jokowi: Jangan Ada Lagi Anak-anak Hidup di Jalanan

 
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo berharap tidak ada lagi anak-anak yang hidup di jalanan karena mereka semestinya ditampung di tempat yang layak. Hal itu dikatakan Jokowi saat meresmikan empat gedung panti sosial, yakni Gedung Panti Sosial Asuhan Anak Putera Utama 2, yang beralamatkan di Tanjung Priok, Jakarta Utara; Panti Sosial Asuhan Anak Putera Utama 6 yang beralamatkan di Cengkareng, Jakarta Barat; Panti Sosial Asuhan Anak Balita Tunas Bangsa yang beralamatkan di Cipayung, Jakarta Timur; dan Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa yang beralamatkan di Daan Mogot, Jakarta Barat.

Mengenakan baju khas Betawi dan didampingi Kepala Dinas Sosial Kian Kelana dan Wali Kota Jakarta Barat Burhanuddin, Jokowi menandatangani prasasti sebagai tanda peresmian empat gedung tersebut. Menurut mantan Wali Kota Solo itu, dengan adanya panti-panti sosial tersebut, Pemprov DKI dapat memberikan pelayanan kepada anak-anak jalanan yang masih banyak ditemui di Ibu Kota.

"Jangan sampai anak jalanan masih ada di jalanan. Mereka bisa ditampung di sini. Tunagrahita juga ditampung di panti sosial ini," kata Jokowi.

Menurut Jokowi, agar para penghuni panti, atau yang biasa disebut warga binaan sosial, tidak kabur dari panti, mereka harus diberikan pendekatan pelayanan yang berbeda dari pendekatan yang sudah ada.

Saat ini, kata Jokowi, sudah banyak rumah singgah yang dikelola oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tetapi, menurutnya, fasilitas di panti sosial milik Pemprov DKI jauh lebih memadai. "Fasilitas di sini lebih baik. Gabungan antara pendekatan LSM dan pelayanan yang difasilitasi. Pokoknya jangan sampai di jalanan masih ada anak-anak jalanan," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Jokowi tak memberikan sambutan. Ia hanya menandatangani prasasti yang menandakan sebanyak empat gedung panti sosial telah diresmikan. Gedung Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa pun telah memenuhi syarat Gubernur untuk berkarakter khas Betawi. Di bagian atap dan bagian terasnya, sudah terdesain dengan warna hijau dan kuning khas Betawi.

Setelah menandatangani prasasti, Jokowi langsung berkeliling lantai satu Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa dan masuk ke dalam kamar asrama, ruang kegiatan, ruang makan, dan ruang keterampilan.

Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa merupakan panti sosial yang digunakan untuk menampung dan memberikan pembinaan kepada mereka yang mengalami gangguan jiwa, seperti frustrasi karena jatuh miskin, putus cinta, narkoba, tidak kuat menuntut ilmu, dan broken home.

Panti sosial ini sudah berdiri sejak tahun 1990-an dan memiliki kapasitas sampai 350 orang untuk tahun ini. Staf panti sosial, Fatma, mengatakan panti ini hanya memberikan rehabilitasi sosial bagi para warga binaan sosial dan tidak untuk rehabilitasi secara medis. "Nanti di sini mereka diberikan pembinaan keterampilan, seperti membuat keset, sapu, kain pel, yang akan dijual di pasar dan Carrefour. Penghasilannya juga untuk mereka," kata Fatma.

Sumber: kompas.com

Dianggap Sukses, Basuki Malah Mengaku Salah

 
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku belum puas dengan kinerjanya. Hal ini berkaitan dengan banyaknya pujian yang datang dari berbagai kalangan terkait kepemimpinan Joko Widodo-Basuki selama 100 hari memimpin Jakarta.

"Sukses bagaimana? Enggak, enggak. Bagaimana banjir saja setengah mati," kata Basuki, di Balaikota Jakarta, Rabu (23/1/2013).

Bahkan, pria yang dikenal dengan sebutan Ahok ini malah melontarkan hal sebaliknya. Ahok mengaku salah saat Jakarta kembali dilanda banjir yang cukup hebat pada pekan lalu. Ia menjelaskan, beberapa bulan sebelumnya pihaknya telah mendapat peringatan dari Suku Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Air Jakarta mengenai banjir yang akan menggenangi Ibu Kota di medio Desember 2012 atau Januari 2013.

Namun begitu, Basuki tak pernah mengira kalau banjir yang datang bisa dikategorikan membuat Jakarta lumpuh selama beberapa hari. "Saya pikir kenanya seberapa parah sih, saya tinggal di daerah banjr sudah lama. Bukan bercanda kok, kita ngaku salah," ujarnya.

Sumber: kompas.com

Pengamat: Jokowi-Basuki itu "Newsmaker", Bukan Pencitraan

 
Pandangan miring tentang kiprah Joko Widodo dan Basuki T. Purnama atau Ahok dalam 100 hari memimpin DKI Jakarta mulai bermunculan. Salah satu yang dominan adalah aksi keduanya dianggap sekadar pencitraan, tanpa bukti konkret. Pandangan tersebut ditepis oleh pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia Ari Junaedi. Menurutnya, Jokowi-Basuki adalah magnet pemberitaan, sehingga apa pun dan ke mana pun keduanya pergi seolah-olah tak pernah lepas dari pemberitaan media.

"Jokowi-Ahok itu newsmaker yang selalu menarik untuk diberitakan media sekaligus memiliki daya tarik bagi masyarakat. Jangan heran kalau mereka selalu diliput media," terang Ari saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/1/2013).

Liputan yang demikian besar terhadap aktivitas keduanya, dalam penilaian Ari, tak bisa digolongkan dalam pencitraan. Sebab, pemberitaan itu bukan atas inisiatif keduanya. Ari menilai, Jokowi-Basuki tidak sengaja meminta liputan khusus atas kiprah keduanya. Namun, sikap keterbukaan yang dibarengi berbagai terobosan yang dilakukan keduanya memang selalu menarik minat media.

"Ini perlu dibedakan. Kalau pencitraan artinya ada unsur sengaja menciptakan publikasi besar-besaran. Jokowi-Basuki tidak ada unsur sengaja. Aksi blusukan Jokowi, misalnya, saya pikir, sebenarnya dia juga tidak ingin selalu diikuti kamera. Tapi, ya memang aksi seperti itu tergolong menarik karena sangat jarang dilakukan tokoh politik atau pemerintahan lain sehingga menarik perhatian banyak orang termasuk media," urai Ari.

Menurutnya, pandangan negatif yang muncul karena Jokowi lebih sering menjadi pusat pemberitaan adalah penilaian yang keliru. Kebebasan akses media dan masyarakat untuk berkontak langsung dengan mantan Wali Kota Solo itulah yang berimbas pada munculnya Jokowi sebagai newsmaker. Ari juga berpendapat, pandangan miring itu juga muncul karena besarnya harapan ketika kedua orang ini terpilih sebagai pemimpin Jakarta.

Sementara itu, pada saat yang bersamaan muncul problem yang tak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. "Ekspektasi terhadap Jokowi-Basuki demikian tinggi dan dirasa belum terjawab dalam 100 hari kerja. Inilah yang kemudian menyebabkan muncul kritikan terhadap keduanya," ujar Ari.

Salah satu kritikan tajam disampaikan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Cak Imin, sapaan Muhaimin, menilai Jokowi lebih sering tampil di televisi dibandingkan bekerja secara terstruktur.
 
Sumber : kompas.com

Lebih dari 2 Juta Percakapan soal Jokowi di Twitter

Lebih dari 2 Juta Percakapan soal Jokowi di Twitter
Perwakilan pedagang kaki lima menunjukkan gambaran relokasi yang diinginkan oleh mereka kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (tengah) di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, Kamis (20/12/2012). Kedatangan Jokowi untuk menengok ratusan pedagang yang berunjuk rasa menolak relokasi. Setelah memantau kawasan ini, Jokowi akan memanggil camat, Satpol PP yang menjaga kawasan Kota Tua dan perwakilan pedagang kaki lima ke balai kota untuk memusyawarahkan lokasi yang pantas untuk berjualan.
 
Sudah genap 100 hari masa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi dan wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Sepak terjang mereka selalu menarik perhatian publik di dunia maya, apalagi mengingat dua pemimpin ini sangat mobile, baik offline maupun online.

Belum lagi, gaya kepemimpinan mereka yang moralis tapi tegas serta tak pernah menunda penyelesaian persoalan, membuat publik kian penasaran.

Yustina Tantri, Marketing Communication Awesometrics, sebuah produk dari perusahaan penyedia layanan pemantauan media PT Prima Rancang Buana, dalam siaran persnya, Kamis (24/1/2013), mengatakan, video-video Ahok di Youtube, misalnya, sudah diunduh ratusan kali. Bahkan, video berjudul "08 Nov 2012 Wagub Bpk. Basuki T. Purnama Menerima Paparan Dinas Pekerjaan" sudah ditonton 1.480.994 kali.

Selama 100 hari kepemimpinannya atau selama periode 21 September 2012-22 Januari 2013 itulah Reputation Media Monitoring Awesometrics berhasil menangkap 2.497.039 kali percakapan soal Jokowi di Twitter.

Selain itu, nama Jokowi 61.047 kali di-posting di Facebook dan 68.628 kali Jokowi disebut di media online selama periode yang sama.

Total mention "Jokowi" di tiga platform media selama 100 hari memimpin adalah 2.626.714 penyebutan.
 
Sumber : kompas.com

Selasa, 22 Januari 2013

Kelar Shooting, Jokowi Damprat TVOne


http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2013/01/13588365801894060860.jpg

Program khusus 100 Hari Jokowi-Ahok yang ditayangkan tvOne semalam (Senin, 21/01/13) pkl 19:30 wib, bikin Jokowi sewot. Pasalnya, Gubernur DKI Jakarta yang baru ini merasa dijebak oleh tvOne. Setidaknya ini dikatakan oleh Ajudan Jokowi, Anggit.

"Semalam Bapak marah banget. Tumben-tumbenan marah sama wartawan kayak gitu," ujar Anggit pada saya pagi ini via HP.

Awalnya, tvOne ingin melakukan wawancara Jokowi perihal banjir dan tanggul di jalan Latuharhary yang ambruk. Saat itu, Jokowi sudah wanti-wanti tidak berkenan ditanya mengenai hal lain di luar masalah banjir. Selain itu, ia juga sudah berpesan untuk tidak menyertakan narasumber lain dalam interviewnya. Semua pesan tersebut disanggupi oleh pihak tvOne.

Namun, tvOne rupanya memanfaatkan momentum interview-nya dalam rangka "100 Hari Pemerintahan Jokowi-Ahok". Apalagi, tvOne sudah mengendus, bahwa Metro TV akan memproduksi program sejenis dengan mengundang Jokowi. Sebelumnya, Metro TV sudah dua kali menayangkan program khusus Gebrakan Jokowi, yang secara eksklusif menginterview Jokowi di lokasi bersama masyarakat. Agar tidak kalah 3-0 dari Metro TV, tvOne terpaksa membohongi Jokowi. Pesan-pesan Jokowi pun diabaikan.

"Staff di Balaikota merasa miss, karena interview yang dilakukan tvOne cuma persoalan banjir, eh ternyata malah menanyakan persoalan-persoalan lain. Wajah Bapak pun berubah begitu ada narasumber lain dalam interview itu," ujar Anggit.

Tak heran, begitu kelar shooting, Jokowi langsung marah besar pada tvOne. Perstiwa Jokowi marah-marah pada wartawan sebetulnya sangat langka. Maklumlah, ia sangat dekat dengan semua wartawan. Namun, kejadian semalam merupakan puncak kekesalan Gubernur DKI Jakarta ini. Di tengah musibah, tvOne tega menghianati janjinya pada Jokowi.

Ternyata bukan cuma Jokowi yang kesal. Dalam sebuah milis yang saya ikuti, beberapa anggota mengumpatkan kekesalannya. Henry Pasarian, misalnya. Interview yang dilakukan Muhammad Rizki dianggap sangat dangkal.

"Lebih banyak sok tahunya, ketimbang riset dahulu. Masak tetap ngotot bertanya, 'Jadi kapan Jakarta bebas banjir?'. Lha wong sejak jaman Belanda Batavia sudah banjir kok," ujar Henry kesal.

Lanjut Henry, ketika Jokowi mengakui tidak sempat mengecek soal tanggul-tanggul yang ada di Jakarta, Rizki malah bertanya, "Kenapa tidak mengecek, Pak?". Seharusnya, kata Henry, bertanya seputar bagaimana pemeliharaan tanggul-tanggul itu dan siapa yang bertanggung jawab.

"Benar-benar miskin riset."

Di milis ini, Reporter tvOne juga dikritik oleh Armin Bell dari Ruteng Flores. Lewat tulisan berjudul tvOne dan Reporter Antipati yang diposting pada Sabtu, 19 January 2013 pukul 14:00 WIB, ia menilai Reporter tvOne begitu sok tahu. Ini terlihat saat seorang Reporter perempuan dengan bersemangat melaporkan situasi di sebuah tenda pengungsian di Jati Asih.

Reporter memulainya dari pertanyaan tentang pola distribusi bantuan yang dijawab oleh si relawan dengan mengatakan, "Kami melakukan distribusi langsung kepada para pengungsi di tenda-tenda.". Belum selesai berbicara, Reporter langsung bertanya dengan tendensius: "Lho kenapa tidak melalui RT? Kan lebih bagus kalau melalui RT?"

Dalam pertanyaan sok tahu berikutnya, Reporter menanyakan tentang bahan-bahan yang didistribusikan. Relawan pun menjawab, "Macam-macam mbak, ada pakaian, selimut, mie instan dan kebutuhan-kebutuhan lain.". Namun, Reporter perempuan tvOne ini kembali bertanya sekaligus memberikan kesimpulan.

"Saya pikir yang sangat mereka butuhkan adalah air bersih. Kenapa tidak disiapkan air bersih?" tanya Reporter itu.

Terakhir Armin juga mencatat kesoktahuan Reporter ini, ketika menanyakan tentang mie instan, dimana menurut Reporter ini salah. "Mas, koq distribusi makanannya mie instan? Kan susah itu diolah oleh para pengungsi. Mengapa tidak menyiapkan nasi bungkus?"


Oleh karena sudah hilang kesabaran, Relawan yang diinterview pun Nampak marah. Wajahnya sangat jelas menunjukkan kemarahan. Namun ia tetap menjawab dengan sedikit ketus, "Selama ini tidak masalah koq mbak. Semua baik-baik saja. Mereka bisa mengolahnya dengan baik!"


Menurut Armin Bell, Reporter Nampak sekali sangat tendensius, menuduh apa yang dilakukan Relawan semuanya salah, mulai dari pola pendistribusian bahan-bahan, air bersih, sampai mie instan. Padahal. Seharusnya Reporter tidak menuduh sesuatu yang belum tentu benar di depan kamera televise, yang pada saat itu disiarkan secara langsung.

"Bagi saya, reporter tadi tidak menunjukkan sikap empati yang harusnya dimiliki oleh setiap wartawan, tetapi dia sedang antipati pada para relawan. Heran!" ujarArmin kesal.

Sumber

Ahok jawab tudingan pencitraan

Ahok jawab tudingan pencitraan
Ahok terbaru. ©2012 Merdeka.com

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyangkal kalau selama ini sering beraksi demi pencitraan. Menurut dia, justru di tangan Jokowi-Ahok ada kemajuan di ibu kota

Sebutan pencitraan itu muncul karena Jokowi identik dengan gaya blusukan, sedangkan Ahok dengan style marah-marah yang diunggah di Youtube.

Ahok, sapaan Basuki Tjahaja Purnama menjelaskan situasi ketika Kamis pekan lalu dia tidak datang ke Balai Kota karena rumahnya kebanjiran. "Kalau pencitraan, Kamis saya ke kantor pakai jas. Kalau tahu banyak wartawan, saya bilang.'mari ikut saya.' Harusnya begitu kalau pencitraan," ujarnya di Balai Kota, Selasa (22/1).

Menurut Ahok, saat itu dia bekerja sesuai perintah gubernur yaitu mencari pasir. "Saya disuruh gubernur mencari pasir dan batu. Kita kontak Jaya Konstruksi. Apa harus nge-tweet terus menerus. Menurut saya itu genit banget," kata Ahok.

Ahok menyebutkan beberapa gebrakan kepemimpinan di era Jakarta Baru. Dia mencontohkan program Kartu Jakarta Sehat (KJS) nantinya akan dibuat sistem yang sederhana yakni bekerja sama dengan Askes, sehingga ini yang membedakan dengan Jamkesda.

"Kita kerja sama dengan Askes nanti. Kita harus bikin sistem sederhana, tapi ini yang membedakan. Bukan pencitraan, buktinya sejarah DKI sudah ada e-ticketing dan pajak online yang sebelumnya bisa diterapkan, baru sekarang jalan," jelas Ahok di Balai Kota Jakarta, Selasa (21/1).

Politikus Gerindra ini mengaku setiap orang sudah mengetahui ada perubahan dan sudah terlihat. Mengenai video dia marah-marah kepada notulen, menurutnya itu kejadian tidak sengaja.

"Ini kan kejadian tidak disengaja ketika video buruh demo. Saya ingin ada video bukti bahwa banyak buruh-buruh yang masuk angin. Ternyata yang diambil pas saya lagi marah sama notulen. Itu dua jam negosiasi sama buruh, dipotonglah ketika saya marah. Apakah ini pencitraan, saya tidak tahu," terangnya.

Dia mengatakan gubernur ingin semua sistem transparan. Namun, ada persepsi Ahok tukang marah-marah.

"Ternyata ini opini oknum saja kalau Ahok suka marah-marah," katanya.

Dia mengatakan Jokowi-Ahok merupakan pemimpin yang tipikal tidak puas. Pasalnya, mereka bekerja dengan sistem cepat.

Sumber : merdeka.com

100 Hari di Jakarta, Jokowi mulai jadi anak gaul

100 Hari di Jakarta, Jokowi mulai jadi anak gaul
jokowi dan joko penjaga waduk pluit. ©2013 Merdeka.com/sholeh

Selasa 22 Januari kemarin, Gubernur Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi genap 100 hari memimpin Jakarta. Hiruk pikuk permasalahan Jakarta mulai dari kemacetan, banjir, penataan pelayanan pemerintahan coba diurai Jokowi sejak dirinya dilantik.

Berbagai cara coba di lakukan Jokowi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Namun selama 100 hari tinggal di Ibu Kota, Jokowi pun kini berubah menjadi anak gaul.

Pria yang berteman akrab dengan minyak kayu putih ini tiba-tiba saja sering melontarkan kata-kata gaul atau bahkan mungkin alay. Kata seperti ciyus (serius) dan BT (boring time) saat ditanya wartawan kapan dirinya merasa tidak bersemangat.

"Kalau pas B sama pas T ya bete, ciyussss," celetuk Jokowi di Balai Kota dan disambut gelak tawa para awak media, Selasa (22/1).

Sedikit berbeda dengan apa yang ucapkan Jokowi di hari ke 100 itu, Jokowi yang biasa melontarkan kata 'Mbo ya sabar' dan 'Ndak' dengan logat jawa mendadak menjadi anak Alay (orang menyingkat kata secara berlebihan). Namun di balik bahasa alaynya yang mengundang gelak tawa, Jokowi mengaku tidak menganggap enteng permasalahan kota Jakarta seperti kemacetan dan banjir yang hampir sepekan kemarin membuat pusat kota lumpuh.

"Bukan enteng, gak ada, biasa saja hanya size ukuran saja yang berbeda," ujar Jokowi.

Meski keningnya selalu dikerutkan dan kerap ditepuk, mantan Walikota Solo itu menampik bahwa ekspresi tersebut merupakan pertanda pusing. Jokowi menjelaskan terkait aksi menepuk keningnya tersebut dianggap sebagai hal yang lumrah dan biasa.

"Biasa saja, jangan pikir saya melihat seperti itu pusing, kalau pegang gini (kening) biasa saja," ucap Jokowi.

Sumber : merdeka.com

Senin, 21 Januari 2013

Kado 100 Hari Jokowi: Wasiat Bang Ali

Hari ini, Selasa, (22/1/2013), tepat seratus hari Joko Widodo menjadi gubernur Jakarta. Dalam waktu yang baru seumur jagung, pria asal Solo ini sudah menghadirkan banyak gebrakan.

13588147911561499489

Cover buku biografi Ali Sadikin

Jokowi dan Basuki Tjahaja Purnama seolah ngebut untuk mewujudkan Jakarta Baru. Gelora perubahan begitu terasa di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sikap para pegawai memang tidak seragam, ada yang antusias tapi tidak sedikit yang skeptis.

Begitu juga di kalangan masyarakat, pro kontra terus mengiringi langkah Jokowi. Aksi blusukan yang biasa ia lakukan juga ramai diperbincangkan. Sebagian besar memuji langkah yang tidak umum ini, tapi ada juga yang mencibir sebagai aksi pencitraan. Well, begitulah demokrasi, siapa saja bebas berpendapat.

Langkah menuju akhir masa bakti masih panjang. Semoga saja beliau mampu menapaktilasi keberhasilan gubernur Jakarta yang paling dikenang, Ali Sadikin. Sepak terjang Jokowi memang amat mirip dengan gaya kepemimpinan Bang Ali.

Sebagai bekal mengarungi perjalanan panjangnya, mungkin Jokowi perlu menyimak beberapa pesan Bang Ali berikut ini:


"Saya tidak begitu gembira ketika ditunjuk sebagai Gubernur Ibukota Jakarta pada tanggal 28 April 1966. Saya sadar, tugas yang dipercayakan pada saya sama sekali asing bagi latar belakang dan pengalaman saya. Saya memulai tugas itu ketika masyarakat sedang dalam masa transisi yang penuh rasa saling curiga. Dalam kondisi ini lalu tumbuh obsesi saya untuk menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan golongan dan pribadi dalam menjalankan aneka ragam tugas kepala pemerintahan daerah."


Situasi yang dialami Bang Ali hampir serupa dengan yang kini dihadapi Jokowi. Memang, sebelum menjadi gubernur Jakarta, Jokowi sudah merasakan posisi Walikota Solo. Namun, tentu saja kompleksitas permasalahan yang dihadapi jauh berbeda. Di Jakarta, ia juga harus mengawali kepemimpinannya di tengah masyarakat yang baru saja terbelah sikap politiknya dalam pilkada.


"Dalam minggu-minggu pertama masa pemerintahan saya, saya menemukan kota yang penuh kekacauan dan tidak terkelola dengan baik. Tidak ada program kesejahteraan sosial. Pertumbuhan penduduk sangat tinggi dan masyarakatnya heterogen secara etnis dan sosial ekonomi. Sistem pemerintahan dan aparatnya sudah menjadi alat yang berjalan, atas dasar imbalan, yang khas bagi kondisi politis dan suasana pada waktu itu. Iklim politis-psikologis sangat tidak menguntungkan, yang disebabkan merosotnya kepercayaan warga pada aparat pemerintahan kota."


Lagi-lagi, kondisi yang hampir mirip dihadapi oleh Jokowi. Masyarakat sudah kadung memberi cap elitis pada rezim sebelum Jokowi. Keberpihakan terhadap masyarakat dianggap sangat lemah. Pun demikian dengan sikap perilaku birokrat. Alih-alih menjadi pelayan publik, justru memosisikan diri sebagai pihak yang dilayani.


"Situasi demikian menuntut janji pada diri saya untuk memberikan kepemimpinan yang bertujuan untuk menumbuhkan kembali keyakinan warga kota pada pemerintahannya. Kepemimpinan yang dapat memperhatikan kepentingan masyarakat secara teliti dan benar."


Di bawah kendali Pak Joko, semua diubah. Beliau memulai dari diri sendiri, memberi contoh bagaimana seharusnya menjadi 'pelayan publik' yang baik. Blusukan yang sering dilakukan sejatinya adalah upaya dari Pak Joko untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap pemerintah.


Dalam konteks kepemimpinan transformasional, Bang Ali bercerita,


"Kepemimpinan yang dapat mengambil keputusan positif secara tepatpada waktunya, dan yang dapat membentuk langkah yang efektif dan memadai untuk menghadapi tiap kemungkinan. Kepemimpinan yang sejauh mungkin berdasarkan prinsip kemanusiaan dan penghormatan terhadap hak individu tanpa memandang status sosial, keyakinan politik atau afiliasi agama. Kepemimpinan yang mampu merumuskan kebijaksanaan politik pragmatis yang bertujuan mengurangi pertentangan ideologis, yang sesuai dengan pengalaman sejarah, tidak menghambat kemajuan nasional, dan lebih sering membawa bencana."


Hingga sejauh ini, sosok Joko Widodo masih menjadi media darling alias figur kesenangan media. Apapun yang dilakukan Jokowi selalu diberitakan, dan seringnya dengan angle pemberitaan yang positif. Popularitas Pak Joko pun meroket terus melewati tokoh-tokoh nasional lain. Bahkan tidak sedikit yang menjagokan gubernur Jakarta ini untuk menjadi Presiden Republik Indonesia. Akan tetapi, alangkah baiknya jika beliau mengingat betul pesan Bang Ali ini:


"Dalam mengemban tanggung jawab ini seringkali popularitas pribadi terancam karena saya harus menginjak banyak kaki politik. Waktu itu dan sekarang pun sasaran yang sudah saya tetapkan adalah membebaskan diri dari kebimbangan dan rasa sungkan sejauh campur tangan politik diperlukan dalam masalah yang terkait pada ketenangan kota."

13588152751436500282

Kerap dicibir doyan pencitraan, tak bisa dipungkiri Jokowi adalah sosok yang dicintai rakyatnya

Satu pesan lagi dari Bang Ali yang cukup penting digarisbawahi adalah, "Ketika saya memulai pemerintahan kota, ternyata karisma saja tidak cukup memenuhi kualitas kepemimpinan untuk mengatasi masalah kota yang tak terhitung banyaknya. Ada risiko-risiko terhitung yang harus ditempuh; tantangan-tantangan terhadap program saya. Pada waktu yang sama, pikiran saya terbuka untuk kritik yang membangun, dan hati pun terbuka bagi mereka yang memberi dorongan. Memang sulit memperkenalkan ide-ide baru, khususnya kepada komunitas yang enggan menerima perubahan karena ciri budaya, latar belakang serta wawasannya."


Penulis : Shendy Adam


Sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/01/22/kado-100-hari-jokowi-wasiat-bang-ali-526779.html

Cerita Supir Taksi tentang Jokowi

Oleh : Ilyani Sudardjat

Kemarin ketika habis belanja minyak kayu putih, minyak telon, sabun dan lain lain, untuk kebutuhan pengungsi banjir, kami naik taksi ke lokasi pengungsi di daerah Pengadegan. Pak supirnya ramah sekali, langsung mengajak ngobrol.

Yang pertama dia menekankan bahwa banjir ini tidak bisa disalahkan pak Jokowi. Karena pak Jokowi kan belum lama jadi Gubernur. Dan hari ini pas hari ke-100 Jokowi menjabat. Yah, kira kira baru 3 bulan lebih beberapa hari deh.

Kemudian, dengan semangat, pak supir juga mengatakan bagaimana pak Jokowi sebagai pemimpin sudah melakukan yang sebaik baiknya bagi warga Jakarta.

'Bayangkan, pak Jokowi tidak tidur setiap hari, paling cuma 2 jam, karena memikirkan rakyatnya. Belum lagi tiap hari siang malam datang ke lokasi banjir untuk memastikan bahwa pekerjaan mengatasi banjir sudah dilakukan sebaik baiknya. Pak Jokowi bahkan ikut membantu mengangkat batu untuk mengatasi tanggul yang jebol itu. Tanggul itu kan sebenarnya urusan pusat, tetapi pak Jokowi mengerjakannya!" kata pak supir lagi.

Aku manggut-manggut dengerinnya. Tahu darimana ya pak supir? Apa aku yang kuper jarang menonton tv? Dan apa benar pak Jokowi ikut bantuin mengangkat batu? Kalau benar, alhamdulillah, diberkatilah Jakarta mempunyai pemimpin seperti itu.

Jadi inget, Nabi SAW juga ikut mengangkat batu, ketika menyiapkan parit untuk pertahanan Khandak. Atau Umar ra yang memanggul sendiri karung gandum ke rumah seorang penduduk, ketika mengetahui penduduknya ada yang kelaparan. Dan Ali ra yang memberi makan orang miskin, walaupun dia juga tidak punya makanan untuk dimakan hari itu.

Pak supir kembali meneruskan. Bahwa sekarang ini di Indonesia tidak ada pemimpin seperti pak Jokowi. Yang benar benar bekerja untuk rakyat. Tidak jaim. Tidak peduli omongan orang. Ikhlas bekerja untuk rakyat. Keikhlasan yang tidak perlu dilisankan oleh pak Jokowi. Tetapi rakyat, atau paling tidak pak supir ini bisa menilainya sendiri.

Dan pak supir juga bilang, gimana dia gemes sekali dengan anggota DPRD yang menghalangi Jokowi masalah APBD itu. Eh, kalau soal DPRD ini aku yang ngomporin deh, hehee. Soalnya memang keterlaluan tuh, beberapa parpol yang memperlambat pembahasan APBD dengan alasan yang terlalu dicari cari. Padahal se-Indonesia ini, tinggal provinsi DKI yang belum ketuk palu APBD nya.

Makanya pak supir dengan semangat menyatakan, rakyat seharusnya bergerak mendemo DPRD kalau menghambat kerja Jokowi. Rakyatlah yang harus bergerak jika Jokowi dihambat birokrasi.

Ketika pak supir mengatakan ini, aku merasa, pembelaan dia terhadap Jokowi juga tulus dari seorang rakyat kepada pemimpinnya. Apakah terlalu lebay, atau memang begitulah adanya. Terhadap seorang pemimpin yang rela blusukan untuk mengetahui riil yang terjadi dan memberikan empati kepada rakyatnya.Rela masuk gorong gorong, untuk melihat jeleknya kualitas pembuangan air disini.

Dan tidak peduli ketika media menyebut ini pencitraan lah. Atau tidak perlu lah pemimpin seperti ini, cukup delegasi ke anak buah. Tetapi seperti kata pak Jokowi, blusukan itu ibarat membuka pintu. Selanjutnya tentu dinas terkait yang harus meneruskan untuk memperbaiki sistemnya.

Ketika kami sampai, sebenarnya pak supir masih semangat cerita. Tetapi intinya, yups, aku sudah tahu, dan aku terharu saja, kalau ada seorang kawulo, seperti aku juga, dan banyak rakyat Jakarta lainnya, begitu mencintai pemimpinnya seperti ini.

100 hari Jokowi-Ahok, insya Allah kedepan akan semakin baik lagi. Apalagi jika rencana-rencana besar yang memang telah matang kajiannya, dieksekusi untuk dilaksanakan. Seperti kata Jokowi, bukan saatnya lagi merencanakan, tetapi implementasinya yang kudu serius!

Sumber : http://sosok.kompasiana.com/2013/01/22/cerita-supir-taksi-tentang-jokowi-521837.html

Jokowi: Suasana Begini Jangan Tanya 100 Hari



Masa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akan memasuki ke-100 hari kerja memerintah Ibu Kota, Selasa (22/1/2013).

Menjelang 100 hari masa kerjanya, Jokowi diberi ujian hebat dengan bencana banjir yang menerjang Ibu Kota. Raut muka Jokowi yang khas selalu menebar senyum tampak berubah menjadi muka yang suntuk seakan penuh permasalahan Ibu Kota yang harus segera ia selesaikan.

Saat ditanya wartawan terkait kinerjanya selama 100 hari, Jokowi mengisyaratkan untuk enggan menjawabnya. Jakarta yang masih tanggap darurat menjadi alasan Jokowi untuk tidak mau memikirkan kinerja 100 hari masa kerjanya.

"Jangan tanya 100 hari. Sekarang ini suasana kaya begini kok masih ada yang tanya 100 hari," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Senin (21/1/2013).

Menurut Jokowi, apabila banjir tidak menerjang Ibu Kota, tentunya telah banyak program yang ia putuskan dan segera memulai pembangunannya. Contohnya, pembangunan dua transportasi massal berbasis rel, yaitu mass rapid transit (MRT) dan monorel.

Namun, karena banjir hebat yang menerjang Jakarta, saat ini Jokowi akan fokus untuk menyelesaikan permasalahan banjir dan segera menutupi segala kekurangan bagi pengungsi banjir.

"Kita saat ini masih berkonsentrasi mengurus banjir. MRT dan monorel kalau tidak ada banjir sudah saya putuskan kemarin dan sudah selesai semua kalkulasinya," kata Jokowi.

Namun, Jokowi mengaku masih tetap bersemangat untuk menjalani segala permasalahan multikompleks yang ada di Jakarta seraya menutupi segala permasalahan yang berkumpul menjadi satu di dalam pikirannya.

"Wajahnya kayak begini, dilihat dong wajah saya. Nih dilihat dong wajah saya, masih toh, he-he-he-he," ucap Jokowi seraya tertawa.

Ia juga menjamin tak ada yang berubah dari program-program prioritas yang telah ia ajukan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) DKI 2013. Namun menurutnya, hanya jadwalnya yang sedikit mundur karena bencana banjir tersebut.

"Semuanya tetap sesuai dengan perencanaan, hanya schedule-nya kita undur karena ada banjir ini," kata Jokowi.

Salah satu kegiatan yang ia undur waktunya adalah public hearing MRT yang sejatinya dilaksanakan pagi tadi pukul 10.00 WIB di Balai Agung Balaikota DKI dengan agenda mendengarkan pemaparan dari Direktur Utama PT MRT Jakarta Tribudi Rahardjo.

Dengan public hearing itu, maka semuanya akan terbuka, mulai dari kalkulasi pembiayaan dengan pemerintah pusat, harga tiket, hingga infrastruktur MRT.

Namun, agenda tersebut dibatalkan karena Jokowi hari ini mengunjungi Gedung DPR/MPR dan juga meninjau Stasiun Pompa Waduk Pluit.

"Sekali lagi, masak lagi ada banjir mau public hearing. Yang bener saja. Kita undur semuanya sampai kira-kira Jakarta menurut kalkulasi sudah aman, baru kita bicara yang lain. MRT ini tinggal mengumumkan saja, tapi dalam momen seperti ini ya enggak pas," kata Jokowi.

Sumber : kompas.com

Jokowi Setuju Wacana Pemindahan Ibu Kota

Jokowi Setuju Wacana Pemindahan Ibu Kota
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (menggunakan batik cokelat) bersama dengan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI mendiskusikan antisipasi banjir di Jakarta yang telah darurat. Setelah mengunjungi pimpinan MPR, Jokowi juga mengunjungi pimpinan DPR RI, di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, Senin (21/1/2013).

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo akhirnya menyetujui wacana pemindahan ibu kota dari Jakarta yang dilontarkan oleh Ketua MPR Taufiq Kiemas. Menurutnya, jika sudah mentok Jakarta banjir terus, tidak ada pilihan lain.

"Kalau memang sudah kita mentok dan kesulitan untuk mengatasi banjir Jakarta, tidak ada jalan lain. Ya, saya sangat setuju dengan Bapak Ketua MPR untuk dipindah," kata Jokowi saat bertemu dengan pimpinan MPR di Gedung MPR RI, Jakarta, Senin (21/1/2013).

Sebelumnya, Taufiq Kiemas mengungkapkan kepesimisannya terkait penyelesaian masalah Jakarta, termasuk banjir. Menurutnya, diperlukan langkah-langkah strategis dan fundamental untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satunya dengan mempertimbangkan kembali opsi pemindahan ibu kota ke daerah lain.

Menurut Taufiq, bencana banjir menambah daftar panjang persoalan yang terjadi di Jakarta, selain kemacetan dan kejahatan. Ia menilai, beban ibu kota harus digantikan dengan daerah lain yang memenuhi syarat, baik secara geografis, geopolitik, maupun sosioekonomis.

"Salah satu daerah yang pernah ditawarkan untuk menggantikan DKI Jakarta sebagai ibu kota negara oleh presiden pertama RI Bung Karno adalah di Palangkaraya, Kalimantan Tengah," ucap Taufiq.

Keputusan pemindahan ibu kota negara itu, lanjutnya, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah bersama DPR, tetapi juga perlu dukungan rakyat Indonesia.

Sumber : kompas.com