Seharian menyusuri daerah kumuh. Dari teh pahit sampai tempe mendoan.
Sang gubernur tak ada di rumah dinasnya pagi itu. Dua lelaki penjaga berdiri setengah mengantuk di depan rumah di Jalan Suropati, Jakarta Pusat. Hari masih terang-terang tanah. Bangunan tua tahun 1920, dengan jejak kolonial, bersemburat cahaya temaram. Di garasi, teronggok diam tiga mobil. Salah satunya, Kijang Innova.
Inilah rumah dinas Joko Widodo, Gubernur baru DKI Jakarta.
Seorang lelaki berbaju batik menjelaskan, Joko Widodo atau
Jokowi memang rapat di rumah itu semalam bersama wakilnya Basuki Tjahya Purnama alias Ahok. "Tapi ia tidak tidur di sini," ujar Devid Agus Yunanto, si lelaki berambut cepak, salah seorang ajudan
Jokowi.
Tak jelas di mana
Jokowi bermalam. Biasanya, kata Devid,
Jokowi tinggal di rumah kerabatnya di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Selama repot-repot saat masa kampanye, dia kerap berangkat dari rumah bergaya Solo itu, di Jalan Batu Gang Arab.
“Silakan cari ke Balaikota,” kata Devid. Dia lalu pergi.
Tak lama, Innova hitam itu meluncur keluar rumah. Wartawan VIVAnews membuntutinya. Mobil itu melaju kencang. Setelah sejumlah belokan menuju ke Cikini, mobil itu melambat, tepat di seberang Taman Ismail Marzuki (TIM). Lampu sennya berkedip, tanda merapat ke kanan. Mobil itu masuk ke pelataran parkir Hotel Alia, sebuah hotel bintang tiga--bukan empat atau lima--di bilangan Cikini.
Di lobi hotel sederhana itu, semua petugas bungkam. Mereka menggeleng atau menjawab tak tahu ketika ditanya apakah
Jokowi menginap di situ.
Tiba-tiba, seorang lelaki jangkung, menyapa dengan senyum khas.
"Lho, kamu
ngejar saya sampai ke sini?" Dia lalu tertawa lebar. Dialah
Jokowi.
Sejak Rabu malam, dia dan istrinya rupanya menginap di hotel itu. Ada sejumlah tamu hotel mendekat dan menyapanya pagi itu.
Jokowi menyalami mereka, dan lalu bergegas menuju Kijang Innova yang dia sewa sejak masa kampanye itu.
Dua orang ajudannya, Devid dan Ridwan, tampak agak berkeberatan ketika wartawan
VIVAnews Luqman Rimadi meminta
Jokowi melanjutkan perbincangan di mobil. Tapi
Jokowijustru mempersilakan. "Boleh saja. Ayo, bareng saya ke Balaikota. Kapan lagi kamu naik mobil bareng Gubernur, mau tanya apalagi?" kata
Jokowi sambil tertawa.
"Semua sudah siap kan, Devid?"
Jokowi bertanya kepada sang ajudan. Devid adalah orang kepercayaan dalam kerja sehari-hari
Jokowi. Lelaki itu telah membantunya sejak dia menjabat Walikota Solo. Di Jakarta, Devid tetap menjadi “juru giring”, mengatur agenda
Jokowi yang padat.
Meski kini menjadi gubernur,
Jokowi tak megubah kesahajaannya. Ia, misalkan, tetap saja akrab dengan para ajudan. Dia juga masih saja berbagi satu kamar jembar dengan para ajudannya, saat bertugas keluar kota. Alasannya simpel: supaya hemat dan gampang koordinasi.
Juga, setiap kali makan.
Jokowi selalu satu meja dengan para ajudan, pengawal, maupun sopirnya. Soal ini ada yang unik.
Jokowi punya semacam kebiasaan saat makan bersama itu. Setiap mereka diharuskan memilih menu makanan berbeda, tak boleh sama. Tujuannya satu: supaya bisa saling icip.
* * *
Pintu mobil itu ditutup. Sopir mulai menginjak gas. Dua sepeda motor vooreijder Dinas Perhubungan yang menunggu di seberang hotel, ikut bergerak. Tak ada sirine. Yang menarik, mereka juga tak mengawal sangar di depan seperti biasanya, melainkan cukup menguntit di belakang.
Di kabin depan mobil, duduk ajudan Devid dan sopir. Di lajur kedua,
Jokowi bersama Luqman Rimadi dari
VIVAnews. Sementara, di kursi belakang duduk Ridwan, yang seperti tenggelam di tengah baju-baju
Jokowi yang bergelantungan di sisi kiri kabin mobil.
Jokowi bercerita kisahnya selama dua hari menjadi gubernur. Tak ada yang berubah, termasuk dia juga masih jarang sarapan. "Saya sebelum berangkat
ndak sarapan. Jarang sekali. Paling nanti siang baru makan," kata
Jokowi.
Pagi hari itu dia hanya menyeruput secangkir teh pahit. Panas. Tanpa gula.
Teh pahit itu seperti merefleksikan kebersahajaan
Jokowi. Dia bercerita mengapa rumah dinasnya belum juga dia tempati. Katanya itu karena masih terus diberesi. Itu sebabnya, untuk sementara dia tidur di Hotel Alia Cikini.
Bagi seorang gubernur--pejabat setingkat menteri--pilihannya tidur di hotel berbintang tiga itu sungguh di luar dugaan. Standar untuk pejabat tinggi adalah hotel berbintang lima, paling banter bintang empat. Di Alia,
Jokowi menyewa sebuah suite room yang harganya Rp750 ribu per malam. "Ya, kalau hotel itu yang murah-murah saja.
Ndak usah mahal. Cari yang dekat Balaikota," kata
Jokowi.
Jokowi memang dikenal bersahaja sejak memimpin Solo. Dia lebih senang naik taksi, atau mobil sewaan saat menjalankan tugas keluar kota. Ada kisah lucu soal hobi naik taksinya ini. Suatu kali, dia naik taksi ke sebuah pertemuan makan malam. Dia sebetulnya tamu paling ditunggu oleh tuan rumah, tapi petugas keamanan setempat malah mengusir taksi yang ditumpanginya, tak boleh masuk ke halaman rumah. Padahal, tuan rumah sudah siap menyambut di pintu utama.
Jika tugasnya lebih dari satu hari,
Jokowi mengaku lebih nyaman pakai mobil rental. Pilihan favoritnya adalah Kijang Innova. Tentu karena mobil itu bisa menampung banyak orang. Tak heran, pada masa kampanye lalu
Jokowi memasukkan ajudan, pengawal, dan tim suksesnya di dalam satu mobil itu. Baginya, berdesakan bukanlah masalah.
Bagaimana soal pakaian dinas gubernur yang belum juga dia kenakan hingga hari ketiga?
Jokowi bilang itu karena setelah dilantik 15 Oktober lalu, dia langsung turun keliling kampung. Dia sengaja memakai pakaian bebas, tanpa lencana, agar tidak berjarak dengan warga.
* * *
Begitu tiba di pintu gerbang Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan,
Jokowi disambut para juru warta. Kerlap lampu blitz, kamera televisi, dan tape perekam mencegatnya.
Tapi yang membuat dia kaget adalah seorang ibu tua berjilbab yang menunggunya sejak pukul 8 pagi bersama suaminya yang juga renta.
Nenek itu adalah Eka Astuti. Sambil menangis dia mendatangi
Jokowi, membawa sebuah map.
Jokowimengajak orang tua itu masuk ke gedung Balai Agung, tempat ia berkantor. Setelah hampir 15 menit, Nenek Eka keluar. Wajahnya sumringah.
Usai rapat dengan para kepala dinas,
Jokowi meluncur ke perkampungan Sungai Tiram, Bambu Kuning, Marunda, Jakarta Utara. Dia ditemani Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Ery Basworo, dan Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah, Novizal.
Mobil
Jokowi selalu berada paling depan. Butuh waktu lebih dari satu jam untuk tiba di perkampungan pesisir itu.
Selama menyusuri Marunda,
Jokowi membalas teriakan kaum ibu dengan senyum dan lambaian tangan. "Saya ingin menunjukkan di Jakarta masih ada kampung seperti ini. Jalanan seperti ini, rusak. Rumah seperti ini, kumuh," ujarnya.
Matahari mulai terik, tapi
Jokowi tetap antusias berkeliling kampung. Orang-orang tak henti berebut salaman.
Tatkala meninggalkan lokasi, seorang wanita paruh baya datang mendekat. Dia berkaos putih, dengan celana selutut. Si ibu menyodorkan tas plastik. "Ini Pak, oleh-oleh untuk di jalan," kata ibu itu sambil menggendong anaknya.
Jokowi menerima tas plastik kresek bening yang di dalamnya dilapisi kertas koran. Isinya: tempe mendoan.
"Ya, Bu. Terima kasih," ujar
Jokowi sambil tersenyum.
Dia lalu bergegas menuju ke rumah susun Marunda. Butuh waktu 15 menit agar tiba di rumah susun yang dibangun sejak 2007 itu.
Jokowi kaget, dan tercengang. Itu sebetulnya rusun megah, namun bak berhantu. Kayu jendela banyak yang terlepas. Temboknya kusam. Dinding berlumut. Lorong-lorong di sela bangunan itu pengap. Dari 26 blok yang dibangun, hanya tujuh yang terhuni.
Kepada para penghuni rusun,
Jokowi berjanji memperbaiki dan menambah fasilitas. "Saya ini mau menyelesaikan masalah di sini, akan saya perbaiki segera supaya masyarakat mau tinggal di sini. Yang rusak-rusak diperbaiki. Ini dicat sampai atas," katanya. "Apa perlu masyarakat disubsidi penuh? Sampai tiga tahun juga
ndak apa-apa. Dari pada tidak terpakai lima tahun, mau pilih yang mana?" (
Baca: Satu Pekan Empat Langkah)
Dari rusun itu,
Jokowi menuju ke jalur trase kering Kanal Banjir Timur Pintu Air Marunda. Ia hanya memantau dari dalam mobil jalan yang nantinya diperuntukkan sebagai jalur sepeda. Sesekali
Jokowimemerintahkan ajudannya mencatat apa saja yang harus dibenahi. Banyaknya eceng gondok di aliran kanal, mengusik
Jokowi. Dia ingin di sepanjang jalur trase kering dibangun taman agar dapat menjadi sarana hiburan bagi warga sekitar.
Puas memantau Kanal Banjir Timur,
Jokowi kembali ke Balaikota. Di sana, ia telah ditunggu oleh wakilnya, Basuki "Ahok" Purnama. Mereka menggelar rapat bersama jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah. Berbeda dengan
Jokowi yang sibuk turun ke lapangan, mantan Bupati Belitung Timur itu diserahi tugas membereskan berbagai hal di kantor.
Sebelum rapat, Ahok, sudah menerima tamu dari PT Asuransi Kesehatan (Askes). Mereka membahas rencana kerja sama untuk menjadikan Kartu Sehat sebagai proyek percontohan penerapan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Rencananya, Kartu Sehat yang dikelola PT Askes ini sudah dapat diterapkan pada Januari 2013. "Memang kami mau kerja sama dengan PT Askes,” kata Ahok.
Ia menanyakan kesanggupan PT Askes mengelola asuransi kesehatan seluruh warga DKI Jakarta yang berjumlah 9,6 juta jiwa. Bila sanggup, maka Pemerintah Jakarta akan menunjuk mereka.
Ahok juga bertemu dengan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko dan Ade Irawan. Pembicaraan berkisar di seputar pencegahan korupsi anggaran daerah. Mereka bertemu sekitar 45 menit.
Rapat dengan
Jokowi digelar tertutup. Agendanya membahas berbagai temuan
Jokowi selama meninjau lapangan.
Selesai rapat, sekitar pukul 18.30 WIB,
Jokowi kembali ke rumah dinasnya di Jalan Taman Suropati, Menteng. Malam itu dia akan bersua teman lamanya, seorang warga Singapura di Hotel Sultan, Jakarta Selatan. Di rumah dinas itu, dia hanya mampir untuk mandi. Setelah dari Hotel Sultan, dia langsung menuju sebuah hotel di Bandara Soekarno Hatta.
Jokowi hendak ke Solo, untuk menghadiri pelantikan Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo.
Penerbangannya sebetulnya Jumat pagi. Tapi,
Jokowi tak mau kesiangan. "Jam 5 pagi saya harus sudah di bandara. Dari pada kesiangan, ya mending menginap di hotel bandara saja," ujarnya.
Malam tiba. Langit sudah gelap. Besok hari, sang gubernur yang menyihir publik dengan kesahajaannya ini akan kembali bergulat memenuhi harapan yang terlanjur membubung tinggi. Dengan secangkir teh pahit. Panas. Tanpa gula.
Sumber : viva.co.id