Tidak dapat diragukan lagi bahwa Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan nama julukan JOKOWI merupakan sosok yang saat ini cukup fenomenal di Indonesia. Jokowi adalah mantan Walikota Surakarta ini telah menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat luas, semenjak dirinya mempopulerkan mobil SMK beberapa saat yang lalu.

Jokowi yang lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961 ini semakin menjadi perbincangan masyarakat ketika secara resmi mencalonkan diri sebagai calon Gubernur untuk DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P) yang berkolaborasi dengan Partai Gerindra.
Dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang juga sering dijuluki sebagai Ahok.



Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java".
Baca biografi lengkap beliau DISINI

Baca biografi wakil beliau ( AHOK ) DISINI

Jumat, 24 Mei 2013

Warga Jakarta Tak Akan Biarkan Jokowi Dimakzulkan

Warga Jakarta Tak Akan Biarkan Jokowi Dimakzulkan
Gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo-Basuki T Purnama melambaikan tangan usai dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon sirih, Jakarta Pusat, Senin (15/10/2012).

Ancaman DPRD DKI Jakarta untuk menurunkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tidak akan mudah. Sebab, DPRD harus berhadapan dengan para pemilih Jokowi.

Dijelaskan pengamat politik Arie Sudjito, jika berkaca pada UU 32 Tahun 2004, maka DPRD tidak akan mudah menurunkan Jokowi. Apalagi, Jokowi dipilih oleh masyarakat.

Menurut Arie, DPRD merasa di atas angin hanya karena kursi parpol yang mendukung Jokowi lebih sedikit dibanding parpol yang menjadi oposisi Jokowi.

"Walaupun kursi anggota DPRD yang mendukung Jokowi lebih sedikit, DPRD tidak bisa seenaknya melakukan ancaman. Jokowi juga dipilih rakyat. Rakyat yang memilih Jokowi tidak akan tinggal diam," ujar Arie saat dihubungi Kompas.com, Jumat (24/5/2013).

Dia pun menganggap ancaman hak interpelasi hingga pencopotan Jokowi hanya gertakan politik semata. Sebab, DPRD selama ini tidak bisa memberikan apa-apa dan merasa tersaingi ketika ada sosok pemimpin yang membawa perubahan.

"Itu hanya gertakan politik, gebrakan politik Jokowi mengancam DPRD. Apalagi DPRD kurang bisa mendorong perubahan dan mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat. Menurutku, ancaman kepada Jokowi tidak perlu dirisaukan, yang penting Jokowi tetap komitmen," kata pria yang pada Pilkada 2012 yang lalu menjadi tim sukses Faisal Basri-Biem Benyamin.

Sebelumnya, anggota DPRD DKI Jakarta mengancam akan mencopot Jokowi karena dianggap kurang mampu menuntaskan masalah kekisruhan sistem pembayaran Kartu Jakarta Sehat. Anggota DPRD akan menggunakan hak interpelasi karena masalah KJS dan 16 rumah sakit yang keberatan mengikuti program tersebut.

Pemerintah Provinsi DKI dinilai terlalu terburu-buru dalam memberlakukan KJS yang sistemnya belum matang. Apalagi, peluncuran KJS tidak tertulis dalam anggaran tahun 2012 saat KJS diluncurkan.

Sumber: kompas.com

Wakil DPRD DKI: Pencopotan Jokowi Berlebihan

Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta, Triwisaksana.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan bahwa wacana untuk menggulingkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sangat berlebihan. Menurutnya, yang terjadi bukanlah ancaman mencopot Jokowi, melainkan penggunaan hak interpelasi anggota DPRD untuk mempertanyakan pelaksanaan program-programnya.

"Bukan, bukan pencopotan. Itu terlalu berlebihan. Saya pikir Jokowi juga mengerti," kata Triwisaksana saat ditemui di Gedung Bidakara, Jakarta, Jumat (24/5/2013).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini menyampaikan, hak interpelasi wajar digunakan oleh anggota DPRD. Namun, untuk berubah menjadi sikap resmi anggota legislatif, diperlukan porsi suara yang memenuhi jumlah tertentu.

Penggunaan hak interpelasi sempat digunakan oleh DPRD DKI Jakarta di era kepemimpinan Gubernur Fauzi Bowo. Saat itu, para anggota legislatif menggunakan hak interpelasi untuk mempertanyakan kerusuhan yang terjadi di sekitar makam Mbah Priok, Jakarta Utara.

"Tapi penggunaan hak interpelasi itu baru beberapa orang saja, belum sampai ke pimpinan, dan belum tentu jadi juga," ujarnya.

Sebelumnya, anggota DPRD DKI Jakarta mengancam akan mencopot Jokowi karena dianggap kurang mampu menuntaskan masalah kekisruhan sistem pembayaran Kartu Jakarta Sehat. Anggota DPRD akan menggunakan hak interpelasi karena masalah KJS dan 16 rumah sakit yang keberatan mengikuti program tersebut.

Pemerintah Provinsi DKI dinilai terlalu terburu-buru dalam memberlakukan KJS yang sistemnya belum matang. Terlebih lagi, peluncuran KJS tidak tertulis dalam anggaran tahun 2012 saat KJS diluncurkan.

Sumber: kompas.com

"Enak Saja Jokowi Mau Dicopot"


Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo

Penggalangan suara untuk melakukan interpelasi kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tampaknya hanya ramai di Gedung DPRD DKI. Sementara itu, di luar gedung anggota Dewan tersebut, warga Jakarta memberikan suara berbeda.

Contohnya warga yang tinggal di bantaran Waduk Pluit, Muara Baru, Jakarta Utara. Mereka mempunyai pendapat lain soal rencana pemakzulan Jokowi oleh anggota DPRD DKI.

Misalnya saja Muhammad Ali, warga RT 19 RW 17. Dia mengaku tidak setuju apabila Jokowi dicopot dari kursi kepemimpinannya sekarang. Menurutnya, masih banyak hal yang harus diselesaikan terlebih dahulu oleh Jokowi.

"Enak aja mau dicopot, nasib kita gimana? Ini (permasalahan Waduk Pluit) aja belum selesai, mau main kabur-kabur aja," kata Ali di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat (24/5/2013).

Sementara itu, Agung Sulistiyo, juga warga bantaran Waduk Pluit, mengaku tidak peduli jika DPRD DKI mau memakzulkan Jokowi. Sebab, dia masih pusing dengan urusan tempat tinggalnya yang terancam digusur.

"Terserah mereka sajalah mau dicopot, mau diterusin. Saya enggak mikirin. Saya saja sudah pusing ini (pembongkaran rumah di bantaran Waduk Pluit)," kata Agung.

Meski begitu, Agung mengaku sangat menghormati mantan Wali Kota Surakarta itu. Menurutnya, Jokowi masih mau mendengarkan keluhan-keluhan warganya.

Walaupun timbul permasalahan Waduk Pluit, ia tetap menghormati Gubernur DKI Jakarta ini. Hanya, ia enggan membicarakan masalah-masalah yang berada di internal pemerintahan.

"Ngapain dipikirin, saya saja tidak tahu masalahnya. Memang pendapat saya bisa didengar di sana?" kata Agung.

Sebelumnya, anggota DPRD DKI Jakarta mengancam akan mencopot Jokowi karena dianggap kurang mampu menuntaskan masalah kekisruhan sistem pembayaran Kartu Jakarta Sehat (KJS). Anggota DPRD akan menggunakan hak interpelasi karena masalah KJS dan 16 rumah sakit yang keberatan mengikuti program tersebut.

Pemerintah Provinsi DKI dinilai terlalu terburu-buru dalam memberlakukan KJS yang sistemnya belum matang. Terlebih lagi, peluncuran KJS tidak tertulis dalam anggaran tahun 2012.

Sumber: kompas.com

Ahok: DPRD Mau Makzulkan Jokowi? Belagu Banget

"Nggak usah pakai gaya gitu. Itu jadinya cuma gaya-gayaan DPRD saja."

Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, Jumat 24 Mei 2013, mempertanyakan niat DPRD DKI Jakarta untuk memakzulkan Joko Widodo dari kursi Gubernur.

Rencana pemakzulan ini dilatarbelakngi ancaman mundurnya 16 rumah sakit dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS).

"Kalau mau tanya, ya panggil kami saja. Hak tanya saja dibilang pemakzulan. Belagu banget," kata Ahok, sapaan Basuki, di Balai Kota.

Justru Ahok mempertanyakan bagaimana upaya itu dilakukan. "Provinsi itu terdiri dari pemerintah dan DPRD. Ini Bukan seperti hubungan DPR dengan presiden. Ini beda," tuturnya.

Mantan Bupati Belitung ini menjelaskan DPRD memang mempunyai banyak hak. Namun dalam permasalahan ini, DPRD juga bisa menggunakan hak interpelasi yang merupakan hak meminta keterangan.

"Interpelasi cuma hak bertanya. Kalau cuma mau tanya, langsung saja bisa kok. Nggak usah pakai gaya gitu. Itu jadinya cuma gaya-gayaan DPRD saja," katanya.

Rencana pemakzulan terhadap Jokowi sudah digulirkan DPRD sejak dua hari lalu. Kamis kemarin, anggota Komisi E, Asraf Ali, menyatakan ancaman pemakzulan itu. Ia mengatakan sudah terkumpul 30 tanda tangan dari anggota DPRD yang akan mengajukan pemakzulan.

Penggalangan tanda tangan ini didorong rencana mundurnya 16 rumah sakit pelaksana program KJS. Dewan merespon semua keluhan rumah sakit akibat sistem pembayaran INA CBG's yang diterapkan.

Jokowi: DPRD Mau Impeachment Saya, Silakan

Jokowi dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah KJS.

ddd

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menjenguk Lisa Darawati di RSUD Tarakan Slipi, Jakarta, 20 Februari 2013. Lisa adalah ibu bayi kembar Dara-Dera. Dera meninggal akibat telat mendapat penanganan.

Kisruh Kartu Jakarta Sehat (KJS) mengancam posisi Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta. DPRD DKI Jakarta berencana menggunakan hak impeachment atau pemakzulan karena Jokowi dianggap tidak mampu menyelesaikan masalah jaminan kesehatan masyarakatnya.

"DPRD mau impeachment silakan. Saya siap saja kok," katanya di Balai Kota, Jumat, 24 Mei 2013.

Mantan Walikota Solo ini menjelaskan DPRD mempunyai banyak hak untuk mengkritisi. Menurutnya, semua sistem punya fungsi dan kebijakan. Dan fungsi legislatif adalah melakukan pengawasan. "Ada hak budgeting, hak interpelasi dan banyak lagi," katanya.

Niat impeachment sendiri sudah digulirkan DPRD sejak dua hari lalu. Kemarin anggota Komisi E, DPRD DKI Jakarta, Asraf Ali, menegaskan mengenai ancaman pemakzulan itu. Ia mengatakan sudah terkumpul 30 tanda tangan dari anggota DPRD yang akan mengajukan pemakzulan.

Penggalangan tanda tangan ini didorong rencana mundurnya 16 rumah sakit pelaksana program KJS. Dewan merespon semua keluhan rumah sakit akibat sistem pembayaran INA CBG's yang diterapkan.

Selasa, 21 Mei 2013

Jokowi: Penggusuran Pulogadung Bukan Wilayah Kita

Jokowi: Penggusuran Pulogadung Bukan Wilayah Kita  Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo

Joko Widodo mengaku tidak tahu permasalahan eksekusi ratusan rumah di Kampung Srikandi RT 07 RW 03, Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur, yang ricuh. Menurut Gubernur DKI Jakarta, masalah tersebut bukan wilayah Pemprov DKI.

"Enggak tahu, itu bukan wilayah kita," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Rabu (22/5/2013).

Menurut Jokowi, eksekusi penggusuran itu merupakan putusan pengadilan, bukan keputusan Pemprov DKI. Jadi, Jokowi menyerahkan hal itu sepenuhnya kepada pihak PN Jakarta Timur.

Terkait keterlibatan Satpol PP dalam penggusuran yang bukan ranah Pemprov DKI, kata dia, seharusnya tidak ada Satpol PP yang menindak. Namun, mantan Wali Kota Surakarta itu mengungkapkan, bukan tidak mungkin keterlibatan Satpol PP untuk membantu pihak kepolisian yang berjaga di sana.

"Saya selalu sampaikan kalau bukan wilayah kita, ya mestinya enggak ada personel Satpol PP," kata Jokowi.

Eksekusi ratusan rumah di Kampung Srikandi RT 07 RW 03, Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur, terjadi pada Rabu pagi. Sengketa itu terjadi antara PT Buana Estate milik Probosutejo (adik Suharto, mantan Presiden RI) melawan warga Kampung Srikandi, Kelurahan Jatinegara Kaum, Kecamatan Pulogadung Jakarta Timur. Warga sempat terlibat pertikaian dan saling lempar batu dengan petugas gabungan Satpol PP, TNI, dan Polisi yang memegang tameng dan pentungan.

Sumber: kompas.com

Diplomasi Makan Siang ala Gubernur Jokowi

Relokasi warga dari Waduk Pluit berlangsung panas, di lapangan. Begitu pun di media cetak dan elektronik. Perseteruan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan warga seakan terasa sengit, bahkan dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang juga ikut turun ke lokasi.

Namun, semua itu tidak terjadi di atas meja makan Balaikota Jakarta, Selasa (21/5). Pertemuan antara Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan perwakilan warga Waduk Pluit berlangsung hangat. Gubernur sebagai pihak yang akan merelokasi dan warga yang akan direlokasi, sama-sama bersikap luwes, penuh keakraban.

Saat acara makan siang itu, Jokowi belum sempat melepas jas hitam dan dasi setelah mengikuti Sidang Paripurna di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Begitu pun Wali Kota Jakarta Utara Bambang Sugiyono yang mendampinginya. Sementara itu, warga Pluit sudah siap sebelum gubernur datang.

"Ada demo warga Pluit," cetus salah seorang wartawan yang bertugas di Balaikota, siang itu. Dia mengira kedatangan 15 warga Pluit untuk berdemonstrasi.

Ternyata, mereka datang atas undangan Gubernur Jokowi. "Kami diminta datang silaturahmi," kata Syahroni, Ketua RT 017 RW 017, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Pembicaraan diawali dengan perkenalan masing-masing perwakilan warga. Lalu mereka menikmati sajian sop buntut, ikan bakar, ayam bakar, es buah, jeruk, emping melinjo, dan beberapa makanan lain.

Jokowi duduk di sisi selatan meja bundar, berhadapan dengan perwakilan warga Waduk Pluit. Sementara itu, hampir semua kursi yang mengelilingi meja itu diduduki warga.

Permintaan warga

Jokowi menyampaikan untuk sementara tidak ada penggusuran di Waduk Pluit. Relokasi ribuan warga di sisi timur akan dilakukan setelah rumah susun selesai dibangun. Namun, pengerukan Waduk Pluit terus dilanjutkan.

Meskipun demikian, Ketua RW 017, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, Gustara memohon Jokowi agar menarik aparat kepolisian dan satuan polisi pamong praja dari area waduk. Alasannya, keberadaan mereka membuat resah warga, dan warga merasa terancam. "Walaupun mereka diam, warga tidak tenang. Lebih baik mereka ditarik saja Pak," kata Gustara.

Seusai menikmati buah jeruk, Jokowi pun menimpali, "Kalau aparat pergi, siapa yang jaga pekerja dan alat berat di sana. Kapan hari mereka dilempari."

Gustara pun menjawab bahwa pelempar alat berat itu justru pendukung Jokowi saat pilkada. Dia kecewa karena tidak bisa bertemu Jokowi secara langsung. Gustara pun menjamin keamanan pekerja dan alat berat di area waduk.

Pada pertemuan itu, warga juga meminta Jokowi tidak diskriminatif. Ada beberapa bangunan milik orang kaya yang juga berada di area waduk.

Menanggapi hal itu, Jokowi berjanji tidak akan ada perbedaan perlakuan di Waduk Pluit. "Yang kecil dan yang besar perlakuannya sama. Kalau berada di area waduk direlokasi," tegas Jokowi.

Pertemuan itu selesai setelah berlangsung kurang dari satu jam. "Udah, ya Pak, nanti bisa ketemu lagi," Jokowi pamit.

Pertemuan pada siang itu ditutup dengan foto bersama warga. Jokowi bahkan mengantar perwakilan warga sampai ke pelataran Balaikota. Walaupun belum menghasilkan kesepakatan soal relokasi, warga lega bisa bertemu langsung dengan Gubernur. "Yang penting sudah bertemu. Tinggal mencari solusi," kata Ketua RT 017, Kelurahan Penjaringan, Syahroni.

Warga "legowo"

Berdasarkan pemantauan Kompas di Waduk Pluit, sebagian warga di sana memang sudah legowo. Mereka bahkan ada yang sudah bersiap pulang kampung bila digusur.

"Apa boleh buat? Tanah ini memang bukan milik saya. Tanah ini adalah tanah negara dan akan digunakan untuk kepentingan negara," ujar Daryanti (80), kakek 8 cucu, yang bermukim di pinggiran Waduk Pluit sejak 1968.

Hal senada diungkapkan salah seorang warga lainnya, Amir Husein (65). "Dahulu, orangtua saya merantau ke sini sebagai pelayar. Tanah ini digarap dan dijadikan permukiman oleh orangtua saya. Apabila pemerintah ingin mengambilnya kembali, silakan, tidak ada masalah. Namun, pemerintah harus tetap memperhatikan nasib kami," ucap pria asal Bawean, Jawa Timur, yang telah bermukim sejak 1955.

Menurut Abdurahman (63), mantan Ketua RT di sisi Timur Waduk Pluit, permukiman yang ada di sana memang dibangun dari tanah hasil mematok.

"Ada konsep, siapa duluan mematok, maka dia yang menjadi pemilik tanah itu," tutur pria asal Bugis, Sulawesi Selatan tersebut.

Abdurahman mengisahkan, awalnya, seusai Waduk Pluit dibangun, tak ada permukiman di pinggir waduk. Pinggiran waduk masih berupa rawa dan kebun. Pada tahun 1990-an, beberapa warga mulai membangun permukiman di area sekitar waduk. Melihat kondisi itu, dirinya tak mau kalah, dan turut membangun dua permukiman di sana.

Menurut Abdurahman, sebagian besar rumah di pinggir Waduk Pluit juga tidak membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Surat PBB itu dibuat dari calo. Tujuannya, supaya bisa meminjam uang di bank dan kredit sepeda motor di dealer.

Sumber: kompas.com

Jokowi Makan Bareng Perwakilan Warga Waduk di Balaikota

Jokowi Makan Bareng Perwakilan Warga Waduk di Balaikota
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo makan siang bersama perwakilan warga Waduk Pluit Jakarta Utara.

Gubernur DKI Joko Widodo mengundang beberapa tokoh warga di sekitar Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, untuk makan siang bersama di Balaikota, Selasa (21/5/2013) siang. Di sanalah, seluruh keluh kesah masyarakat terkait rencana relokasi ditumpahkan pada sang gubernurnya langsung.

Bertempat di ruang makan gedung Balaikota yang berukuran 5x3 meter persegi, warga tampak makan satu meja melingkar dangan gubernur dan aparat terkait seperti Wali Kota Jakarta Utara, Camat dan Lurah. Tidak ada jarak di antara warga dengan gubernur. Mereka tampak lahap memakan hidangan yang telah disediakan.

Perbincangan warga dengan gubernur dimulai usai acara makan siang. Warga membuka dialog dengan menceritakan tentang Waduk Pluit dari tahun ke tahun. Di mana dahulu, Waduk Pluit masih digunakan untuk beternak ikan bandeng. Baru sekitar tahun 1975, sisi timur Waduk Pluit mulai dihuni oleh warga hingga turun temurun, hingga rencana normalisasi Waduk Pluit muncul.

"Entar solusi yang paling baku gimana bagi Pak RT dan Pak RW?" tanya Jokowi pada warga.

"Warga sebenarnya sudah menyatu dengan lingkungan, jadi tidak mau dipindah. Tapi kan ada program normalisasi pemerintah, kita mau lihat dulu batas (peta) mana yang jadi batasnya. Supaya paham kita, Pak," kata seorang warga.

"Oh iya, nanti kalau sudah komplet semua, kita akan bincang-bincang lagi dengan Pak RT, Pak RW ini. Nanti sama Dinas PU juga," kata Jokowi.

Lebih jauh, mantan Wali Kota Surakarta itu mengatakan, pihaknya tengah mengejar waktu dalam melakukan pengerukan Waduk Pluit. Ia tidak mau menunggu hingga musim hujan depan untuk melakukan pengerukan. Pasalnya, banjir di kawasan tersebut sudah sedemikian parah. Hal tersebut tercermin dari musibah banjir Januari 2013 yang lalu, saat  area Pluit tenggelam.

Menurut Jokowi, Waduk Pluit perlu segera dinormalisasi. Pasalnya, waduk tersebut adalah tempat menampungnya air dari sungai besar yang mengalir di Jakarta, misalnya Sungai Angke, Sungai Pesanggrahan, Sungai Sunter dan lainya.

Di akhir makan siang, seorang warga mengucap terima kasih kepada gubernur atas silaturahmi yang bisa dilakukannya dengan gubernur. "Ini hal yang luar biasa dan juga agar suara msyarakat ini didengar pmimpinnya," ujar perwakilan warga.

Ditemui usai makan siang, Jokowi mengaku hal tersebut merupakan strategi komunikasinya untuk mendengar secara baik masukan warga. Meski dalam kasus Waduk Pluit Jokowi sering bertemu warga, menurutnya, masalah belum selesai. Oleh sebab itu, upaya dialog harus tetap dijalankan hingga programnya bisa berjalan.

Relokasi warga di sekitar Waduk Pluit tak lepas dari musibah banjir di Jakarta awal 2013 lalu di daerah sekitar waduk. Setelah ditelisik, banjir disebabkan penyempitan waduk yang semula seluas 80 hektare menyusut jadi 60 hektare lantaran banyaknya permukiman warga sekitar.

Demi menyelesaikan masalah itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun membangun rumah susun di Marunda dan Muara Baru, Jakarta Utara. Namun, hanya sebagian saja yang bersedia pindah ke rumah susun tersebut. Oleh sebab itulah, Jokowi memutar otak, bagaimana cara menyelesaikan masalah yang tepat dan humanis.

Sumber: kompas.com