Tidak dapat diragukan lagi bahwa Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan nama julukan JOKOWI merupakan sosok yang saat ini cukup fenomenal di Indonesia. Jokowi adalah mantan Walikota Surakarta ini telah menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat luas, semenjak dirinya mempopulerkan mobil SMK beberapa saat yang lalu.

Jokowi yang lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961 ini semakin menjadi perbincangan masyarakat ketika secara resmi mencalonkan diri sebagai calon Gubernur untuk DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P) yang berkolaborasi dengan Partai Gerindra.
Dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang juga sering dijuluki sebagai Ahok.



Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java".
Baca biografi lengkap beliau DISINI

Baca biografi wakil beliau ( AHOK ) DISINI

Sabtu, 18 Mei 2013

Komnas HAM Akui Banyak Mafia di Waduk Pluit

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (tengah) bersama komisioner Komnas HAM Siane Indriyani (kiri) saat berdiskusi tentang nasib warga bantaran Waduk Pluit, Jakarta Utara, Jumat (17/5/2013).

Walaupun sebelumnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan akan terus membela HAM warga Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, karena mereka warga yang telah menetap selama berpuluh tahun dan memiliki KTP, Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila mengakui bahwa banyak mafia yang memiliki berbagai kepentingan di bantaran Waduk Pluit.

"Kami tegaskan kalau Komnas HAM tidak membenarkan masyarakat menduduki tanah negara. Tapi, bukan berarti, kalau ada yang mengadu, kami tidak melakukan pendampingan," kata Laila dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2013).

Ia menjelaskan, Komnas HAM akan bertindak sebagai mediator antara Pemprov DKI dan warga bantaran Waduk Pluit untuk menemukan win-win solution antara dua pihak. Intinya, kata dia, warga bantaran Waduk Pluit harus mendapat informasi yang cukup tentang rencana Pemprov DKI dan informasi mengenai rusun-rusun mana saja yang akan disediakan Pemprov DKI untuk warga Waduk Pluit.

"Oleh karena itu, kami meminta Pemprov DKI menjelaskan rencana normalisasi daerah itu seperti apa. Apa solusi mereka? Harus dipetakan persoalannya seperti apa dan akan kita dalami lebih lanjut," kata Laila.

Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Siane Indriyani mengatakan, warga yang mengadu kepada Komnas HAM adalah warga yang telah berpuluh-puluh tahun tinggal di daerah itu serta memiliki KTP, membayar pajak bumi bangunan (PBB), dan memiliki kartu keluarga (KK). Dengan bukti-bukti yang ditunjukkan itu, Siane beranggapan bahwa mereka adalah warga legal Waduk Pluit.

Oleh karena itu, Siane meminta kepada Jokowi untuk dapat berkoordinasi dengan baik bersama Komnas HAM agar dapat membedakan mana warga yang asli dengan warga yang tidak berhak menempati lahan tersebut (developer dan mafia). "Kami sedang mencari formula bagaimana konsolidasi itu. Kami selalu memantau warga mana saja yang berhak untuk direlokasi dan yang mana yang mafia sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dan tidak dipermainkan oleh mafia-mafia lahan," kata Siane.

Hari ini, Jokowi bertemu dengan Komnas HAM setelah Jokowi dua kali tak memenuhi undangan Komnas HAM. Dalam pertemuan itu, Komnas HAM dan Jokowi sepakat untuk mencocokkan data tentang warga ilegal dan warga yang telah memiliki tempat tinggal sah di bantaran Waduk Pluit.

Lahan Milik Pengusaha Waduk Pluit Akan Dibongkar Paksa


Alat berat kini dapat leluasa mengeduk hamparan enceng gondok di Waduk Pluit, pada area sisi waduk yang telah tak ada lagi bangunan liar, Pluit, Jakarta, Senin (13/5/2013). Pemda DKI Jakarta tetap akan meneruskan pembongkaran pemukiman liar di pinggir-pinggir waduk karena tanah tersebut adalah tanah negara.

Dinas Pengawasan dan Penertiban DKI Jakarta akan melakukan pembongkaran paksa lahan milik pengusaha di bantaran Waduk Pluit. Pembongkaran paksa tersebut akan dilaksanakan pada Senin (20/5/2013).

"Akan dieksekusi hari Senin. Bukan hanya (milik) Tedi saja, tapi Alwi dan Johanes juga," kata Heryanto, Koordinator Program Normalisasi Kawasan Waduk Pluit saat dihubungi Kompas.com, Jumat (17/5/2013).

Heryanto mengungkapkan, tanah yang dikuasai Tedy seluas 6.000 meter, dikuasai Alwi seluas 1 Hektar, dan Johanes sekitar 6.000 meter. Bangunan mereka akan dibongkar paksa karena pemprov sudah memberikan waktu yang cukup lama kepada pengusaha-pengusaha tersebut. Dinas P2B pun telah memberikan SP (Surat Peringatan) 4 kepada pengusaha di bantaran Waduk Pluit.

Heryanto melanjutkan, untuk penguasa lahan yang sudah kaya tidak akan diberikan rusun. Hal ini untuk mencegah supaya unit rusun tidak disewakan kembali oleh mereka. Dengan begitu, rusun akan bisa dinikmati oleh warga yang benar-benar membutuhkan.

Pembongkaran paksa ini seharusnya dilakukan Jumat ini, sesuai perjanjian pengusaha dengan P2B. Namun, karena hari Jumat banyak yang melaksanakan ibadah salat Jumat, maka pembongkaran dilakukan Senin pekan depan.

Heryanto menegaskan, pembongkaran pada Senin nanti hanya pada tempat pengusaha yang masih menguasai sisi barat Waduk Pluit. Sedangkan warga di sisi utara dan timur akan dibongkar saat rumah susun sudah disediakan oleh Pemprov DKI Jakarta.

Pembongkaran pun akan dilakukan oleh petugas P2B. Sedangkan pihak kordinator pengawasan normalisasi waduk akan mem-back up petugas P2B.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, lahan di waduk Pluit memang banyak dikuasai oleh pengusaha. Mereka membangun usaha begitu besar tanpa memiliki IMB.

Seperti pengusaha Tedy menguasai 6.000 meter untuk disewakan. Dia sudah menghitung 6.000 meter tanah di Pluit dengan pasaran Rp 20 juta bisa mendapat Rp 120 miliar. Sedangkan tanah tersebut merupakan tanah milik negara. Untuk itu, pemerintah tidak mau menuruti keinginan pengusaha-pengusaha tersebut.

"Ini yang dibilang orang miskin? Ini yang langgar HAM," ungkap Basuki.

Sebelumnya, Dinas P2B sudah memberikan SP 4 kepada pengusaha-pengusaha yang masih menguasai lahan di sisi barat tersebut. Setelah mendapatkan SP 4, mereka meminta waktu untuk mengosongkan lahan selama tiga hari. Namun sampai saat ini, lahan tersebut belum juga dibongkar. Untuk itu, dinas P2B akan melakukan pembongkaran paksa.

Sumber: kompas.com

Jokowi dan Komnas HAM Cari Warga Waduk Pluit Ilegal

Warga pemilik bangunan di bantaran Waduk Pluit berkumpul di sekitar lokasi pengerukan Waduk Pluit, Jakarta Utara, Selasa (14/5/2013). Mereka berjaga dan menolak pembongkaran rumah-rumah mereka untuk normalisasi Waduk Pluit sebelum berdialog dengan pemerintah daerah.

 Komnas HAM bersama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menyepakati untuk mencari solusi menyelesaikan konflik warga bantaran Waduk Pluit, Jakarta Utara. Salah satunya turun ke lapangan mendata warga yang benar warga DKI Jakarta dan mana yang bukan.

Jokowi mengatakan, kesepakatan itu demi melancarkan realisasi relokasi warga Waduk Pluit. Untuk selanjutnya, Jokowi bersama Komnas HAM akan saling melengkapi data untuk lebih mengetahui warga mana yang ilegal, warga mana yang telah memiliki KTP, ataupun warga yang justru menjadi developer yang ingin menguasai lahan negara. 

"Kami semangatnya sudah sama untuk menyelesaikan permasalahan penataan Waduk Pluit agar tidak ramai lagi. Intinya, kami sama-sama mencari solusi," ujar Jokowi di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2013).

Hal tersebut juga dinyatakan oleh Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila. Menurut dia, Pemprov DKI dengan Komnas HAM akan mendiskusikan lebih mendalam terkait rencana relokasi warga bantaran Waduk Pluit.

"Ada persoalan-persoalan yang kami hadapi bersama di lapangan dan coba kami pecahkan, seperti Komnas HAM dan Pemprov DKI melakukan kajian mendalam, konsep pembangunan, dan menyejahterakan warga," kata Laila.

Menurut dia, Komnas HAM bertugas melakukan penilaian terhadap pengaduan, dalam hal ini menilai pengaduan warga Penjaringan dan Pluit. Ia berharap Pemprov DKI bersama Komnas HAM dapat merumuskan konsep relokasi dan menjunjung tinggi konsep menyejahterakan, bukan memiskinkan warga.

"Kalau konsep rasa keamanan itu sudah menjadi tanggung jawab pihak kepolisian. Jadi, itu yang akan kami kaji dan kami diskusikan secara mendalam," kata Laila.

Sumber: kompas.com

Komnas HAM Jelaskan ke Jokowi soal Tudingan Pencitraan



Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (tengah) bersama komisioner Komnas HAM Siane Indriyani (kiri) saat berdiskusi tentang nasib warga bantaran Waduk Pluit, Jakarta Utara, Jumat (17/5/2013)

Komisioner Komnas HAM Siane Indriyani mengapresiasi langkah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang akhirnya memenuhi panggilan Komnas HAM. Dia juga menjelaskan terkait ucapannya yang menganggap Jokowi hanya mementingkan pencitraan dirinya.

"Kita apresiasi beliau yang mau datang memenuhi panggilan Komnas HAM," kata Siane di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Jumat (17/5/2013).

Dia beralasan bahwa hal itu keluar karena Jokowi seperti tak memikirkan nasib warga Waduk Pluit. Dua kali diundang, tetapi tak juga datang.

"Sekarang kan Pak Jokowi-nya sudah datang. Kalau kemarin kan memang saya belum dapat info beliau mau datang atau tidak. Dengan kehadiran beliau, sekarang sudah ada niat baiknya," kata Siane.

Sikap Siane pun melunak. Jokowi yang duduk di sebelahnya pun menimpali ucapan Siane. Ia membantah kalau disebut mangkir dari pemanggilan Komnas HAM karena disengaja. Mantan Wali Kota Surakarta itu menjelaskan kalau ia baru menerima surat pemanggilan pada sore hari dan belum mempersiapkan data warga bantaran Waduk Pluit.

Di Komnas HAM, Jokowi menjelaskan kalau ada 7.000 warga di Waduk Pluit yang harus segera direlokasi agar normalisasi cepat terlaksana. Menurutnya, ada banyak kelompok yang menduduki lahan negara tersebut dengan berbagai kepentingan.

Jokowi kemudian menjelaskan bahwa DKI telah mempersiapkan rusun di Muara Baru, Luar Batang, dan Marunda bagi warga yang direlokasi. "Kalau mau relokasi ke Rusun Marunda sudah kami beri fasilitas lengkap di dalamnya. Mereka juga akan kami carikan pekerjaan," kata Jokowi.

Sumber: kompas.com

Senin, 13 Mei 2013

Kisah Basuki tentang Kepala Dinas Dihadang Golok di Muara Baru

Kisah Basuki tentang Kepala Dinas Dihadang Golok di Muara Baru Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (ketiga kiri), berkunjung ke Redaksi Harian Kompas untuk bersilaturahim sekaligus menyosialisasikan program kerja Kantor Harian Kompas di Palmerah, Jakarta, Jumat (10/5/2013). Basuki diterima langsung oleh Pemimpin Umum Harian kompas, Jakob Oetama (keempat kiri), yang didampingi CEO Kompas Gramedia, Agung Adiprasetyo (kanan), Pemimpin Redaksi Kompas, Rikard Bagun (kedua kanan), dan jajaran pimpinan Kompas lainnya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku telah melakukan upaya persuasif untuk melakukan pendekatan kepada warga terkait kebijakan Pemprov DKI. Misalnya ke Waduk Pluit, ke Rusun Muara Baru, dan Rusun Marunda. Namun, para pemain di tiap-tiap kawasan tersebut menghasut warga untuk menolak kebijakan Pemprov.

Basuki mencontohkan saat Kepala Dinas Perumahan berkunjung ke Rusun Muara Baru, Jakarta Utara. Saat itu, kata dia, mereka dihadang oleh orang yang membawa golok, yang menolak mengosongkan tempat tersebut.

"Saya tidak mau pergi, Pak. Kalau saya pergi, saya tahu bakal berantem. Kamu bawa golok, kamu enggak mabok, kamu juga pasti takut mati. Ya hitung-hitungan aja pernya takutan siapa. Sama-sama takut mati, kan. Makanya saya putuskan saya tidak mau pergi, saya tahu saya emosional," kata Basuki saat bertemu dengan Jakob Oetoma di kantor Kompas, Jumat (10/5/2013).

Basuki juga menceritakan tentang stafnya yang mendata rumah kosong di Rusun Muara Baru. Menurutnya, mereka mendapat sambutan yang juga tidak mengenakkan.

"Karena dia orang Batak beragama Kristen, provokatornya langsung bilang, teriak yang enggak masuk akal. Ini Kristenisasi... ini Kristenisasi, ini mau bangun gereja. Padahal dia mau ngecek mana yang kosong," tutur Basuki.

"Untung dia bawa staf ada yang pake kerudung, ada tiga-empat orang. Itu kejadian, itu kita lapor ke Polres," ucap pria yang akrab disapa Ahok itu.

Dia juga menceritakan adanya pengusaha besar di Waduk Pluit yang hampir menguasai 2 hektar tanah di kawasan tersebut. Dia membuat gudang besar, kantor besar, dan menyimpan alat besar di tempatnya itu.

Pengusaha itu, kata Basuki, menolak untuk mengosongkan tempatnya. Dia sampai mendatangi rumah Basuki, bersama dengan pamannya (paman Basuki), agar minta tidak digusur.

"Saya bilang enggak bisa. Bangunan enggak ada izin, tempat tinggal enggak ada izin harus dibongkar. Dia pake preman-preman untuk jaga. Ya sudah, saya minta kita juga pake cara-cara agak kasar juga, kirim aja Brimob," ungkap mantan Bupati Belitung Timur tersebut.

"Saya bilang ya sudah, enggak usah datang-datang ke sini. Oom saya juga kalau datang enggak usah kasih masuk, saya minta ke penjaga saya, ngapain kalau dia cuma mau ngurus-ngurus begini."

"Orang jadi enggak suka, tapi ini risiko, enggak ada pilihan. Dia itu yang membiayai tempel-tempel bendera spanduk, pengusaha itu."

Disebut Basuki, sesungguhnya warga sekitar bersedia tinggal di rusun. Namun pengusaha-pengusaha tersebut yang menolak.

Basuki juga menjelaskan bahwa dia tidak menuding warga di sekitar Waduk Pluit sebagai komunis. Namun, cara mereka meminta lahan milik negara dan menjarahnya sebagai cara komunis.

Sumber: kompas.com