Tidak dapat diragukan lagi bahwa Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan nama julukan JOKOWI merupakan sosok yang saat ini cukup fenomenal di Indonesia. Jokowi adalah mantan Walikota Surakarta ini telah menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat luas, semenjak dirinya mempopulerkan mobil SMK beberapa saat yang lalu.

Jokowi yang lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961 ini semakin menjadi perbincangan masyarakat ketika secara resmi mencalonkan diri sebagai calon Gubernur untuk DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P) yang berkolaborasi dengan Partai Gerindra.
Dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang juga sering dijuluki sebagai Ahok.



Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java".
Baca biografi lengkap beliau DISINI

Baca biografi wakil beliau ( AHOK ) DISINI

Rabu, 16 April 2014

Jokowi Tersenyum Dibilang Tak Fokus Urus Jakarta

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tersenyum ketika ditanya apakah dirinya tak fokus mengurus Jakarta karena sibuk dengan urusan pencapresan. Menurut Jokowi, dia sudah memerintahkan anak buahnya untuk menjalankan program kerjanya.

"Gimana sih, he-he-he," ujar Jokowi saat dikonfirmasi seusai pertemuannya dengan Forum Pemred di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (15/4/2014) malam.

Jokowi mengatakan, pihaknya telah mengumpulkan semua satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dari kepala dinas hingga ke lurah demi memastikan seluruh program direncanakan. Namun, apa daya, lambatnya pengesahan APBD DKI oleh DPRD membuat anggaran belum kunjung disahkan sehingga Jokowi tinggal memastikan anggaran itu bisa diserap secepat mungkin.

Pada Selasa kemarin juga, Jokowi juga tidak melakukan blusukan, tidak seperti hari biasanya. Jokowi dikabarkan menghadiri acara pertemuan internal partainya di kediaman Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Jalan Teuku Umar 27A, Menteng, Jakarta Pusat. Di sana tengah berlangsung rapat DPD untuk merespons perolehan suara.

Sejumlah kader partai yang mengikuti rapat memastikan Jokowi hadir di tengah mereka. Tetapi, Jokowi tidak terlihat dari luar rumah Mega. Diketahui, menjelang sore, Jokowi sudah berada di rumah dinas gubernur yang hanya berjarak sekitar 300 meter dari kediaman Megawati.

Hal inilah yang membuat Ketua Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi menyayangkan Jokowi yang menggunakan jam kerjanya sebagai gubernur untuk urusan internal partainya. Ia menilai Jokowi telah korupsi waktu. Menurut Sanusi, posisi sebagai bakal calon presiden mengganggu kerja Jokowi sebagai Gubernur DKI.

"Pasti sudah enggak fokus dia. Harusnya sudahlah, konsentrasi ke capres saja. Kan tinggal tiga bulan. Kalau dia fokus capres ini kan tidak ada yang dirugikan seperti sekarang ini," ujar Sanusi.

Pernyataan Sanusi membuat berang Ketua DPD DKI Jakarta PDI Perjuangan Boy Bernadi Sadikin. Seusai rapat di rumah Mega, Boy mengatakan, sebaiknya Partai Gerindra berkaca terlebih dahulu jika menuding orang lain korupsi waktu dan tidak fokus.

"Dia bilang Pak Jokowi korupsi waktu. Dia suruh ngaca sendirilah. Sehari-hari gimana mereka di dewan," ujar Boy.

Boy yakin Jokowi telah mempertimbangkan banyak hal terkait kehadirannya dalam rapat evaluasi perolehan kursi legislatif bersama semua ketua DPD se-Indonesia pada jam kerja. Lagi pula, Boy mengatakan bahwa aksinya itu demi kepentingan warga secara luas juga.

Sumber: kompas.com

Senin, 14 April 2014

"Kalau Mau Menang, Jokowi Harus Pilih Jusuf Kalla"


Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla

Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, menilai, bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Joko Widodo, harus menggandeng politisi senior Partai Golongan Karya, yang juga Wakil Presiden 2004-2009, Jusuf Kalla, jika ingin memenangkan Pemilihan Presiden 2014. Menurutnya, Jusuf Kalla merupakan sosok yang pas untuk mengimbangi Jokowi di dalam pemerintahan.

"Dia (Joko Widodo) harus memilih Jusuf Kalla kalau mau menang," ujar Arbi, saat ditemui dalam acara Dialog Interaktif Suksesi Kepemimpinan Nasional di Tengah Capres Bermasalah", di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (14/4/2014).

Arbi mengatakan, secara popularitas, Jokowi memiliki keunggulan dibanding capres lainnya. Namun, menurutnya, Gubernur DKI Jakarta itu belum memiliki pengalaman dalam memimpin pemerintahan dalam skala nasional. Jokowi harus memiliki wakil yang paham dan mengerti soal kebutuhan Jokowi dalam memerintah.

Menurut Arbi Sanit, ada sejumlah hal yang perlu dilengkapi oleh Jokowi, di antaranya soal strategi mengurusi persoalan makro-ekonomi nasional dan makro-ekonomi global, serta soal politik internasional terkait politik, militer, dan ekonomi.

Arbi berpendapat, Jusuf Kalla adalah sosok yang tepat untuk melengkapi kekurangan Jokowi tersebut.

Ia tak sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa Jokowi tak cocok bila dipasangkan dengan Jusuf Klla karena alasan senioritas. Menurut Arbi, pasangan capres dan cawapres justru harus diwakili oleh dua generasi.

Jusuf Kalla, kata dia, adalah tokoh dari generasi senior yang cocok untuk mendampingi Jokowi. Jika Jokowi dan Jusuf Kalla terpilih, lanjut Arbi, Kalla akan bertugas menjadi pembuat inisiatif, usul, dan ide-ide untuk membantu kerja Jokowi. Keputusan tetap di tangan Jokowi sebagai presiden.

"Pengambil keputusan tetap di presiden," ujarnya.

Sumber: kompas.com

Ini Syarat Cawapres untuk Jokowi Versi PDI-P


Bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Joko Widodo, melakukan kampanye terbuka di Lapangan Sukun, Malang, Jawa Timur, Minggu (30/3/2014). Pria yang akrab disapa Jokowi meminta kepada masyarakat agar memberikan dukungan kepada PDI-P sekaligus turut mengawasi pelaksanaan Pemilu 2014.

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo mengatakan, pihaknya sangat selektif dalam menentukan bakal calon presiden untuk mendampingi Joko Widodo (Jokowi). Komitmen dan kesamaan visi merupakan dua hal yang menjadi indikator utama dalam menentukan keputusan.

Tjahjo menjelaskan, kriteria pertama untuk figur yang akan mendampingi Jokowi pada pilpres adalah sosok yang memiliki komitmen menjadi wakil presiden selama lima tahun. PDI-P juga meminta agar bakal cawapres Jokowi harus mampu memosisikan diri sebagai wakil presiden saat kelak terpilih dan tidak melampaui kewenangan presidennya.

"Harus bisa memosisikan diri sebagai wapres. Wapres jangan berakting jadi presiden," kata Tjahjo di Kantor DPP PDI-P di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2014).

Kriteria selanjutnya, kata Tjahjo, bakal cawapres Jokowi juga harus mampu memperkuat sistem presidensial, memiliki program prorakyat dan bersungguh-sungguh mengimplementasikan Trisakti Bung Karno.

"Kita enggak mendikotomikan tokoh sipil atau militer, yang penting syarat-syarat itu terpenuhi," ujarnya.

Sebelumnya, politisi senior PDI-P Pramono Anung mengatakan, sudah ada diskusi di internal partainya mengenai figur yang akan dijadikan bakal cawapres untuk Jokowi. Keputusan finalnya akan disampaikan oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri sebagai pemilik otoritas. Komunikasi antara Megawati dan Jokowi mengenai bakal cawapres ini telah berlangsung dalam.

Secara terpisah, Ketua DPP PDI-P Maruarar Sirait mengaku, pihaknya akan menginventarisasi nama bakal cawapres yang dianggap layak mendampingi Jokowi. Di antara nama-nama figur yang mengemuka, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dan Ketua KPK Abraham Samad dianggapnya baik karena menguasai permasalahan hukum.

Figur yang memiliki latar belakang ekonomi, kata dia, adalah Hatta Rajasa. Adapun jika ingin mendapat bakal cawapres yang memiliki latar belakang militer, nama-nama yang disebutkan Maruarar adalah mantan KSAD TNI, Ryamizard Ryacudu dan Pramono Edhie Wibowo, serta Panglima TNI Jenderal Moeldoko.

Namun, dari semua nama itu, Maruarar merasa bahwa pendamping yang paling tepat untuk Jokowi adalah Basuki Tjahaja Purnama karena memiliki pengalaman bekerja bersama memimpin DKI Jakarta.

Sumber: kompas.com

Tudingan 'Matahari Kembar' pada Duet Jokowi-JK Dinilai Tidak Berdasar

Tudingan 'Matahari Kembar' pada Duet Jokowi-JK Dinilai Tidak Berdasar

Tudingan miring akan munculnya matahari kembar jika duet Jokowi-JK maju dan memenangkan pilpres 2014 merupakan sebuah ketakutan yang tidak beralasan. Hal ini disampaikan oleh Pengamat Politik dari Universitas Paramadina Aan Rukmana.

Tudingan ini merupakan isu yang sengaja dihembuskan untuk menghadang terlaksananya duet Jokowi-JK.

“Tudingan matahari kembar itu jelas merupakan ketakutan yang tidak beralasan, sengaja dihembuskan untuk menghadang terlaksananya duet Jokowi-JK,” ujar Aan yang merupakan Ketua Program Studi Falsafah dan Agama Universitas Paramadina.

Aan mengatakan sangat tidak rasional membandingkan head to head kepemimpinan SBY dengan Jokowi. Jokowi memiliki cara kepemimpinan yang cepat dan solutif sehingga kecil kemungkinannya berbenturan dengan JK.

Menurutnya, Jokowi dan JK merupakan tokoh yang sadar dan mengerti betul pembagian tugas masing-masing. Menduetkan Jokowi-JK merupakan langkah yang tepat karena keduanya dapat saling melengkapi

“Jadi kalau ada yang membandingkan dengan kepemerintahan sebelumnya (SBY-JK) Itu kekhawatiran yang berlebihan, Jokowi berbeda dengan SBY. Saya pikir JK justru akan melengkapi kekurangan Jokowi.” ujar pria yang akrab disebut Kang Aan ini.

Terkait wacana Cawapres Jokowi dari kaum muda, Aan mengatakan jika Jokowi disandingkan dengan tokoh-tokoh muda apalagi dari partai politik lain sangat berpotensi terjadinya konflik kepentingan di masa yang akan datang khususnya pada suksesi kepemimpinan selanjutnya. Berbeda halnya jika Jokowi memilih JK yang menurutnya tidak memiliki kepentingan politik jangka panjang.

“Alangkah lebih baik cawapres Jokowi tidak dari tokoh muda, apalagi dari partai lain yang dikhawatirkan justru mempersiapkan diri untuk pilpres 2019 nantinya. Secara politik, paling aman Jokowi meminang JK,” tukasnya.