Pandangan miring tentang kiprah Joko Widodo dan Basuki T. Purnama atau Ahok dalam 100 hari memimpin DKI Jakarta mulai bermunculan. Salah satu yang dominan adalah aksi keduanya dianggap sekadar pencitraan, tanpa bukti konkret. Pandangan tersebut ditepis oleh pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia Ari Junaedi. Menurutnya, Jokowi-Basuki adalah magnet pemberitaan, sehingga apa pun dan ke mana pun keduanya pergi seolah-olah tak pernah lepas dari pemberitaan media.
"Jokowi-Ahok itu newsmaker yang selalu menarik untuk diberitakan media sekaligus memiliki daya tarik bagi masyarakat. Jangan heran kalau mereka selalu diliput media," terang Ari saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/1/2013).
Liputan yang demikian besar terhadap aktivitas keduanya, dalam penilaian Ari, tak bisa digolongkan dalam pencitraan. Sebab, pemberitaan itu bukan atas inisiatif keduanya. Ari menilai, Jokowi-Basuki tidak sengaja meminta liputan khusus atas kiprah keduanya. Namun, sikap keterbukaan yang dibarengi berbagai terobosan yang dilakukan keduanya memang selalu menarik minat media.
"Ini perlu dibedakan. Kalau pencitraan artinya ada unsur sengaja menciptakan publikasi besar-besaran. Jokowi-Basuki tidak ada unsur sengaja. Aksi blusukan Jokowi, misalnya, saya pikir, sebenarnya dia juga tidak ingin selalu diikuti kamera. Tapi, ya memang aksi seperti itu tergolong menarik karena sangat jarang dilakukan tokoh politik atau pemerintahan lain sehingga menarik perhatian banyak orang termasuk media," urai Ari.
Menurutnya, pandangan negatif yang muncul karena Jokowi lebih sering menjadi pusat pemberitaan adalah penilaian yang keliru. Kebebasan akses media dan masyarakat untuk berkontak langsung dengan mantan Wali Kota Solo itulah yang berimbas pada munculnya Jokowi sebagai newsmaker. Ari juga berpendapat, pandangan miring itu juga muncul karena besarnya harapan ketika kedua orang ini terpilih sebagai pemimpin Jakarta.
Sementara itu, pada saat yang bersamaan muncul problem yang tak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. "Ekspektasi terhadap Jokowi-Basuki demikian tinggi dan dirasa belum terjawab dalam 100 hari kerja. Inilah yang kemudian menyebabkan muncul kritikan terhadap keduanya," ujar Ari.
Salah satu kritikan tajam disampaikan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Cak Imin, sapaan Muhaimin, menilai Jokowi lebih sering tampil di televisi dibandingkan bekerja secara terstruktur.
"Jokowi-Ahok itu newsmaker yang selalu menarik untuk diberitakan media sekaligus memiliki daya tarik bagi masyarakat. Jangan heran kalau mereka selalu diliput media," terang Ari saat dihubungi Kompas.com, Rabu (23/1/2013).
Liputan yang demikian besar terhadap aktivitas keduanya, dalam penilaian Ari, tak bisa digolongkan dalam pencitraan. Sebab, pemberitaan itu bukan atas inisiatif keduanya. Ari menilai, Jokowi-Basuki tidak sengaja meminta liputan khusus atas kiprah keduanya. Namun, sikap keterbukaan yang dibarengi berbagai terobosan yang dilakukan keduanya memang selalu menarik minat media.
"Ini perlu dibedakan. Kalau pencitraan artinya ada unsur sengaja menciptakan publikasi besar-besaran. Jokowi-Basuki tidak ada unsur sengaja. Aksi blusukan Jokowi, misalnya, saya pikir, sebenarnya dia juga tidak ingin selalu diikuti kamera. Tapi, ya memang aksi seperti itu tergolong menarik karena sangat jarang dilakukan tokoh politik atau pemerintahan lain sehingga menarik perhatian banyak orang termasuk media," urai Ari.
Menurutnya, pandangan negatif yang muncul karena Jokowi lebih sering menjadi pusat pemberitaan adalah penilaian yang keliru. Kebebasan akses media dan masyarakat untuk berkontak langsung dengan mantan Wali Kota Solo itulah yang berimbas pada munculnya Jokowi sebagai newsmaker. Ari juga berpendapat, pandangan miring itu juga muncul karena besarnya harapan ketika kedua orang ini terpilih sebagai pemimpin Jakarta.
Sementara itu, pada saat yang bersamaan muncul problem yang tak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. "Ekspektasi terhadap Jokowi-Basuki demikian tinggi dan dirasa belum terjawab dalam 100 hari kerja. Inilah yang kemudian menyebabkan muncul kritikan terhadap keduanya," ujar Ari.
Salah satu kritikan tajam disampaikan oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Cak Imin, sapaan Muhaimin, menilai Jokowi lebih sering tampil di televisi dibandingkan bekerja secara terstruktur.
Sumber : kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar