Tidak dapat diragukan lagi bahwa Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan nama julukan JOKOWI merupakan sosok yang saat ini cukup fenomenal di Indonesia. Jokowi adalah mantan Walikota Surakarta ini telah menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat luas, semenjak dirinya mempopulerkan mobil SMK beberapa saat yang lalu.
Jokowi yang lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961 ini semakin menjadi perbincangan masyarakat ketika secara resmi mencalonkan diri sebagai calon Gubernur untuk DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P) yang berkolaborasi dengan Partai Gerindra.
Dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang juga sering dijuluki sebagai Ahok.
Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java".
Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java".
Kamis, 07 Februari 2013
Jakarta banjir lagi, apa kabar rekayasa hujan Jokowi?
Jakarta kembali dilanda hujan besar pada Rabu (6/2) sore kemarin. Curah hujan mulai dari sedang hingga tinggi. Durasi hujan mencapai dua jam lebih.
Hujan kali ini terbilang cukup deras setelah Jakarta banjir pada Januari lalu. Terbukti dari kembali tergenangnya ruas Jl Sudirman-MH Thamrin, dan underpass Casablanca.
Pasca-banjir bulan lalu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) meminta bantuan BNPB, BPBD serta BMKG melakukan teknologi modifikasi cuaca (TMC). Teknologi ini bertujuan untuk mengurai gumpalan awan tebal sehingga hujan deras tidak hanya mengguyur di satu titik.
Melihat hujan kemarin, apakah modifikasi cuaca atas permintaan Jokowi mengalami kendala?
Menurut Ketua BPBD DKI Jakarta, Arfan Arkilie, hujan yang mengguyur Jakarta kemarin sore itu relatif wajar. Dari durasi hujan kurang lebih 3 jam, hanya sekitar 30 menit intensitas hujan yang deras.
"Kemarin hanya 30 menit saja yang derasnya yaitu mencapai 51 milimeter kubik. Selebihnya intensitasnya lebih ringan," kata Arfan kepada merdeka.com, Kamis (7/2).
Arfan menjelaskan, hal yang wajar jika suatu hari Jakarta tetap dilanda hujan. Toh, teknologi modifikasi cuaca yang dilakukan bukan untuk memindahkan seratus persen hujan ke daerah lain.
"Hujan tetap tapi dengan diurainya awan tebal itu, curahnya jadi tidak terlalu deras. Tidak mungkinlah sama sekali tidak hujan, karena kita kan butuh air juga, tanah butuh basah juga. Jadi gak langsung kering gitu, karena air hujan itu banyak manfaatnya," jelasnya.
Modifikasi ini mulai diterapkan 26 Januari lalu. Dan sesuai peringatan BMKG kelembapan masih akan tinggi di bulan Februari ini, maka modifikasi cuaca akan terus dilakukan sampai awal Maret mendatang.
Arfan meyakinkan kalau modifikasi cuaca yang berjalan ini lancar tanpa kendala. Kalau pun hujan tetap turun deras, itu hal yang wajar karena dari segi intensitasnya berkurang.
"Jadi rekayasa ini kita lakukan di Jakarta, Banten dan Bogor. Yang gawat itu kalau setelah dimodifikasi tapi hujan deras terjadi selama satu jam. Dan kemarin kan tidak," tegas Arfan.
Dia berharap semua pihak tidak pesimis dengan penerapan teknologi ini. Atau pun berucap Jokowi tak bisa melawan kehendak alam. Sebab, memang penerapan teknologi bukan sama menahan air hujan agar tidak turun.
"Positif thinking-lah. Jangan terlalu panik, ini juga pernah kok diterapkan sebelum-sebelumnya. Karena ini kan salah satu upaya untuk mengendalikan banjir di Jakarta, menjadikan yang lebat jadi setengah lebat," ucapnya.
Kalau pun hujan setengah jam Jakarta sudah banjir, Arfan menegaskan itulah yang perlu diperhatikan pemerintah daerah.
"Tentu itu karena drainase yang buruk, atau kali-kali yang tidak optimal," ungkap Arfan.
Sumber: merdeka.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar