Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo ketika menghadiri rapat koordinasi regional (rakonreg) II perumahan dan kawasan permukiman tahun 2013 di Hotel Sultan, Jakarta Selatan, Jumat (15/3/2013).
Tak ada yang bisa dilakukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dalam menghadapi peraturan pemerintah pusat yang berbenturan dengan kebijakannya. Mau atau tidak, dia harus mengikuti mekanisme yang ada, tentunya dengan cara-cara yang kreatif.
Soal program mengatasi kemacetan yang ingin dilakukan Jokowi misalnya. Menurut pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo, kebijakan pemerintah pusat mendukung keberadaan mobil murah harus disikapi kreatif oleh orang nomor satu di Jakarta itu. Ibarat ditutup di pintu yang satu, Jokowi harus mencari pintu yang lain.
"Niat Jokowi membatasi kendaraan bagus. Tapi kalau tak didukung pusat, memang sulit berjalan. Sebaiknya dia laksanakan saja menyediakan angkutan umum murah," ujarnya saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (11/9/2013).
"Jangan membatasi kendaraan karena dia akan terbentur dengan industri, dan Jokowi tidak mungkin menang," kata Agus.
Agus yakin mantan Wali Kota Surakarta tersebut memiliki kebijakan alternatif lain untuk mengatasi benturan kebjakannya dengan pemerintah pusat itu. Jadi, Jokowi tak perlu curhat pusing ke media masa lantaran kebijakannya terbentur peraturan.
"Kalau angkutan umum baik, lancar, murah, pasti otomatis, penjualan kendaraan itu turun. Terlebih lagi (mobil pribadi) dipajaki tinggi, jangan khawatir," lanjut Agus.
Demikian pula soal pembebasan lahan yang terbentur Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembebasan Lahan untuk Kepentingan Umum. Menurut Agus, tidak mungkin Jokowi mendobrak aturan tersebut. Yang harus dilakukan Jokowi adalah tetap berpikir positif dan tak perlu bertindak seolah pusat mengganjal kebijakannya.
"Itulah birokrasi. Jika semua pihak berniat demi kebaikan publik, pasti tidak akan lama," ucapnya.
Agus pun menyarankan, jika ingin program Jokowi lekas terlaksana tanpa terbentur aturan pemerintah pusat, maka Jokowi harus ada di pusat. Dengan kata lain, harus Jokowi yang duduk di kursi presiden agar dapat melakukan intervensi terhadap aturan yang berbenturan.
"Kalau dia (Jokowi) mau cepat, dari sudut publik menyenangkan, tapi kan tidak bisa. Atau Jokowi jadi presiden RI dulu, baru bisa," ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar