Para buruh menilai proses penangguhan upah minimum regional (UMP) pada tujuh perusahaan yang dikabulkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo penuh rekayasa yang terstruktur, masif, dan sistematis. Bahkan, sang Gubernur dikatakan telah ditipu, baik oleh perusahan maupun tim verifikasi tersebut.
Ramidi, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Serikat Pekerja Nasional (SPN), menjelaskan, setelah Pemprov DKI Jakarta menetapkan UMP pada November 2012 silam, banyak perusahaan yang mengajukan permohonan penangguhan UMP. Pemprov DKI pun membentuk tim verifikasi dari Dinas Ketenagakerjaan DKI Jakarta demi memilih mana perusahaan yang layak ditangguhkan, mana yang tidak.
"Saat proses itu berjalan, perusahaan ini semua ditolak permohonan penangguhan UMP-nya. Tapi, muncul tim verifikasi lagi untuk menelaah kembali kenapa mereka bisa ditolak. Setelah itu, ternyata dikabulkan permohonannya, ada apa ini?" ujar Ramidi setelah melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Cakung, Jakarta Timur, Senin (29/4/2013) siang.
Selain itu, kata Ramidi, ada indikasi kecurangan waktu dan kecurangan persyaratan administrasi dalam penerbitan penangguhan pelaksanaan UMP di tujuh perusahaan tergugat. Seharusnya, pengajuan penangguhan upah sudah ditutup 10 hari sebelum pelaksanaan. Nyatanya, hingga menjelang Maret, pengajuan penangguhan UMP masih terbuka lebar oleh Disnaker DKI.
Ramidi melanjutkan, atas dasar itulah, para buruh menduga ada bentuk manipulasi sistematis yang dibuat oleh pihak perusahaan dan tim verifikasi agar sejumlah perusahaan tetap memberlakukan upah yang di bawah standar pada para buruh.
Sementara itu, Bahrain, pengacara buruh dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), yakin pihaknya tak salah alamat dalam melayangkan gugatan terhadap Gubernur. Menurutnya, ada dua syarat penangguhan penetapan UMP bisa dikabulkan. Pertama, perusahaan harus merugi dua tahun berturut-turut. Kedua, harus ada kesepakatan antara perusahaan dan buruhnya masing-masing.
Seharusnya, lanjut Bahrain, Jokowi selaku pimpinan tertinggi melakukan kroscek kembali terhadap perusahaan yang memohon agar penetapan UMP kepada buruh ditangguhkan. "Gubernur kan tahunya langsung menandatangani saja. Dia tidak tahu yang terjadi di lapangan seperti apa. Artinya, apa yang diserahkan ke Jokowi, itu yang dimanipulasi," ujar Bahrain.
Bahrain melanjutkan, poin-poin itu menunjukkan bahwa sang Gubernur telah melanggar Pasal 90 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Ketetapan Menakertrans Nomor 231/Men/2003 tentang tata cara penangguhan pelaksanaan upah minimum, Perda DKI Jakarta Nomor 42 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penangguhan UMP.
Atas dasar itulah, buruh di delapan perusahaan yang tergabung dalam Korean Garment Association (Koga) tersebut menggugat Joko Widodo melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk menuntut membatalkan keputusannya.
Sumber: kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar