Tidak dapat diragukan lagi bahwa Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan nama julukan JOKOWI merupakan sosok yang saat ini cukup fenomenal di Indonesia. Jokowi adalah mantan Walikota Surakarta ini telah menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat luas, semenjak dirinya mempopulerkan mobil SMK beberapa saat yang lalu.

Jokowi yang lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961 ini semakin menjadi perbincangan masyarakat ketika secara resmi mencalonkan diri sebagai calon Gubernur untuk DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P) yang berkolaborasi dengan Partai Gerindra.
Dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang juga sering dijuluki sebagai Ahok.



Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java".
Baca biografi lengkap beliau DISINI

Baca biografi wakil beliau ( AHOK ) DISINI

Rabu, 17 Juli 2013

Basuki: Dinas PU DKI Tuh Paling "Nyolong-nyolong" Semua

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengakui, di dalam jajaran Pemprov DKI masih banyak oknum "setan". Oknum "setan" itu ditujukan untuk pegawai negeri sipil (PNS) yang masih belum mau sejalan dengan Jokowi-Basuki dalam menjalankan roda pemerintahan Ibu Kota.

"Masih banyak oknum 'setannya' di situ, gitu loh. Saya belum periksa saja, di Dinas Pekerjaan Umum DKI tuh paling nyolong-nyolong semua," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Rabu (17/7/2013).

Tudingan itu ia lontarkan saat wartawan bertanya penyebab menumpuknya sampah di Pintu Air Manggarai yang ditengarai karena pemangkasan anggaran oleh Basuki. Ia mengimbau agar tidak menyebar fitnah terlebih dulu.

Dia berjanji akan menyelidiki lebih lanjut, apakah memang benar gaji petugas kebersihan Pintu Air Manggarai tidak dibayar, dan menyelidiki seluk beluk petugas kebersihan tersebut. Apakah petugas kebersihan resmi berasal dari Dinas Pekerjaan Umum atau Kebersihan atau justru pekerja dari pihak ketiga, operator yang bekerja sama dengan Pemprov DKI.

Kemudian, ia menuding ada oknum di Dinas PU DKI yang sengaja menahan anggaran agar sampah berserakan. "Pak Ery (Ery Basworo-mantan Kepala Dinas PU DKI) kan dulu begitu. Kali Sunter banyak sampah, pasar ikan tergenang sampah. Alasannya, anggaran diputus. Begitu kita turunkan alat kerja, beres tuh. Kita curiga ada apa-apa. Saya minta tolong kalau wawancara sama PNS, catat nama dan pangkatnya, kalau rekamannya jelas, saya kasih sanksi. Brengsek sekali main fitnah," tegas Basuki.

Terkait menumpuknya sampah di Pintu Air Manggarai, Dinas PU DKI dan Dinas Kebersihan justru saling melempar tanggung jawab. Sekadar informasi, sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 215 Tahun 2012 tentang Pengintegrasian dan Optimalisasi Pengelolaan Sampah, per 1 April 2013, penanganan sampah sungai, kali, dan badan air telah menjadi tugas pokok dan fungsi Dinas Kebersihan DKI.

Kepala Unit Pengelola Kebersihan Pesisir dan Pantai Dinas Kebersihan DKI Budhi Karya Irwanto mengatakan, saat ini Dinas Kebersihan masih bekerja dengan prasarana dan sarana terbatas dalam membersihkan sungai dan badan air di Jakarta. Menurutnya, belum ada mutasi aset peralatan kerja, seperti ekskavator, dari Dinas PU kepada Dinas Kebersihan. Oleh karenanya, mereka pun harus bekerja dengan peralatan seadanya.

Sumber: kompas.com

George Washington, Jokowi, dan Jim Carrey

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo mengikuti arak-arakan Jakarnaval 2013 di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (30/6/2013). Jakarnaval 2013 yang diikuti sekitar 4500 peserta tersebut sebagai rangkaian peringatan HUT Ke-486 DKI Jakarta.

Gambar wajah Soekarno bertebaran di banyak pecahan mata uang yang pernah terbit dan beredar di Indonesia. Sekarang, wajahnya ada di lembar pecahan uang Rp 100.000, nominal terbesar dari denominasi rupiah yang beredar.

Sama-sama pendiri negara seperti Soekarno, George Washington "diabadikan" gambar wajahnya di pecahan 1 dollar AS, uang kertas dengan nominal terkecil negara Paman Sam. Adakah filosofinya?

Kepada teman, seorang Amerika Serikat pernah mengatakan, "Amerika Serikat dibangun dari setiap satu dollar. Penghargaan tertinggi bagi pendiri negara adalah terus menjadikannya fondasi negeri ini. Setinggi apa bangunan yang bisa Anda bangun, bergantung pada seberapa kuat fondasinya."

Jika betul begitu filosofi satu dollar, AS menempatkan Washington di tempat yang seharusnya, yang ideal. Di atas fondasi itu, AS membangun etika dan etos, seperti pada puisi "The New Colossus" karangan Emma Lazarus di bagian kaki Liberty. AS bisa dan pernah jatuh, tetapi tak kehilangan jati diri karena tahu dari mana mereka berasal.

Bagaimana dengan Indonesia?

Sebagai negara, Indonesia juga punya fondasi. Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika adalah fondasi itu, tetapi perlahan dan tanpa sadar "dikhianati" anak bangsa sendiri. Jadilah bangsa Indonesia sebagai "bangsa tanpa identitas".

Apa buktinya? Indonesia sejak dulu kala dikenal sebagai negara agraris, tetapi hari ini Indonesia adalah negeri agraris yang terus saja mengimpor beras. Indonesia adalah negeri subur dan kaya hasil bumi, ibarat lirik lagu lawas "tongkat dan batu pun jadi tanaman", tetapi hari ini justru ribuan anak negeri "diekspor" menjadi tenaga kerja di luar negeri.

Setiap bangsa besar pasti bangga pada bahasanya. Tapi apa yang terpampang hari ini di Indonesia? Meski mengaku berbahasa satu, yaitu Bahasa Indonesia, kalangan terpelajar Indonesia terlalu kerap menulis kata "menunjukkan" dengan "menunjukan" tanpa tahu apa yang salah.

Dalam keseharian, nilai sebagai bangsa beradab juga perlu dipertanyakan ulang. Hak pejalan kaki dianggap biasa saja ketika dirampas para pedagang yang menggelar dagangan. Sebagai bangsa timur, kekerasan dan hinaan pun terlalu sering terlontar dalam percakapan.

Anak-anak Indonesia sekarang fasih berbahasa Inggris, tetapi tak tahu lagi arti pepatah "rawe-rawe rantas malang-malang putung". Begitu juga dari beragam tontonan anak-anak seolah bersahabat akrab dengan Superman, tetapi sama sekali tak kenal siapa Werkudara apalagi Buya Hamka.

Lucunya, bangsa ini berteriak dan mengaku marah, ketika negara tetangga mengklaim batik sebagai bagian budaya mereka. Sementara, anak-anak Indonesia lebih kenal Charles Dickens pada saat mereka hanya melongo ketika disodorkan nama Ranggalawe.

Tantangan Jokowi

Merapat ke Jakarta, ibu kota Indonesia, ada banyak pekerjaan rumah yang menghampar di muka Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Kota ini adalah gambaran nyata banyaknya hal mendasar yang tak diletakkan pada tempatnya. Tantangan bagi Jokowi, nama panggilan Joko Widodo, adalah mengembalikan banyak hal dasar yang selama ini biasa dilanggar dan telah menjadi hal biasa pula.

Misalnya, mengembalikan fungsi waduk sebagai tempat penampungan air, bukan malah menjadi kubangan air bersampah dengan permukiman mengitarinya. Begitu juga mengembalikan fungsi jalan yang lalu lintasnya mengalir, bukan macet total atau terhambat padatnya pedagang di kiri kanannya.

Tak terkecuali fungsi kehadiran sebuah Monumen Nasional, yang sepertinya sudah dilupakan banyak pengampu kebijakan. Melacak sejarahnya, Monumen Nasional seharusnya adalah pusat kegiatan dan hiburan untuk rakyat, memberikan ruang untuk budaya lokal mendapatkan panggung yang selayaknya. Maka, pergelaran drama musikal Ariah adalah ibarat titik embun di tengah "kegersangan" Monumen Nasional di masa sebelumnya.

Jokowi tahu tak ada kondisi ideal untuk semua orang pada waktu yang sama. Namun, Jokowi juga tahu, ia harus tetap berpikir di tataran ideal dan melakukan yang seharusnya ia lakukan. Setidaknya, itu tampak dari pendekatan Jokowi yang selalu berusaha mengakomodasi semua pihak.

Ketika ingin melakukan normalisasi waduk, Jokowi juga menyiapkan rumah susun untuk merelokasi warga bantaran waduk. Ketika merencanakan penertiban pedagang kaki lima (PKL), Jokowi juga menyediakan lokasi binaan. Kasus Waduk Pluit adalah contoh yang bisa dikaji.

Tak semua pasti senang

Tidak berarti setiap kebijakan Jokowi disambut senyum dan hujan pujian dari para pihak yang berkepentingan. Penertiban pedagang kaki lima dan parkir liar dapat menjadi contoh. Termasuk kekecewaan orangtua murid dan para siswa SMPN 14, Jakarta Timur.

Namun, apakah berarti ketika Joko Widodo dan jajarannya menggulirkan kebijakan terkait PKL, tukang parkir, dan sekolah itu, maka dia mengkhianati pemilihnya? Mungkin manfaat lebih besar dari kebijakan tersebut harus dipilih sebagai kacamata untuk memandang persoalannya.

Jokowi tetaplah hanya manusia biasa. Sebagai manusia biasa, tak mungkin dapat menyenangkan semua orang. Bahkan Tuhan Yang Maha Kuasa sekalipun, dengan segala ke-Maha Kuasa-an-Nya kerap kali membuat orang-orang menggerutu karena "kebijakan"-Nya.

Orang Amerika pernah mencoba menggambarkan betapa tak semua orang bisa disenangkan sebaik apa pun layanan yang didapat, lewat film "Bruce Almighty". Film fiksi ini mengangkat cerita bahwa pada suatu ketika Tuhan meminjamkan kekuatannya pada tokoh Bruce yang diperankan Jim Carrey.

Dengan kekuatan itu, Bruce berusaha menyenangkan semua orang pada waktu yang sama. Apa yang terjadi? Kekacauan! Pada akhirnya Bruce pun meminta Tuhan mengambil kembali kekuatan yang dititipkan padanya dan Bruce memilih kembali menjalani kehidupan normal sesuai takdir sebagai manusia.

Takdir

Berkaca dari semua cerita dan data di atas, barangkali sekaranglah saatnya untuk mengembalikan banyak hal sesuai "takdir" keberadaannya. Jalanan mestinya memang bukan tempat berjualan, maka sudah waktunya pedagang kaki lima mendapatkan tempat berdagang yang seharusnya.

Sudah seharusnya pula waduk dan bantaran sungai terbebas dari hunian di tepiannya. Solusi yang dibutuhkan untuk warga yang selama ini bermukim di pinggiran waduk dan sungai pun telah disiapkan, bernama rumah susun. Harapannya, anggaran Jakarta tak hanya habis menangani banjir yang selalu terjadi tiap tahun atau untuk bantuan pada korban banjir.

Bila daerah resapan dan aliran air dibenahi kembali, dana yang selama ini diserap untuk banjir akan lebih bermanfaat ketika dapat dipakai untuk meningkatkan fasilitas pendidikan dan kesehatan. Tanpa ada daerah resapan yang memadai dan aliran air yang lancar, apa pun proyek banjir yang dikerjakan tak akan pernah menjadi solusi optimal.

Tentu, tidak pernah ada yang benar-benar mewujud ideal. Namun kesadaran itu tak boleh menjadi legitimasi untuk merusak tatanan. Tidak ada yang sempurna dan itulah alasan kenapa selalu ada bagian orang lain dalam rezeki setiap orang, yang paling halal sekalipun.

Sekarang saatnya bercermin bersama, jangan-jangan rezeki yang selama ini dianggap halal ternyata berasal dari "kesusahan" orang lain. Jangan-jangan untuk setiap pecahan uang bergambar Soekarno dalam genggaman, adalah hasil dari terbuangnya lebih banyak lembaran yang sama karena hal-hal mendasar yang diletakkan tak pada tempatnya dan tak sesuai takdirnya.

Sumber: kompas.com

Basuki Cari Tahu Petugas Pintu Air yang Belum Terima Gaji

Pekerja menyelesaikan proyek perluasan daun pintu air Manggarai, Jakarta Selatan, Minggu (28/4/2013). Proyek yang menelan biaya Rp 215 miliar tersebut diperkirakan akan selesai selama satu tahun. Diharapkan dengan diperluasnya daun pintu air Manggarai tersebut akan menjadi satu diantara solusi banjir di Jakarta.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akan menyelidiki dan mencari nama-nama petugas Pintu Air Manggarai yang mengaku belum mendapatkan gaji. Berdasarkan laporan yang ia terima, gaji semua petugas kebersihan di pintu air di Ibu Kota telah dibayar.

"Soal pintu air, saya mau minta nama orang yang tidak digaji. Kita harus cek karena menurut orang Dinas Pekerjaan Umum, mereka sudah membayar gaji petugas," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Rabu (17/7/2013).

Pria yang akrab disapa Ahok itu juga akan mencari akar permasalahan itu. Basuki mendapatkan laporan bahwa petugas pintu air itu merupakan tenaga alih daya atau outsourcing yang dipekerjakan oleh operator yang telah putus kontrak dengan Pemprov DKI. Menurutnya, petugas tersebut merasa bekerja sebagai tenaga honorer Pemprov DKI. Padahal, petugas itu adalah pekerja outsource dari kontraktor atau operator.

"Kalau saya mendapat laporan, penjaga pintu air itu semua gaji mereka sudah beres. Memang sekarang sudah ada transisi tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dari Dinas PU ke Dinas Kebersihan dan mereka kekurangan alat berat," kata Basuki.

Sesuai Peraturan Gubernur Nomor 215 Tahun 2012 tentang pengintegrasian dan optimalisasi pengelolaan sampah, penanganan sampah sungai, kali, dan badan air telah menjadi tugas pokok dan fungsi Dinas Kebersihan DKI mulai 1 April 2013.

Kepala Unit Pengelola Kebersihan (UPK) Pesisir dan Pantai Dinas Kebersihan DKI Budhi Karya Irwanto mengatakan, saat ini Dinas Kebersihan masih bekerja dengan prasarana dan sarana terbatas dalam membersihan sungai dan badan air di Jakarta. Menurutnya, belum ada mutasi aset peralatan kerja seperti ekskavator dari Dinas PU kepada Dinas Kebersihan. Dengan demikian, mereka pun harus bekerja dengan peralatan seadanya.

Budhi mengatakan hari ini akan melakukan mobilisasi sumber daya manusia dan sarana yang tersedia untuk membersihkan tumpukan sampah di Pintu Air Manggarai. Hal ini akan dilakukan hingga terbentuk unit pengelola kebersihan (UPK) badan air dan taman/jalur hijau. Sebelum UPK tersebut terbentuk, penanganan kebersihan di sungai dirangkap oleh UPK Pesisir dan Pantai Dinas Kebersihan DKI.

Terkait isu mangkraknya pembayaran petugas kebersihan di Pintu Air Manggarai, Budhi menegaskan bahwa ia telah membayar gaji semua pegawai sejak April lalu. "Sejak April sampai sekarang, semua tenaga kebersihan kali sudah kita gaji dan tidak ada keterlambatan," ujar Budhi.

Sumber: kompas.com

Dituding Pangkas Anggaran, Basuki: Berengsek, Main Fitnah Enggak Karuan!

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membantah tudingan yang menyebutkan kalau salah satu penyebab penumpukan sampah di pintu air Manggarai ialah karena pemangkasan anggaran di Dinas Kebersihan maupun Dinas Pekerjaan Umum DKI. Menurut Basuki, biaya untuk pembersihan sampah itu telah dianggarkan dalam APBD DKI 2013.

"Yang ngomong seperti itu siapa? Uang sudah ada, kok. Saya bukan potong uang, saya hemat uang. Jadi, jangan kesannya semua ini berantakan karena saya potong uangnya. Kurang ajar! Berengsek sekali main fitnah enggak karuan begitu," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Rabu (17/7/2013).

Basuki menegaskan kalau biaya untuk pengangkutan sampah di pintu air Manggarai telah tersedia. Pemprov DKI pun hanya mengurangi sekitar 25 persen dari anggaran yang diajukan dinas sebelumnya. Pemangkasan dilakukannya karena beberapa dinas mengajukan besaran biaya yang terlalu tinggi.

Menurutnya, apabila pengurangan anggaran tersebut memengaruhi, tidak akan ada sisa anggaran yang tidak terserap hingga Rp 1,3 triliun sehingga apabila anggaran itu dipotong hingga 40 persen, itu tidak akan memengaruhi program unggulan dinas.

"Ya sudah, nanti tahun depan akan saya potong 40 persen. Kalau Anda masih tidak suka, keluar saja dari DKI, mengundurkan diri dari pegawai negeri sipil (PNS) DKI," ketus Basuki.

Terkait permasalahan penumpukan sampah di pintu air Manggarai, Basuki berjanji akan segera menyelidikinya. Ia pun menduga adanya unsur kesengajaan dengan membiarkan sampah itu menumpuk hingga berbulan-bulan.

Dengan adanya pemotongan anggaran itu, Basuki menuding keuntungan yang didapatkan oleh pihak ketiga atau operator akan semakin berkurang. Ia juga meminta media untuk mencatat nama petugas pintu air Manggarai yang gajinya belum dibayar lengkap dengan pangkat dan jabatannya.

"Tolong catat namanya, ini bagian dari politik. Saya sudah bilang, kalau tidak suka bekerja di Pemprov DKI, mohon maaf saja kami masih punya jatah 51 bulan di sini. Kalau tidak senang, keluar. Saya tanda tangan suratnya," tegas Basuki.

Sumber: kompas.com