Tidak dapat diragukan lagi bahwa Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan nama julukan JOKOWI merupakan sosok yang saat ini cukup fenomenal di Indonesia. Jokowi adalah mantan Walikota Surakarta ini telah menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat luas, semenjak dirinya mempopulerkan mobil SMK beberapa saat yang lalu.

Jokowi yang lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961 ini semakin menjadi perbincangan masyarakat ketika secara resmi mencalonkan diri sebagai calon Gubernur untuk DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P) yang berkolaborasi dengan Partai Gerindra.
Dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang juga sering dijuluki sebagai Ahok.



Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java".
Baca biografi lengkap beliau DISINI

Baca biografi wakil beliau ( AHOK ) DISINI

Sabtu, 06 Juli 2013

Soal Tarif Angkot, Jokowi Biarkan Warga yang Desak DPRD


Puluhan mikrolet diparkir menunggu jatah menarik penumpang di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu (7/3/2012).

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo enggan mendesak DPRD DKI Jakarta untuk menyetujui usulan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tentang penyesuaian tarif angkutan umum. Ia menyerahkan penilaian tentang hal itu kepada warga Ibu Kota.

Pemprov DKI sudah mengajukan kenaikan tarif angkutan umum hingga 50 persen kepada DPRD DKI. Komisi B DPRD telah menyetujui usul itu. Namun, pimpinan DPRD berkata lain. Mereka meminta Pemprov DKI memenuhi permintaan perbaikan angkutan umum dan layanannya sebelum menaikkan tarif.

Jokowi menilai sikap DPRD itu justru menghambat proses penetapan tarif baru angkutan umum. Namun, ia enggan mendesak DPRD karena ia merasa telah melalui prosedur dengan benar.

"Ya... biar yang mendesak masyarakat sendiri," ujarnya di Balaikota Jakarta, Jumat (5/7/2013) pagi.

Jokowi menyatakan telah mengakomodasi semua stakeholder transportasi, yakni Organda, Dinas Perhubungan DKI, dan Dewan Transportasi Kota Jakarta. Hal itu dilakukan demi menemukan tarif baru angkutan kota setelah harga bahan bakar minyak dinaikkan.

Menanggapi tuntutan DPRD DKI tentang jaminan pelayanan transportasi dan evaluasi angkutan umum antarpulau, Jokowi menilai kedua tuntutan itu mengada-ada. "Dari dulu ngomong pelayanan-pelayanan saja, praktiknya pelayanan jadi baik apa enggak. Saya ngomong, enggak usah basa-basi saja," ujarnya.

Jokowi mengusulkan tarif baru untuk bus kecil, sedang, dan besar naik menjadi Rp 3.000, sementara tarif bus transjakarta tetap Rp 3.500. Usulan tersebut harus disepakati DPRD DKI terlebih dahulu.

Rapat pimpinan DPRD DKI meminta Pemprov DKI mencantumkan perbaikan pelayanan angkot dan evaluasi tarif angkuan antarpulau. Hingga dua pekan pascakenaikan harga bahan bakar minyak, tarif angkutan kota di Jakarta tidak kunjung berubah. Tarik ulur antara DPRD DKI dan Pemprov DKI menjadi satu penyebabnya. Sementara itu, para pengusaha angkutan kota telah menaikkan tarif secara sepihak.

Sumber: kompas.com

Tarik Ulur Jokowi dan Wakil Rakyat soal Tarif Angkot

Puluhan mikrolet diparkir menunggu jatah menarik penumpang di Terminal Kampung Melayu, Jakarta.

Timur,Hampir dua pekan pasca-kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi, tarif angkutan kota di Jakarta tak kunjung disesuaikan. Penyebabnya tidak lain adalah tarik ulur antara dua pihak, yakni Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta.

Tarik ulur antara dua lembaga negara itu dimulai sejak Pemprov DKI mengusulkan tarif baru angkutan kota pada Selasa (25/6/2013) lalu. Kala itu, atas usulan dari Dinas Perhubungan DKI, Organisasi Angkutan Darat, dan Dewan Transportasi Kota Jakarta, disepakati penyesuaian tarif berlaku terhadap tiga kategori moda transportasi, yakni bus kecil, bus sedang, dan bus besar yang masing-masing naik menjadi Rp 3.000 atau sebesar 30 persen. Adapun tarif bus transjakarta tetap Rp 3.500.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, tarif baru yang diusulkan hanya diperuntukkan bagi angkutan kota kelas ekonomi. "Kalau yang bukan ekonomi, diserahkan kepada mekanisme pasar yang ada," ujar Joko Widodo.

Sesuai mekanisme berlaku, hari itu juga Pemprov DKI mengirimkan usulan tarif baru itu pada DPRD DKI untuk dibahas di tingkat komisi terlebih dulu. Anggota DPRD DKI Komisi B, Selamat Nurdin, mengatakan bahwa usulan tersebut telah selesai dibahas. Komisi B sepakat atas usulan Gubernur. Salah satu alasan Komisi B menyepakati usulan itu adalah insentif Pemprov DKI pada pengusaha angkot dalam bentuk pembebasan retribusi kir, retribusi keluar-masuk terminal, dan retribusi lain.

Pimpinan bersikap lain

Mulus di tataran komisi, usulan tarif kemudian dibawa ke rapat pimpinan komisi DPRD yang diselenggarakan pada Jumat (28/6/2013). Dalam rapat itu, sejumlah pimpinan komisi merasa tak puas atas usulan Pemprov DKI.

Setidaknya ada tiga hal yang diminta Dewan untuk diperbaiki oleh lembaga eksekutif. Pertama, pimpinan Dewan menganggap usulan itu harus mencantumkan aspirasi masyarakat, misalnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.

Permintaan kedua, eksekutif harus memberi jaminan perbaikan pelayanan dan fasilitas. Ketiga, eksekutif juga wajib mencantumkan hasil evaluasi tarif angkutan antarpulau dalam usulan tarif baru. Singkat kata, usulan itu tak jadi diketuk palu dan dikembalikan kepada eksekutif untuk dilengkapi terlebih dahulu.

Kondisi itu menjadi ironi karena para pengusaha angkot sudah sangat kepepet dan telah menaikkan tarif secara sepihak. Padahal, Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama telah menginstruksikan kepada Dinas Perhubungan untuk menilang angkot yang menaikkan tarif sepihak.

"Harusnya cabut izin trayek. Tapi sulit, armada kita terbatas. Ini dimanfaatkan mereka," ujar Basuki.

Saling lempar

Hingga Sabtu (6/7/2013), tarif angkutan kota di DKI tak kunjung diputus. Hal itu jelas melanggar imbauan pemerintah pusat yang mengungkapkan bahwa penyesuaian tarif angkot dilakukan maksimal 10 hari setelah pengumuman kenaikan harga BBM. Namun, eksekutif dan legislatif di Jakarta seakan saling menunjukkan kekuasaan masing-masing.

Gubernur Joko Widodo menganggap tidak perlu melengkapi permintaan DPRD DKI. Alasannya, usulan itu disepakati stakeholder transportasi. Perbaikan pelayanan transportasi, seperti yang diminta DPRD, sudah pasti dilakukan. Oleh sebab itu, perbaikan itu tak perlu dicantumkan dalam pengajuan usulan tarif baru.

Angkutan antarpulau yang menggunakan bahan bakar tak bersubsidi diserahkan ke mekanisme pasar dan tak harus dicantumkan. Jokowi pun membiarkan kondisi itu berlarut-larut tanpa penyelesaian. "Biar yang mendesak masyarakat sendiri," ujar Jokowi.

Di lain sisi, Wakil Ketua DPRD DKI Tri Wisaksana menilai Pemprov DKI menggantungkan keputusan penyesuaian tarif angkutan kota di DKI. Sebab, permintaan DPRD DKI tidak kunjung dipenuhi sehingga keputusan tarif angkot luntang-lantung.

Pada Kamis (4/7/2013), pimpinan DPRD DKI telah mengirimkan surat ke Pemprov DKI agar segera menjawab permintaan Dewan untuk bisa diputuskan. "Itu akan jadi lampiran surat rekomendasi DPRD agar kepentingan penumpang atau konsumen juga dilindungi oleh pemerintah," ujar Wisaksana.

Lantas, kapan tarif angkutan kota di Jakarta bisa diputuskan jika kedua institusi tersebut saling lempar? Entahlah, yang jelas rakyat tak bisa menunggu.

Sumber: kompas.com

Jumat, 05 Juli 2013

Catatan Jokowi Seusai Jalan-jalan Bersama Kaum Difabel


Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo jalan-jalan bersama warga difabel menggunakan bus transjakarta, Kamis (4/7/2013).

Setelah sekitar 45 menit mengikuti acara jalan-jalan menggunakan bus transjakarta dengan kaum difabel, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo turut merasakan sulitnya menggunakan fasilitas umum di Jakarta, terutama sarana transportasi. Ia langsung mencatat kekurangan fasilitas bagi kaum difabel tersebut.

Hal pertama yang menjadi catatannya adalah trotoar. Menurutnya, harus ada petunjuk bagi kaum difabel agar mudah mengakses sejumlah jalan. Selain itu, ada ruas trotoar yang memiliki kontur tidak rata sehingga menyulitkan mobilitas kaum difabel (different ability).

"Di trotoar banyak dipasang batu. Dari estetika baik, tapi rupanya menghambat mereka," ujar Jokowi seusai acara, Kamis (4/7/2013) pagi.

Catatan kedua Jokowi mengenai akses ke shelter atau tempat pemberhentian bus transjakarta. Selain masih banyak shelter yang tak dilengkapi jalur khusus bagi pengguna kursi roda, tidak ada loket khusus bagi kaum difabel. Mereka terpaksa berdesakan dengan penumpang lain. Petugas bus transjakarta tidak mendapat pembekalan bagaimana cara berkomunikasi dengan penyandang tunanetra dan tunarungu.

"Apalagi loketnya enggak terang, bagi tunarungu sangat mengganggu karena kan harus baca bibir. Dari loket jadi tak kelihatan," kata Jokowi.

Keluar dari loket bus transjakarta, masalah kembali melanda. Pengguna kursi roda memerlukan ruang yang cukup untuk bergerak, padahal jalan penghubung di shelter tergolong sempit. Masalah juga terjadi pada jarak antara shelter ke bus. Sering kali terjadi bus berhenti agak jauh dari shelter sehingga ada rongga besar antara keduanya dan dapat membuat difabel mengalami kecelakaan.

"Pernah ada yang kejepit, ada yang jatuh karena ada antara bus dan halte tidak penuh. Kemudian masuk dari halte ke bus juga sulit sehingga harus digotong orang. Harusnya ada 'lidah' otomatis (dari halte ke bus)," kata Jokowi.

Di dalam bus, orang nomor satu di DKI Jakarta itu juga mencatat ketidaknyamanan kaum difabel, khususnya bagi pengguna kursi roda. Tidak ada safety belt agar mereka tak terlalu terguncang. Tak hanya itu, jarak pegangan terlalu tinggi bagi pengguna kursi roda sehingga sulit dijangkau.

Jokowi berjanji akan mengupayakan penyempurnaan fasilitas umum ini agar memudahkan akses bagi kaum difabel.

Sumber: kompas.com

Tak Terima BLSM, Yoyon Mendapat Uang dari Jokowi

Yoyon (62) bersama anak angkatnya, Eko (6,5) di tempat tinggal mereka di Pecenongan, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2013). Janda miskin ini tidak termasuk dalam daftar penerima BLSM.

Mata Isroni alias Yoyon (62) tampak berkaca-kaca ketika menceritakan apa yang dialaminya, Rabu (3/7/2013). Apalagi ketika menunjukkan uang Rp 600.000 pemberian Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.

Seharian kemarin, Yoyon memang mendapat perlakuan yang "luar biasa". Hilir mudik pejabat pemerintah daerah menyambangi kediamannya di Jalan Kingkit I No 20, RT 09 RW 04, Pecenongan, Kebon Kelapa, Gambir, Jakarta Pusat. Mereka menyapa dan mendata ulang janda yang ditinggal suaminya sejak 20 tahun lalu itu.

Seperti diberitakan Warta Kota kemarin, Yoyon yang tinggal hanya beberapa ratus meter dari Istana Presiden tidak mendapat Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Padahal, sehari-hari janda miskin itu hidup dengan mengandalkan bantuan tetangganya.

Dua tahun lalu, ia masuk dalam daftar penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Entah bagaimana, namanya kini tidak ada dalam daftar penerima BLSM atau sering disebut "Balsem". Padahal, Yoyon masih tetap miskin.

Apa yang dialami Yoyon itu membuat pejabat pemerintah, mulai dari tingkat Kelurahan Kebon Kelapa hingga Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, merasa prihatin. Mereka mendatangi kediaman Yoyon.

"Tadi jam 15.00 WIB, Pak Lurah Eddy datang untuk mendata ulang saya sebagai warga miskin," kata Yoyon kepada Warta Kota di rumahnya kemarin.

Yoyon menjelaskan bahwa kehadiran Lurah Kebon Kelapa hanya mendata serta memfoto rumahnya yang berukuran 2 x 3 meter persegi.

Setelah Lurah Kebon Kelapa pergi, sekitar 15 menit kemudian giliran pejabat Kecamatan Gambir datang untuk mendata Yoyon yang dikategorikan sebagai warga miskin dan butuh bantuan. Pejabat Kecamatan Gambir itu menanyakan data-data seperti kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK), dan bukti penerimaan BLT.

Petugas itu juga memotret gubuk Yoyon sebagai bukti untuk diserahkan kepada Wali Kota Jakarta Pusat Saefullah. "Tadi saya dapat arahan dari Pak Lurah, suruh mendata Bu Yoyon," kata pejabat yang tidak mau disebutkan namanya tersebut.

Jokowi tidak datang ke rumah Yoyon. Namun, ia menugasi asisten pribadinya, Ivan, untuk mendatangi dan memberi bantuan kepada Yoyon.

Dengan sepeda motor, Ivan mendatangi gubuk Yoyon sekitar pukul 15.30. Ivan langsung menemui Yoyon dan memberikan sebuah amplop yang berisi uang Rp 600.000 kepada janda itu. "Bu Yoyon, ini ada sedikit rezeki dari Bapak Jokowi," kata Ivan.

Yoyon pun mengucapkan terima kasih banyak kepada Jokowi karena perhatian luar biasa yang diberikan.

Sumber : kompas.com