Tidak dapat diragukan lagi bahwa Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan nama julukan JOKOWI merupakan sosok yang saat ini cukup fenomenal di Indonesia. Jokowi adalah mantan Walikota Surakarta ini telah menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat luas, semenjak dirinya mempopulerkan mobil SMK beberapa saat yang lalu.

Jokowi yang lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961 ini semakin menjadi perbincangan masyarakat ketika secara resmi mencalonkan diri sebagai calon Gubernur untuk DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P) yang berkolaborasi dengan Partai Gerindra.
Dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang juga sering dijuluki sebagai Ahok.



Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java".
Baca biografi lengkap beliau DISINI

Baca biografi wakil beliau ( AHOK ) DISINI

Minggu, 24 Februari 2013

Jokowi Akui Kelemahan KJS

Jokowi Akui Kelemahan KJS
Ilustrasi : Program Kartu Jakarta Sehat yang diluncurkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, direspon positif oleh masyarakat Ibu Kota. Salah satu buktinya, adalah pendaftaran KJS di Puskesmas Cililitan, Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis siang yang membludak.

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo atau Jokowi, mengakui sistem Kartu Jakarta Sehat (KJS) masih banyak kekurangan. Setelah program KJS diluncurkan 10 November 2012, pasien di seluruh puskesmas dan rumah sakit di Jakarta yang menggunakan KJS membludak.

Membludaknya pasien KJS tak diiringi jumlah sumber daya manusia (SDM) dan fasilitas pendukung rumah sakit yang memadai. "Kejadian atau kasus seperti meninggalnya bayi Dera atau yang lainnya masih banyak sekali ditemui. Apalagi sebelum ada KJS. Ini fakta yang tidak bisa ditutup-tutupi," kata Jokowi di rumah dinasnya di Taman Suropati 7, Minggu (24/2/2013). Bayi Dera ditolak oleh sejumlah rumah sakit di Jakarta dengan berbagai alasan, antara rumah sakit tidak punya fasilitas perawatan memadai, tempat perawatan penuh, atau orang tuanya tidak dapat memenuhi jumlah uang jaminan yang diminta rumah sakit.

Terkait minimnya fasilitas dan alat kesehatan pendukung rumah sakit umum daerah (RSUD), kata dia, salah satu penyebabnya adalah karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2013 yang masih belum cair. Namun, Jokowi memastikan, setelah APBD DKI 2013 cair, anggaran itu dapat segera digunakan.

Dari total APBD 2013 sebesar Rp 49,9 triliun, sebanyak Rp 1,2 triliun dialokasikan untuk KJS. Sedangkan Rp 350 miliar dialokasikan untuk utang Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) di tahun lalu.

"Masyarakat menyambut KJS sangat antusias, sehingga pasien rumah sakit membludak. Daya dukungnya belum bisa mengejar kebutuhan masyarakat. Jadi sekarang yang ada di anggaran harus dikejar," kata Jokowi.

Untuk penambahan sumber daya manusia seperti dokter dan perawat, Pemprov DKI Jakarta telah bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia untuk membantu program KJS. "Kami sudah minta bantuan dari FK UI juga sudah ada kesepakatannya," ujarnya.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emmawati, mengatakan untuk menanggulangi membludaknya pasien yang menggunakan KJS, ia akan menambah jumlah  dokter di Puskesmas. "Iya, sejak Senin kemarin sudah dilakukan dengan turunnya dokter spesialis di Puskesmas kecamatan Koja, Puskesmas kecamatan Cilincing, Puskesmas Tambora dan Puskesmas Tanah Abang beserta delapan puskesmas kelurahan lainnya. Selain itu, juga ada penambahan tenaga non-PNS di masing-masing puskesmas kecamatan dan kelurahan yang kunjungan pasiennya terus bertambah," kata Dien.

Sumber: kompas.com

Pak Jokowi, Kalau Mau Datang Bilang Dong..

Pak Jokowi, Kalau Mau Datang Bilang Dong...
Warga Kampung Pedongkelan RT 06/RW 05 Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur berkumpul di depan panggung menunggu kehadiran Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufry, Jumat (22/2/2013). Jokowi dan Salim akan mengadakan diskusi bersama anak jalanan dan orangtua.

Seperti sudah menjadi kelebihannya, di mana pun berada, sorot mata warga selalu tertuju kepadanya. Suasana sepi langsung berubah menjadi ramai dan riuh. Dialah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi. Pemimpin Ibu Kota berpostur jangkung dan memiliki hobi unik, blusukan. Entah apa penyebabnya. Tapi mungkin gaya yang membumi membuatnya dekat di hati rakyat.

"Kalau mau dandan ya sudah dandan saja, saya bisa nungguin kok
-- Joko Widodo"

Ketika ada informasi Jokowi akan berkunjung, warga rela menunggu berjam-jam. Panas atau hujan tak masalah, yang penting bisa bertemu atau melihat langsung. Yang penting bisa "mencuri-curi" waktu untuk mengabadikan momen melalui kamera telepon genggam. Dan sebaliknya, warga kecewa ketika Jokowi batal hadir.

Pada Jumat, 22 Februari 2013, Jokowi diagendakan menggelar dialog dengan anak jalanan di Kampung Pedongkelan, Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur. Dalam acara itu, Jokowi rencananya berduet dengan Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufry. Namun, karena terjebak macet, akhirnya Jokowi batal hadir dan berbelok arah menuju RW 01, Kelurahan Pangadegan, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.

Mantan Wali Kota Surakarta itu datang ke Pangadegan untuk menengok lokasi yang sempat digenangi banjir cukup tinggi pada bulan lalu. Ia melihat permukiman padat, saluran air, dan aliran Sungai Ciliwung yang lokasinya bersebelahan dengan permukiman warga.

Turun dari mobi dinasnya, Jokowi langsung diarahkan oleh Kepala Camat Pancoran Mukhlisin untuk melihat titik yang sempat digenangi air setinggi tiga meter. Titik tersebut berbentuk cekungan, dan terdapat puluhan rumah warga di dalamnya.

Pada saat itu, kedatangannya terbilang mengejutkan warga. Karena sebelumnya tak ada informasi bahwa Jokowi akan datang. Di tengah jalan, di gang sempit, Jokowi berpapasan dengan seorang perempuan berusia sekitar 40-an. Perempuan yang mengenakan pakaian berwarna hijau itu langsung melontarkan kalimat yang tak biasa.

"Pak Jokowi, kalau mau dateng bilang dong, jadi saya bisa dandan dulu," katanya.

Mendengar itu, Jokowi langsung tertawa dan menjawabnya, "Kalau mau dandan ya sudah dandan saja, saya bisa nungguin kok," jawab Jokowi dan langsung mengundang tawa semua yang menyaksikan peristiwa kocak itu.

Setelah meninjau, Jokowi langsung menuju dua unit truk Satpol PP yang memuat aneka barang bantuan. Mulai dari peralatan sekolah, hingga beras kemasan lima kilogram. Jokowi lalu meninggalkan Pademangan seusai menunaikan ibadah shalat maghrib dan kembali menuju rumah dinasnya di Taman Suropati Nomor 7, Menteng, Jakarta Pusat.

Sumber: kompas.com


Ini Cerita Jokowi yang Sakit karena Kelelahan

Ini Cerita Jokowi yang Sakit karena Kelelahan
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tampak kurang fit dari biasanya. Karena kondisinya yang kurang fit tersebut, dengan terpaksa, Jokowi membatalkan kegiatannya di Medan untuk dapat menjadi juru kampanye pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Effendi Simbolon dan Djumiran Abdi, Minggu (24/2/2013).

Ada yang berbeda dengan aktivitas Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo di akhir pekan ini. Tak seperti biasanya, Jokowi yang biasa mengisi harinya dengan blusukan, kali ini ia menghabiskan akhir pekannya dengan beristrirahat. Tampaknya, Jokowi benar-benar kelelahan bekerja sebagai Gubernur DKI tanpa ada hari libur.

Bahkan, sejatinya pada Sabtu (23/2/2013) dan Minggu (24/2/2013) ini ia didapuk menjadi juru kampanye pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara, Effendi Simbolon dan Djumiran Abdi, namun rencana itu batal dilaksanakan. Ia lebih memilih beristirahat di rumah dinas gubernur, Taman Suropati 7, Jakarta Pusat.

Saat ditemui di rumah dinasnya, Jokowi mengaku sudah merasakan gejala demam sejak Kamis (21/2/2013) lalu.

"Saya merasakan sudah dari hari Kamis enggak enaknya. Empat bulan enggak pernah ada hari Minggu-nya," ujar Jokowi.

Merasakan kondisi tubuh yang tidak fit itu kemudian Jokowi memanggil dokter pribadi Gubernur DKI untuk memeriksakan kondisinya di rumah dinas Jokowi. Dokter pun menyarankan agar mantan Wali Kota Surakarta itu beristirahat dua hingga tiga hari. Kondisi cuaca Ibu Kota yang tak menentu dan pola makan Jokowi yang juga tak teratur, menjadi penyebab Jokowi "tumbang".

"Kemarin kehujanan, kena air hujan, telat makan. Semuanya menumpuk semua di sini, hehehe," kata Jokowi seraya menunjuk kepalanya.

Jokowi meyakinkan kalau penyakitnya saat ini hanya kecapekan. Tak ada yang perlu untuk dikhawatirkan. Dokter pribadinya pun hanya memberinya vitamin sebagai daya tahan tubuh agar dapat memulihkan stamina alumnus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta tersebut.

Saat ia ditanya apakah akan bertugas pada Senin (25/2/2013) besok, Jokowi menjawab melihat kondisi badannya terlebih dulu. Namun ia memprediksi Senin besok, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI 2013 yang masih tertahan di DPRD DKI, akan diserahkan ke eksekutif.

"Ya, enggak tahu. Lihat keadaannya nanti. Mungkin juga besok APBD sudah cair. Tapi, ini baru mungkin lho," kata Jokowi.

Kegiatan Jokowi mulai Kamis (21/2/2013) lalu adalah dengan blusukan ke Pondok Labu, Jakarta Selatan. Di sana, ia meninjau waduk di Kampung Bangau karena adanya keluhan masyarakat bahwa waduk itu tak beroperasi optimal sehingga kerap menyebabkan banjir ke permukiman sekitar.

Jokowi juga berkunjung ke kantor PP Muhammadiyah untuk meminta bantu menyosialisasikan program normalisasi sungai ke masyarakat Jakarta dan meminta bantuan terkait sosialisasi penataan pedagang kaki lima (PKL).

Pada hari Jumat (22/2/2013), mulai dari pagi, Jokowi sudah beraktivitas menemui siswa SMA 24 Senayan dalam rangka memperingati hari Kanker Sedunia. Sorenya di hari yang sama, ia melakukan bakti sosial bagi warga Pengadegan, Jakarta Selatan. Keadaan di Pengadegan saat dalam keadaan hujan.

Sumber: kompas.com

Rieke Jadi "Runner Up" karena "Jokowi Effect"

Rieke Jadi "Runner Up" karena "Jokowi Effect"
Calon Gubernur Jawa Barat Rieke Diah Pitaloka

JAKARTA,
Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki dalam penghitungan cepat berbagai lembaga survey berhasil menduduki posisi runner up dengan persentase yang tak jauh berbeda dengan pasangan petahana di posisi satu, yaitu Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar.

Kedudukan Rieke-Teten di posisi runner up itu ternyata dinilai sebagai pengaruh dari Jokowi effect. Keikutsertaan Gubernur DKI Jokowi dalam kampanye Rieke-Teten selama dua hari berhasil menarik simpati masyarakat Jawa Barat. Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, hasil penghitungan cepat yang menempatkan Rieke-Teten sebagai runner up menjadi kejutan tersendiri, karena mereka bukan termasuk yang diunggulkan.

"Urutan Rieke-Teten ini kejutan. Dia termasuk yang tidak diunggulkan dari awal," kata Siti, saat dihubungi wartawan, Senin (25/2/2013).

Siti Zuhro justru memprediksi kalau putaran kedua Pilkada Jawa Barat terjadi, seharusnya yang dapat melaju adalah Dede Yusuf-Lex Laksanamana dan tentunya bersaing dengan Aher-Deddy Mizwar. Namun, prediksi Siti Zuhro ternyata meleset dan justru Rieke-Teten yang berhasil mendulang suara. Ia pun tidak menutup kemungkinan, melesatnya suara Rieke-Teten karena keterlibatan Jokowi sebagai juru kampanye mereka.

"Ini kan luar biasa. Tidak menutup kemungkinan ada Jokowi effect," kata Siti Zuhro.

Selain itu, ia juga menilai kalau pengaruh popularitas Jokowi merambat hingga daerah-daerah perbatasan Jakarta dengan Jawa Barat, seperti Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor. "Jawa Barat dan DKI ini berpapasan langsung. Mungkin bukan di Bandung tapi, di perbatasan Jawa Barat dengan DKI, seperti Depok yang dekat dengan Jakarta. Pengaruh Jokowi memang menjangkit ke sana dan Rieke bisa menggarap suara," ujar Siti Zuhro.

Namun, kehadiran Jokowi selama dua hari kampanye Rieke-Teten di Bandung dan Depok dianggap Siti Zuhro menyalahi aturan karena tidak mengantongi izin cuti dari Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi.

Menurut Siti Zuhro, jabatan Jokowi sebagai seorang gubernur dan pejabat publik, seharusnya tak lagi mengutamakan partai yang mengangkatnya, karena saat ini, Jokowi adalah milik masyarakat Jakarta dan terikat dengan semua partai politik yang ada. "Secara logika berpemerintahan, itu tidak boleh. Pejabat publik, apalagi Gubernur, dia terikat pada semua partai. Seharusnya, ia tidak bisa menjadi juru kampanye karena dapat menimbulkan konflik kepentingan. Konflik kepentingan itu yang bahaya dan bisa menciderai kinerja Pemerintah Daerah (Pemda). Pemda itu bekerja untuk warga di wilayahnya," kata Siti Zuhro.

Sumber: kompas.com