Tidak dapat diragukan lagi bahwa Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan nama julukan JOKOWI merupakan sosok yang saat ini cukup fenomenal di Indonesia. Jokowi adalah mantan Walikota Surakarta ini telah menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat luas, semenjak dirinya mempopulerkan mobil SMK beberapa saat yang lalu.

Jokowi yang lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961 ini semakin menjadi perbincangan masyarakat ketika secara resmi mencalonkan diri sebagai calon Gubernur untuk DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P) yang berkolaborasi dengan Partai Gerindra.
Dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang juga sering dijuluki sebagai Ahok.



Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java".
Baca biografi lengkap beliau DISINI

Baca biografi wakil beliau ( AHOK ) DISINI

Kamis, 10 April 2014

Menimbang Jokowi dan Basuki untuk Pemilu Presiden..


Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo ketika menghadiri rapat koordinasi regional II perumahan dan kawasan permukiman tahun 2013 di Hotel Sultan, Jakarta Selatan, Jumat (15/3/2013).

Nama Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama boleh dibilang melekat di benak publik sebagai pasangan yang cocok. Dua sosok ini saling melengkapi, setidaknya seperti yang terlihat selama berpasangan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Apakah kombinasi ini juga cocok untuk kursi presiden dan wakil presiden Indonesia?

"Berdasarkan survei, pasangan ini (dinilai) paling ideal memimpin Indonesia," kata Direktur lembaga Eksekutif Cyrus Network Hasan Batupahat, Kamis (10/4/2014). Menurut para responden, dua figur ini saling mengisi, tidak berebut kekuasaan, dan teruji kompak di Jakarta.

"Ahok (panggilan Basuki, red) tidak akan berebut perhatian dengan Jokowi. Dia selalu konsisten sebagai eksekutor program, berada di kantor, lantas Jokowi yang bekerja di lapangan. Karakternya pas," papar Hasan.

Pendapat tersebut, kata Hasan, merupakan hasil dari jajak pendapat atas 8.000 responden pada hari pemungutan suara Pemilu Legislatif 2014, Rabu (9/4/2014). Jajak pendapat menggunakan metoda exit poll, alias menanyai pemilih seusai dia memberikan suara di tempat pemungutan suara.

Berdasarkan survei itu, kata Hasan, Jokowi dan Basuki menempati peringkat pertama pasangan yang paling diminati para responden. Dukungannya mencapai 41 persen. Urutan kedua, sebut dia, adalah pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla dengan 39 persen dukungan. Pada urutan ketiga, Jokowi mendapatkan dukungan 32 persen ketika dipasangkan dengan Ryamizard Ryacudu.

Bila Jokowi berduet dengan Kalla, kata Hasan, kelemahan pasangan ini adalah kebiasaan yang mirip sekalipun tak ada persoalan pada sisi kinerja. Ibaratnya, sebut dia, pasangan ini bakal menjadi menara kembar dalam kepemimpinan. "Jokowi senang blusukan ke kampung-kampung, Kalla juga senang berjalan kaki," kata dia.

Pasangan Jokowi dan Kalla, imbuh Hasan, dikhawatirkan akan mengalami kesulitan saat pembagian kerja tak berjalan. "Persoalan lain, JK bakalan membawa gerbong besar untuk duduk di kabinet," sebut dia.

Sementara itu, kata Hasan, bila Jokowi berpasangan dengan Basuki, maka mereka akan memberi warna baru bagi demokrasi di Indonesia. "Dua partai oposisi merebut kekuasaan dengan jalan demokratis, bersatu membentuk kerja sama (di) pemerintahan."

Hasan mengakui jalan pasangan Jokowi dan Basuki bakal terjal bila memang hendak berlaga bersama di Pemilu Presiden 2014. "Tapi, dalam politik tak ada yang tak mungkin." Menurut dia, Partai Gerindra pun akan mendapat keuntungan berupa penguatan dukungan sekalipun Prabowo kalah bila tetap berlaga berhadapan dengan pasangan ini.

Sumber: kompas.com

Senin, 07 April 2014

Buruh Merongrong Jokowi Lagi


Sejumlah buruh yang tergabung dalam Forum Buruh DKI Jakarta berdemo di depan Balai Kota, Jakarta pada Senin (7/4/2014).

Sekitar 300 orang buruh beraksi menuntut Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menetapkan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum sektoral provinsi (UMSP) di depan Balaikota, Jakarta, Senin (7/4/2014). Para buruh mendesak pemerintah yang tak kunjung memberi kejelasan soal UMP dan UMSP 2014 selama empat bulan ini.

"Acuan kami sudah jelas soal penetapan UMSP yang ada pada peraturan menteri," ujar salah seorang pengunjuk rasa.

Forum Buruh DKI Jakarta mengkaji beberapa Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transportasi No 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum. Mereka menyatakan, jika penetapan UMSP diserahkan kepada bipartit, maka Pemprov DKI Jakarta telah lalai dalam melaksanakan amanat UUD 1945 dan UU No 13 Tahun 2003 yang berdampak pada ketidakpastian jutaan pekerja di DKI Jakarta.

Bipartit adalah forum komunikasi, konsultasi, dan musyawarah tentang hubungan industrial perusahaan. Dalam hal ini, bipartit merupakan perundingan antara Serikat Pekerja dan Asosiasi Pengusaha.

Pengamatan Kompas.com, pengunjuk rasa yang tergabung dalam Forum Buruh DKI Jakarta ini membawa atribut bendera dari masing-masing kelompok serta papan kayu dengan berbagai tulisan yang ditujukan untuk Jokowi. Dalam beberapa kartun tertulis "Jokowi tidak pro buruh" dan "Jokowi telah menindas UMSP 2014".

Dalam orasinya, para buruh juga menyampaikan bahwa pemerintah provinsi seharusnya mendukung buruh. Sebab, di provinsi lain sudah ditetapkan upah minimum sejak Januari. Sementara mereka menunggu hingga saat ini belum ada ketetapan dari pemerintah.

Mereka juga mempertanyakan Jokowi yang lebih memilih mencalonkan diri menjadi presiden daripada memikirkan UMP dan UMSP yang harusnya telah ditetapkan awal Januari 2014.

Sumber: kompas.com

Jumat, 04 April 2014

Ahok: Panggil Saya 'Pak Gubernur' Berarti Dukung Jokowi Presiden

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjawab pertanyaan awak media menanggapi soal pemberian mandat kepada Gubenur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), di kantornya, Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2014). Warta Kota/Henry Lopulalan

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan saat ini sudah mulai banyak pihak-pihak yang memanggilnya dengan panggilan Pak Gubernur.

Ia menilai, panggilan tersebut sebenarnya sangat bermuatan politis karena sama saja mendukung Gubernur DKI Joko Widodo yang diusung menjadi calon presiden dari PDI Perjuangan.

"Kalau Anda manggil saya Pak Gubernur, artinya Anda kan dukung Pak Jokowi jadi presiden," kata dia di Balaikota Jakarta, Jumat (4/4/2014).

Meski demikian, kata dia, memanggilnya dengan sebutan Pak Wagub juga bermuatan politis. Karena dengan memanggilnya dengan sebuatan tersebut, ujarnya, sama saja dengan mendukung Ketua Dewan Pembina yang juga Calon Presiden dari partai Gerindra, Prabowo Subianto.

"Kalau manggil saya Pak Wagub, artinya dukung Pak Prabowo. Ya sudah, panggil saya Pak Ahok sajalah. Hahahaha...," ujar pria asal Belitung Timur itu.

Jokowi dan Prabowo memang sama-sama telah mendeklarasikan diri sebagai capres dari partai masing-masing. Para pengamat politik menilai, peta persaingan pada pemilihan presiden, Juni mendatang akan mengerucut pada dua nama tersebut.

Sumber: kompas.com

Kamis, 03 April 2014

Bagaimana jika Jokowi Berpasangan dengan Gita Wirjawan?


Joko Widodo (kiri) dan Gita Wirjawan (kanan)

Survei "Mencari Cawapres Ideal 2014" yang dilakukan lembaga survei Indostrategi menempatkan mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan sebagai figur calon wakil presiden muda yang potensial. Ia mendapatkan skor 38 dari 40.

Di golongan usianya, Gita dibayangi oleh Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra dengan skor 35, mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Khofifah Indar Parawansa (34), serta Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Thohari dan calon wakil presiden Partai Hati Nurani Rakyat Hary Tanoesoedibjo masing-masing dengan skor 33. Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin mendapat skor 32, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD meraih skor 31, peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat Pramono Edhie Wibowo (30) dan Anies Baswedan (29), Panglima TNI Jenderal Moeldoko (28), serta Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta (27).

Gita dinilai memiliki pengalaman tingkat nasional dan internasional, terutama di bidang ekonomi dan perdagangan.

Direktur lembaga survei IndoStrategi Andar Nubowo mengatakan, dengan kriteria ini, Gita dianggap layak mendampingi bakal capres dari PDI-P, Joko Widodo, yang saat ini menjadi "jawara" dalam sejumlah survei sebagai kandidat capres dengan elektabilitas tertinggi. Bagaimana jika Jokowi berpasangan dengan Gita?

"Kehadiran Gita dapat mem-back up sisi profesionalitas Jokowi, yang lebih banyak berperan sebagai solidarity maker," ujar Andar di Jakarta, Rabu (2/4/2014).

Pada kesempatan yang sama, pengamat politik Burhanuddin Muhtadi memiliki pandangan berbeda. Ia mengatakan, Jokowi tak cocok dengan Gita. Menurut dia, Gita dibesarkan dalam pengalaman internasional saat masih menjabat menteri. Namun, keterbukaannya pada dunia luar dinilai Burhan berbanding terbalik dengan karakteristik Jokowi yang terkesan lebih tertutup.

"Secara personal juga saya belum pernah dengar nama Gita ditempatkan dalam kandidat potensial yang diusung Jokowi," ujar Burhan.

Apalagi, kata Burhan, Gita tidak memiliki akses politik yang cukup untuk mendongkrak dukungan kepadanya. Meski PDI-P diprediksi mampu raih suara 25 persen, tetap butuh dukungan politik, terutama di parlemen.

"Lalu siapa yang bisa dibawa Gita? Apakah dia bisa menjembatani hubungan antara, misalnya, Demokrat dengan PDI-P? Kan enggak juga, karena dia enggak masuk parpol," kata Burhan.

Survei Indostrategi ini menggunakan metode riset kualitatif dengan melakukan skoring terhadap tokoh dengan indikator tertentu dengan skala 1-4. Sumber data berasal dari biografi tokoh-tokoh potensial yang muncul di publik, kelompok diskusi yang melibatkan 25 pakar dari berbagai bidang, wawancara mendalam dengan pakar, dan meta analisis media. Survei ini dilakukan mulai tanggal 15 Februari hingga 25 Maret 2014.

Sumber: kompas.com