Tidak dapat diragukan lagi bahwa Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan nama julukan JOKOWI merupakan sosok yang saat ini cukup fenomenal di Indonesia. Jokowi adalah mantan Walikota Surakarta ini telah menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat luas, semenjak dirinya mempopulerkan mobil SMK beberapa saat yang lalu.

Jokowi yang lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961 ini semakin menjadi perbincangan masyarakat ketika secara resmi mencalonkan diri sebagai calon Gubernur untuk DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P) yang berkolaborasi dengan Partai Gerindra.
Dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang juga sering dijuluki sebagai Ahok.



Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java".
Baca biografi lengkap beliau DISINI

Baca biografi wakil beliau ( AHOK ) DISINI

Sabtu, 11 Mei 2013

Jokowi dan Basuki Berpikir Pimpin Jakarta Dua Periode

Jokowi dan Basuki Berpikir Pimpin Jakarta Dua Periode
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama saat mengunjungi Redaksi Harian Kompas di Palmerah, Jakarta, Jumat (10/5/2013).

Laris di berbagai survei calon presiden potensial 2014 ternyata tak membuat Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tergoda. Bahkan, menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Jokowi berniat memimpin Jakarta selama dua periode.

Hal itu disampaikan Basuki saat mengunjungi kantor harian Kompas di Palmerah, Jakarta, Jumat (10/5/2013). "Jadi, Pak Gubernur tidak berpikir pencapresan 2014. Justru beliau berpikir mau menyelesaikan pimpin Jakarta selama dua periode bersama saya," kata Basuki.

Menurut pria yang akrab disapa Ahok itu, program-program unggulan Pemprov DKI tidak dapat dituntaskan dan direalisasikan hanya dalam jangka waktu satu periode atau lima tahun. Kata dia, kinerja Jokowi-Basuki baru akan terlihat pada 15 tahun mendatang.

Kendati demikian, Basuki memastikan, ia bersama Jokowi terus mengejar realisasi program-program unggulan, misalnya normalisasi sungai dan waduk. Basuki berjanji untuk dapat menyelesaikan maksimal dalam jangka waktu dua tahun. Bila dalam setahun masyarakat Jakarta tidak mendapatkan pengaruh baik dari kepemimpinan mereka, kata dia, masyarakat akan kecewa dan tak lagi percaya kepada pemimpin.

"Makanya, kami enggak bisa menunggu Bank Dunia untuk melaksanakan JEDI (Jakarta Emergency Dredging Initiative atau program pengerukan saluran, sungai, dan waduk). Karena, menurut perhitungan kami, dua tahun itu masih lama. Apalagi kalau lima tahun. Kalau kayak begitu mending kerjakan sendiri. Pokoknya itu harus kita hajar 1-2 tahun," kata Basuki.

Selain itu, lanjutnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga mengupayakan Jakarta bebas kawasan kumuh, relokasi warga ekonomi kecil ke rusun, pelayanan satu pintu di kelurahan, dan penambahan unit bus transjakarta.

Dalam kunjungan di kantor harian Kompas, Basuki diterima Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama, CEO Kompas Gramedia Agung Adi Prasetyo, dan Pemimpin Redaksi Kompas Rikard Bagun.

Basuki: Tak Ada Lagi Uang Kerohiman!

Basuki: Tak Ada Lagi Uang Kerohiman!
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mempertanyakan warga Waduk Pluit yang tidak memiliki pekerjaan namun menolak direlokasi ke Rumah Susun (Rusun) Marunda. Terlebih, lahan yang diduduki warga bantaran merupakan lahan negara dan harus segera disterilkan untuk melancarkan normalisasi Waduk Pluit yang merupakan program unggulan Pemprov DKI.

"Jadi, kalau anda enggak punya kerjaan, tapi menolak pindah ke Marunda kan aneh. Jadi, anda di Jakarta itu mau hidup apa merampok?" tegas Basuki, di Mall Ciputra, Jakarta, Sabtu (11/5/2013).

Oleh karena itu, Basuki mengatakan, rencananya DKI tak akan lagi menerapkan uang kerohiman atau uang ganti rugi kepada para warga relokasi. DKI hanya memberikan fasilitas rusun untuk mereka.

Basuki mengatakan, warga bantaran membangun bangunan ilegal di bantaran kali, karena tidak memiliki tempat tinggal. Begitu Pemprov DKI memberikan warga tempat tinggal yang lebih layak, seperti rusun, kata Basuki, warga justru merasa seolah didzalimi karena hak mereka diambil.

"Ini haknya yang anda rampok kemarin bagaimana ceritanya mau anda tuntut? Pokoknya nanti di DKI tidak boleh lagi ada uang kerohiman. Jadi kalau relokasi dari sungai dari waduk manapun, tidak ada yang namanya ganti rugi atau ganti untung," kata mantan Bupati Belitung Timur itu.

Selain itu, Basuki menjelaskan, Pemprov DKI tengah melakukan penghitungan biaya yang diperuntukkan bagi warga tidak mampu untuk dapat menyewa rusun. Hal tersebut dilakukan supaya Pemprov DKI Jakarta memiliki patokan harga yang sesuai dengan warga yang menyewa rusun tersebut.

"Lagi kita hitung sebenarnya berapa biaya yang pantas untuk orang tidak mampu. Kalau misalnya Rp 135.000 per bulan dan dia bilang tidak mampu, tapi ternyata anggaran pulsa dia Rp 300.000 per bulan, kan enggak cocok. Makanya kita perlu survei lagi. Biar ada patokan," kata Basuki. 

Pemprov DKI juga akan mengecek pekerjaan warga yang hendak menyewa rusun nantinya. Apabila warga tersebut tidak memiliki pekerjaan, maka ia akan mendorong warga untuk mengisi rusun Marunda. Karena,rencananya di kawasan itu, kata dia, akan dibangun sebuah kawasan industri seluas 170 hektar dengan kapasitas 250 pekerja.

Sumber: kompas.com

Basuki Janji Sikat Habis Mafia Penghambat Relokasi

Basuki Janji Sikat Habis Mafia Penghambat Relokasi
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama saat mengunjungi kantor Kompas Gramedia, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (10/5/2013).

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengakui adanya sekelompok orang yang melarang warga bantaran untuk pindah atau relokasi ke rumah susun (rusun), termasuk rusun Marunda, Jakarta Utara. Para mafia itu memiliki pekerjaan dengan "bermain" tanah negara agar mendapat uang kerohiman atau uang ganti rugi.

"Jadi memang ada sekelompok orang di Jakarta yang mencari uang dengan main-main tanah, supaya mendapat kerohiman, kerohiman, dan kerohiman. Itu bajingan namanya kalau ambil uang rakyat terus," tegas Basuki, di Mall Ciputra Jakarta, Sabtu (11/5/2013).

Oleh karena itu, Pemprov DKI akan mengambil jalan keluar dengan menyiapkan rumah susun (rusun) yang banyak. Misalnya saja, di Marunda, Pemprov DKI telah memplot 700 hektar. Dari angka itu, 400 hektar diperuntukkan untuk rusun.

Di samping itu, Basuki menyadari jika warga relokasi membutuhkan pemukiman yang dekat dengan tempat mereka bekerja atau mencari uang. Sehingga di beberapa rusun, juga akan dibangun kawasan ekonomi khusus. Kedekatan lokasi itu juga untuk menghindari warga yang berbondong-bondong menggunakan bus dan dapat menimbulkan kemacetan baru.

Kemudian, apabila masih ada warga bantaran yang bersikukuh meminta pembagian lahan di tanah negara, dan seolah-olah berada di pihak yang benar, Basuki tak segan-segan untuk terus memaksa warga itu untuk pindah ke rusun dan tetap menggusur bangunan mereka. "Jadi, kalau anda ngotot bikin bangunan di tanah negara, begitu saya bongkar, malah minta ganti rugi hitung per meter, ini darimana asalnya? Makanya, Jakarta jadi rusak karena kita enggak ada toleransi," tegas mantan Bupati Belitung Timur itu.

Terlebih jika warga enggan membayar uang sewa rusun, misalnya Rp 5.000 per hari, namun warga mampu membeli pulsa Rp 50.000 per minggu, ia menilai hal itu sama saja dengan perilaku tidak tahu berterima kasih. "Apalagi kalau kamu merokok, kurang ajar kamu. Merokok itu Rp 15.000 satu bungkus. Yang pasti kejadian mafia rusun ini tidak cuma di Marunda. Semuanya sama dan mau kita sikat habis," ujar Basuki.

Sumber: kompas.com

Kamis, 09 Mei 2013

Jokowi Pusing Warga Waduk Pluit Banyak Maunya

Jokowi Pusing Warga Waduk Pluit Banyak Maunya

  Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo saat meninjau pengerukan di Waduk Pluit, Jakarta Utara, Sabtu (2/2/2013).

Gubernur DKI Joko Widodo mengaku sedikit kesulitan berkomunikasi dengan warga di sekitar Waduk Pluit, Jakarta Utara yang hendak direlokasi. Sebab, kelompok yang diajak berdialog dengannya berbeda-beda dengan masing-masing tuntutannya pula.

"Dengan warga Pluit tiap hari saya dialog, tapi kelompoknya kenapa beda-beda terus, jadi yang pusing kan kita," ujar Jokowi di Balaikota, Jakarta Pusat, Jumat (10/5/2013) siang.

Jokowi mengaku tak mempermasalahkan meski berbeda-beda kelompok, jika tidak menuntut yang macam-macam. Namun, kondisi yang ditemuinya di lapangan sungguh berbeda. Sudah kelompok warga berbeda, lanjut Jokowi, tuntutan masing-masing kelompok pun berbeda pula.

"Yang ini minta ke utara yang ini minta ke selatan yang ini minta ke timur, beda semuanya. Memang di situ ada faksinya banyak sekali," lanjutnya.

Meski demikian, Jokowi mengaku tak patah arang dalam menghadapi tuntutan rakyatnya tersebut. Tercatat, berdasarkan lebih dari 10 kali pertemuannya dengan warga sekitar Waduk Pluit, Jokowi telah memutuskan akan merelokasi sebagian warga ke rumah susun di Muara Baru dan rumah susun Marunda di Jakarta Utara.

Sementara, bagi sebagian warga lagi yang masih nekat bertahan, berdasarkan pembicaraannya beberapa hari lalu dengan mereka, Jokowi akan membeli lahan seluas 2,3 hektar di dekat waduk demi tempat tinggal warga kini. Jokowi akan membangun semacam rumah susun tiga atau empat lantai dengan desain dan konsep dari warga sendiri untuk tempat tinggalnya.

"Kemarin sore 1.200 warga sudah setuju rusun. Kita akan olah lagi. Tiga hari lagi kita akan ketemu dengan kelompok-kelompok itu lagi," lanjutnya.

Relokasi warga di sekitar Waduk Pluit tak lepas dari musibah banjir di Jakarta awal 2013 lalu di daerah sekitar waduk. Setelah ditelisik, banjir disebabkan penyempitan waduk yang semula seluas 80 hektare menyusut jadi 60 hektare lantaran banyaknya permukiman warga sekitar.

Demi menyelesaikan masalah itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun membangun rumah susun di Marunda dan Muara Baru, Jakarta Utara. Namun, hanya sebagian saja yang bersedia pindah ke rumah susun tersebut. Oleh sebab itulah, Jokowi memutar otak, bagaimana cara menyelesaikan masalah yang tepat dan humanis.

Sumber: kompas.com