Tidak dapat diragukan lagi bahwa Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan nama julukan JOKOWI merupakan sosok yang saat ini cukup fenomenal di Indonesia. Jokowi adalah mantan Walikota Surakarta ini telah menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat luas, semenjak dirinya mempopulerkan mobil SMK beberapa saat yang lalu.

Jokowi yang lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961 ini semakin menjadi perbincangan masyarakat ketika secara resmi mencalonkan diri sebagai calon Gubernur untuk DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P) yang berkolaborasi dengan Partai Gerindra.
Dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang juga sering dijuluki sebagai Ahok.



Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java".
Baca biografi lengkap beliau DISINI

Baca biografi wakil beliau ( AHOK ) DISINI

Rabu, 30 April 2014

SBY Berpesan kepada Presiden Berikutnya, Ini Jawaban Jokowi...


Bakal calon presiden PDI-P Joko Widodo di rumah dinas Gubernur DKI Jakarta di Jl Surapati No 7, Menteng, Jakarta Pusat, seusai pertemuan dengan para duta besar negara sahabat, Senin (14/4/2014) malam.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memiliki pesan kepada presiden selanjutnya dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) terakhirnya sebagai presiden di Hotel Bidakara, Rabu (30/4/2014). Menanggapi hal tersebut, bakal calon presiden yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Joko Widodo, mengapresiasi pesan-pesan dari SBY.

"Tentu saja ada program yang sama dan tidak sama untuk dilanjutkan. Kalau program yang baik-baik, ya diteruskan. Yang kurang pas, tidak dilanjutkan," kata Jokowi seusai mengikuti Musrenbangnas.

Kendati demikian, Jokowi enggan menjelaskan lebih detail program-program SBY mana saja yang kelak tidak akan dilanjutkannya jika ia terpilih menjadi presiden. Menurut Jokowi, satu hal yang tersulit adalah bagaimana mengimplementasi dan mengeksekusi sebuah program.

Di samping itu, menurut dia, unsur manajemen kontrol juga penting diterapkan dalam sebuah pemerintahan, baik itu di tingkat kota, provinsi, maupun negara. "Memang menurut saya, kontrol di lapangan itu harus diperkuat. Masih banyak (program) yang harus kita kejar dan kita perkuat," kata Jokowi.

Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden SBY menitip pesan kepada presiden selanjutnya agar dapat memperkuat perekonomian Indonesia. Dalam lima atau sepuluh tahun lagi, seharusnya Indonesia dapat menjadi negara emerging economy yang kuat.

Presiden juga berpesan agar pemerintah selanjutnya mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat, menegakkan hukum, memberantas korupsi tanpa pandang bulu, menciptakan kondisi politik yang stabil, serta meningkatkan kualitas demokrasi.

Ia juga berharap agar TNI dan Polri dapat terus menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI. Dalam menghadapi globalisasi, Presiden juga mengingatkan agar Indonesia mempersiapkan diri. Globalisasi, katanya, dijadikan sebagai peluang.

"Mari cerdas, jangan kurung diri. Mari kita outreach untuk menang. Indonesia akan menjadi regional power dan global player," kata Presiden.

Sumber: kompas.com

Ini Pendapat Ahok jika Jokowi Kalah Pilpres.

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo berbincang dengan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama seusai menandatangani komitmen dan sosialisasi pengendalian gratifikasi di Balaikota, Jakarta Pusat, Selasa (4/3/2014). Provinsi DKI Jakarta menempati posisi tertinggi pelaporan gratifikasi tahun 2013 yang mencapai 970 laporan. Warta Kota/angga bhagya nugraha

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yakin legitimasi Joko Widodo sebagai seorang Gubernur DKI Jakarta tidak akan runtuh meski ia nantinya tidak terpilih menjadi presiden Indonesia.

Menurut dia, asal tetap fokus membenahi Jakarta, ia yakin warga Jakarta tidak mempermasalahkan keputusan Jokowi yang saat ini maju dalam bursa calon presiden saat baru menjalani masa jabatannya sebagai gubernur selama 1,5 tahun.

"Cuma masalah malu tidak malu saja. Kalau bisa berhasil benahi Jakarta 2-3 tahun, orang juga akan lupa," kata Basuki saat berbincang di kantor redaksi harian Kompas, Selasa (29/4/2014).

Selain itu, kata dia, kalaupun nantinya Jokowi masih menjadi gubernur dan presidennya adalah Prabowo Subianto, ia tetap yakin Prabowo akan mendukung program-program Jokowi.

"Kalau Pak Prabowo jadi presiden, saya yakin dia tidak akan mempersulit (Jokowi) karena kan wakilnya Ahok. Jadi, ya aman-aman saja," ujar pria yang akrab disapa Ahok itu.

Pemilu Presiden 2014 diyakini hanya akan memunculkan nama Jokowi dan Prabowo sebagai kandidat calon. Namun, saat ini baru Jokowi yang hampir dapat dipastikan maju karena telah mendapat 25 persen suara seusai deklarasi dukungan dari Partai Nasional Demokrat beberapa waktu lalu. Sementara Prabowo masih mencari dukungan partai lain karena persentase yang dimiliki partainya hanya sekitar 12 persen. Untuk bisa maju mencalonkan diri, Prabowo harus bisa menggaet minimal dua partai menengah sebagai teman koalisi.

Sumber: http://megapolitan.kompas.com/read/2014/04/30/0956065/Kata.Ahok.jika.Jokowi.Kalah.Pilpres.

Senin, 21 April 2014

Ini Pendapat Jokowi tentang Sosok Jusuf Kalla

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo saat peresmian food court di Blok G Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (14/4/2014).

Bakal calon presiden yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Joko Widodo, memiliki penilaian sendiri terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Sekadar informasi, JK merupakan tokoh yang kerap disebut-sebut sebagai salah satu bakal calon wakil presiden yang akan mendampingi Jokowi pada Pilpres 2014.

"Beliau (JK) sangat baik, bisa menguasai sosial dan ekonomi," kata Jokowi, di Taman Suropati 7, Jakarta, Minggu (20/4/2014).

Jokowi pun tak menampik, semasa JK menjabat sebagai Wakil Presiden mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tak sedikit kebijakan populis yang telah diputuskan. Misalnya, kebijakan pengadaan tabung gas elpiji 3 kilogram serta memfasilitasi pertemuan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia.

Melihat kontribusi JK itu, Jokowi tidak khawatir—apabila nantinya ia dipasangkan dengan JK—tugasnya akan menjadi tumpang tindih. Menurut dia, dalam memimpin sebuah pemerintahan, harus ada kerja sama dan komunikasi yang baik antara pemimpin dan wakilnya.

"Bumi itu mataharinya satu. Yang penting pembagian tugasnya jelas dan tidak punya kepentingan. Jadi, semuanya gampang dan tidak ada masalah," kata Jokowi.

Meski demikian, Jokowi belum mau terbuka atas siapa tokoh yang berpotensi menjadi bakal cawapresnya. Pria asal Surakarta itu menyatakan akan menyebutkan nama-nama cawapres nanti secara bertahap, mulai dari lima calon, tiga calon, hingga keputusan final bakal cawapres yang akan mendampinginya.

Dalam memutuskan nama bakal calon wakil presiden, Jokowi tidak bekerja sendiri. Selain bersama tim dan kader PDI-P, pihaknya juga berkoordinasi dengan Partai Nasdem dalam mengomunikasikan bakal cawapres.

Diketahui, Partai Nasdem adalah partai yang sudah lebih dahulu merapat ke PDI-P dan mendukung pencapresan Jokowi. "Kita terbuka untuk bekerja sama dengan siapa pun. Tapi, yang pasti belum (diputuskan) cawapresnya," kata Jokowi.

Lebih lanjut, Jokowi menyatakan bahwa ia tidak memilih-milih latar belakang bakal cawapresnya. Dia siap menerima siapa pun bakal cawapresnya, baik dari kalangan ekonom, militer, profesional, maupun lainnya.

Selain JK, nama-nama figur lain yang mengemuka saat ini adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD; Menteri BUMN Dahlan Iskan; Ketua KPK Abraham Samad; Menko Perekonomian Hatta Rajasa; mantan KSAD TNI, Jenderal (Purn) Ryamizard Ryacudu; Panglima TNI Jenderal Moeldoko; dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

Sumber: kompas.com

Masih Ada Celah Kelemahan Jokowi-JK

Stiker yang bergambar bakal calon presiden Joko Widodo dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla beredar di Taman Suropati, Minggu (20/4/2014) pagi. Warga terkejut dengan persebaran stiker tersebut.

Figur yang akan menjadi bakal calon wakil presiden untuk bakal calon presiden dari PDI Perjuangan, Joko Widodo (Jokowi), masih menjadi misteri. Meski dianggap ideal jika berduet dengan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, pasangan itu dianggap masih memiliki celah kelemahan.

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Ari Dwipayana, mengatakan, jika memutuskan mengambil Jusuf Kalla sebagai bakal cawapres, citra Jokowi sebagai pemimpin muda akan luntur.

Pemilih pemula yang awalnya cenderung menyukai Jokowi akan berpikir ulang karena memilih bakal cawapres dari tokoh senior.

"Akhirnya timbul penilaian calon pemimpin yang 'lu lagi, lu lagi'. Penampilan sebagai pemimpin muda jadi hilang karena JK adalah tokoh senior," kata Ari, saat dihubungi, Minggu (20/4/2014) malam.

Selain itu, kata Ari, dominasi Jokowi saat menjadi presiden juga dikhawatirkan akan berkurang karena posisi JK yang lebih senior dan sudah berpengalaman. Hal-hal seperti ini akan membuat posisi pemerintahan kelak rentan digoyang dan membuat kinerja jadi tak efektif.

"Itu kelemahan lainnya. Pak JK lebih senior, jadi bisa saja mengurangi dominasi Jokowi," ujarnya.

Secara terpisah, peneliti senior Centre For Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi, juga pernah mengatakan hal yang sama. Ia menyampaikan bahwa Jokowi lebih ideal jika didampingi calon wakil presiden dari kalangan muda.

Sosok bakal cawapres yang lebih senior, menurutnya, justru akan menghambat kinerja Jokowi jika terpilih menjadi presiden. 

Kristiadi mengungkapkan, berdasarkan pengamatannya, Jokowi merupakan sosok yang sangat menghargai orang yang lebih tua. Hal itu, kata Kristiadi, justru menimbulkan kekhawatiran bahwa Jokowi tak leluasa jika memiliki wakil dengan usia atau ketokohan yang lebih senior.

"Kalau dikasih cawapres yang lebih senior, takutnya Jokowi enggak bisa mengendalikan. Belum lagi banyaknya kepentingan yang bisa masuk ke situ," kata Kristiadi.

Dukungan agar Jokowi memilih JK sebagai cawapresnya muncul dari relawan yang menamakan diri "Jokojek" pada Minggu. Jokojek menilai, duet Jokowi-Kalla sangat tepat untuk meraih kemenangan karena sama-sama populer dan memiliki elektabilitas tinggi. Selain itu, pengalaman yang dimiliki Kalla juga dianggap bakal memudahkan Jokowi saat diberi kesempatan menjadi presiden RI selanjutnya.

Namun dari semua itu, PDI-P belum memutuskan siapa figur yang akan mendampingi Jokowi. Keputusan akan diambil ketika waktu dirasa tepat dan melibatkan diskusi internal serta partai yang berkoalisi dengan PDI-P.

Sumber: kompas.com