Tidak dapat diragukan lagi bahwa Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan nama julukan JOKOWI merupakan sosok yang saat ini cukup fenomenal di Indonesia. Jokowi adalah mantan Walikota Surakarta ini telah menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat luas, semenjak dirinya mempopulerkan mobil SMK beberapa saat yang lalu.

Jokowi yang lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961 ini semakin menjadi perbincangan masyarakat ketika secara resmi mencalonkan diri sebagai calon Gubernur untuk DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P) yang berkolaborasi dengan Partai Gerindra.
Dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang juga sering dijuluki sebagai Ahok.



Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java".
Baca biografi lengkap beliau DISINI

Baca biografi wakil beliau ( AHOK ) DISINI

Kamis, 17 Oktober 2013

Tak Ingin Jokowi Jadi Presiden, Takut Gubernur Galak seperti Basuki


Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengenakan kemeja batik dengan motif debyah khas Solo, Rabu (2/10/2013).

Bagi sebagian warga Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo merupakan sosok yang ramah dan mau mendengar keluhan warga. Mereka khawatir, jika Jokowi maju sebagai calon presiden, maka penggantinya tidak sebagus Jokowi.

Meski baru setahun memimpin Jakarta, Jokowi terus saja difavoritkan menjadi calon presiden pada Pemilihan Umum 2014. Jokowi secara pribadi tidak pernah menolak ataupun menerima usulan menjadi capres. Ia menyerahkan sepenuhnya masalah pencapresan itu kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Tarik-dorong pencalonan Jokowi sebagai presiden itu juga terjadi di kalangan warga. Banyak yang mendukungnya menjadi calon RI-1, tetapi banyak pula yang menahannya. Ramidi (63), warga Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, merasa khawatir bila Jokowi benar-benar menjadi capres tahun depan.

"Saya enggak mau kehilangan Jokowi. Saya takut gubernur Jakarta yang baru nanti tak sebagus Jokowi," ujar Ramidi, Rabu (16/10/2013).

Ramidi secara tegas menolak jika Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama muncul sebagai pengganti Jokowi. Menurutnya, Basuki terlalu galak dan kurang ramah terhadap warga. Ramidi mengingatkan kembali tentang sikap Basuki saat memberikan pernyataan keras terhadap warga Muara Baru yang tidak mau pindah dari sekitar Waduk Pluit.

"Enggak suka Ahok (sapaan Basuki), kayak preman. Pemimpin jangan seperti itu dong, jangan emosian. Coba, warga Muara Baru saja sempat dibilang komunis," ujarnya.

Kekhawatiran yang sama juga dirasakan oleh Tiona, warga Klaster B Rusun Marunda di Cilincing, Jakarta Utara. Tiona belum rela jika Jokowi meninggalkan permasalahan yang belum tuntas di Ibu Kota. "Kalau nanti dia jadi presiden, nanti pikirannya kepecah ke daerah-daerah juga," katanya.

Pendapat serupa juga diucapkan oleh Sigim (51), warga Senayan. Ia merasa senang dengan kepemimpinan Jokowi. Baginya, Jokowi merupakan sosok pemimpin ideal dan langka karena menyampingkan kebutuhan pribadi serta mengedepankan kebutuhan warga. Sigim berharap Jokowi menghabiskan satu periode jabatannya sebagai gubernur sebelum melangkah ke istana. "Jokowi harus benahi Jakarta terlebih dahulu, baru bisa maju jadi presiden," ujarnya.

Sumber: kompas.com

Selasa, 15 Oktober 2013

Jokowi Tak Tega Lihat Sapi Kurbannya Disembelih

Jokowi Tak Tega Lihat Sapi Kurbannya Disembelih
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Liputan6.com/ Herman Zakaria)

Jokowi memantau proses pemotongan hewan kurban di 3 wilayah DKI Jakarta. Gubernur bernama lengkap Joko Widodo tersebut berkeliling dari Lenteng Agung dan Tanjung Barat di Jakarta Selatan hingga ke kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Tempat pertama yang dikunjungi Jokowi adalah lokasi penyembelihan hewan kurban di Jalan Agung, RT 5 RW 7 Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa. Di tempat itu, Jokowi langsung menuju ke sebuah lapangan yang menjadi lokasi pemotongan hewan kurban.

"Ayo, kita mau lihat di sini warga yang mau memotong hewan kurban," kata Jokowi di Lenteng Agung, Selasa (15/10/2013).

Menurut Jokowi, kunjungan ke Lenteng Agung kali ini merupakan yang ke dua. Kunjungan pertama ia lakukan saat hari pertama menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan yang lalu. Saat itu, Jokowi melakukan sahur bersama di hari pertamanya menunaikan ibadah puasa.

"Saya sahur pertama kali di Jakarta ya di kampung ini, makanya ini saya ke sini lagi," ucap Jokowi.

Jokowi juga menyumbangkan 1 ekor sapi untuk disembelih oleh panitia pemotongan hewan kurban di wilayah tersebut. Dia berpesan kepada panitia untuk membagikan daging sapi tersebut untuk dibagikan kepada setiap warga yang berhak.

Panitia kurban meminta Jokowi untuk menyaksikan hewan kurbannya saat disembelih, namun Jokowi menolak dengan alasan dirinya tidak tega melihat sapi tersebut di potong. "Ndak..ndak, takut," ujarnya sambil tertawa.

Jokowi pun lebih memilih untuk membagikan ratusan buku tulis kepada para bocah yang mengerumuninya sejak datang kelokasi tersebut. "Ayo, yang anak-anak kumpul, mau tak bagikan buku tulis," ujar Jokowi sambil melambaikan tangan kearah kerumunan anak-anak.

Masih di kawasan Lenteng Agung, Jokowi kemudian menuju ke sebuah gang sempit di jalan Kancil RT 6 RW 1. Di sana Jokowi menuju ke halaman sebuah musala yang menjadi tempat lokasi pemotongan hewan kurban. Jokowi tampak meninjau proses pemotongan hewan kurban yang dimasukkan ke dalam plastik berukuran kecil dibagikan kepada tiap warga.

"Ini apa? Jeroannya ya Pak? Daging-daging ini harus didistribusikan yang baik ya Pak, diberikan kepada warga yang berhak," pesan Jokowi.

Selain di 2 tempat tersebut, Jokowi juga memantau pembagian daging qurban di Jalan Anyer, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, yang lokasinya tidak jauh dari rumah dinasnya yang beralamat di Jalan Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat.

Sumber: liputan6.com

Kamis, 10 Oktober 2013

Beda Era Foke dan Jokowi Versi Wanda Hamidah

Gubernur terpilih, Joko Widodo didampingi gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, saat acara perkenalan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta terpilih masa bakti 2012-2017 dengan jajaran Pemprov DKI Jakarta di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (5/10/2012).

Sebagai anggota DPRD DKI Jakarta, Wanda Hamidah merasakan dua masa pemerintahan, yakni era Fauzi Bowo dan Joko Widodo. Meski kinerja keduanya patut diapresiasi, politisi PAN itu menemukan perbedaannya.

Jelang setahun pemerintahan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama yang jatuh pada 15 Oktober 2013, Wanda melihat ada perubahan di Jakarta. Berbagai kebijakan di era Fauzi Bowo baru terwujud pada tahun ini, setelah dia tidak memimpin.

"Di zaman Pak Fauzi Bowo, harapan saya untuk program-program yang enggak mungkin terjadi, di zaman Pak Jokowi-Ahok ini menjadi kenyataan," ujar Wanda ditemui di ruangannya, Rabu (9/10/2013).

Beberapa di antarannya misalnya terkait penataan taman kota. Menurut Wanda, pada era Jokowi-Basuki wujudnya lebih terasa dibanding pada era Foke. Selain itu, Jokowi dan Basuki juga mereformasi birokrasi melalui pemilihan seleksi pejabat publik, atau yang lebih dikenal dengan proses lelang jabatan. Wanda menilai, cara seperti itu lebih tepat karena memilih pejabat publik berdasarkan integritas dan kemampuan orang yang bersangkutan.

"Tapi kalau zaman Pak Foke begitu tertutup ya. Jadi A ditunjuk misalnya untuk jadi wali kota. Si A apa prestasinya? Saya bertanya-tanya apa prestasinya. Sebagai anggota DPRD, saya tidak bisa memahami. Misalnya seperti itu," ujar wanita cantik mantan presenter TV itu.

Menurut Wanda, pemerintahan saat ini lebih mudah dalam hal komunikasi antara legislatif dan eksekutif. Kedua pemimpin Jakarta saat ini menurut dia lebih mudah ditemui.

"Pak Jokowi dan Pak Ahok lebih mudah berinteraksi. Misalnya, 'Pak ada yang ingin saya sampaikan mengenai... (sesuatu)'. 'Oh ya silakan datang'," kata Wanda.

Wanda juga menilai, Jokowi-Basuki lebih transparan mengenai masalah APBD DKI Jakarta, baik untuk informasi kepada wartawan maupun masyarakat Jakarta karena langsung diumumkan.

"Artinya, tanpa teman-teman harus datang ke saya minta soft copy APBD, sekarang Pak Ahok mengumumkan. 'Ini lho rancangan APBD DKI Jakarta'. Dengan begitu, masyarakat Jakarta dapat ikut mengkritisi," ujarnya.

Ia pun mendukung langkah Pemprov DKI Jakarta yang saat ini tengah mengambil alih PT Palyja dan PT Aetra. Ini karena sejak dulu kepemilikan asing yang menguasai kedua perusahaan tersebut sudah dikritik. Hal itu jelas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu ketentuannya mengatur bahwa negara menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak.

"Sekarang ini alhamdulillah. Saya di Balegda ikut mendukung pengambilalihan, niat baik Pemda DKI ingin mendapatkan kembali hak pengelolaan itu, yang di zaman Pak Foke rasanya mustahil," ucapnya.

Sumber: kompas.com

Ujian Jokowi di Musim Hujan


Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo turut hadir di kawasan Bundaran Hotel Indonesia saat Car Free Night dalam rangka gelaran Jakarta Night Festival menjelang perayaan Tahun Baru 2013, Senin (31/12/2012) malam. Sebanyak 16 panggung disiapkan di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman - MH Thamrin untuk menghibur warga di malam pergantian tahun. (Tribun Jakarta/Jeprima)

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tak mau jelang satu tahun kepemimpinannya ternoda. Masuk ke musim penghujan, Jokowi mempercepat program penanggulangan banjir di Jakarta. Bahkan, Rabu (9/10/2013), Jokowi meninjau satu per satu sejumlah proyek berjalan.

Jokowi mengawalinya dengan meninjau dua sumur resapan yang ada di Jalan Bonang, Menteng, Jakarta Pusat. Jauh dari sambutan hangat atau tenda acara, seperti kunjungan pejabat kebanyakan, Jokowi yangditemani Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI Andi Baso dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Manggas Rudy Siahaan itu hanya disambut dengan bising suara mesin bor sumur.

Jokowi memastikan, November 2013 esok DKI memiliki 1.958 titik sumur resapan dengan kedalaman 60 hingga 200 meter. Jumlah tersebut meledak jika dibanding tahun sebelumnya, DKI hanya memiliki lima sumur resapan, itupun dangkal. Di tahun mendatang, Jokowi menargetkan membangun 4.000 sumur resapan dalam di Jakarta.

"Ada 200 titik genangan di Jakarta. Dengan sumur resapan dalam, diharapkan titik genangan itu menghilang. Saat ini 20 persen selesai," ujarnya di sela-sela tinjauannya ke sumur resapan yang menelan anggaran hingga Rp 150 miliar tersebut.

Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI, Andi Baso menambahkan, selain mengurangi genangan sumur resapan dalam berfungsi sebagai tempat penyimpanan air tanah. Jakarta yang permukaan nya telah tertutup beton menjadikan kualitas air tanah sangat jelek. Sumur resapan dalam itu berfungsi meningkatkan kualitas air di dalam tanah.

Normalisasi sungai

Usai sekitar 15 menit meninjau sumur resapan, Jokowi bergeser ke Kali Ciliwung, ruas Menteng, Jakarta Pusat kemudian ruas Kampung Melayu, Jakarta Timur. Sungai yang setiap musim hujan selalu menjadi momok bagi warga di sekitarnya itu tengah menjalani normalisasi. Dasar sungai dikeruk dan tepi sungai diperlebar serta dibangun turap.

Sejak empat bulan yang lalu, Pemprov DKI telah menormalisasi 4 dari 13 sungai besar di Jakarta. Langkah itu dianggap baik mengingat pengerjaannya yang membutuhkan banyak waktu dan tenaga.

Selain itu, Pemprov DKI juga melakukan pengerukan sebanyak 160 saluran penghubung dan 18 saluran sub makro (kali kecil di permukiman warga). "Setelah Idul Adha besok, kita percepat lagi. Ini ndak akan selesai tahun ini, karena berkelanjutan terus sampai di tahun mendatang," ujar Jokowi.

Kepala Dinas PU Manggas Rudy Siahaan mengatkui penyebab banjir di Jakarta bukan hanya karena sungai yang meluap, namun juga akibat drainase yang buruk. Namun, Dinas PU tidak secara khusus memprogramkan revitalisasi drainase. Menurutnya, peran tersebut telah dibantu dengan adanya ribuan sumur resapan dalam di DKI.

"Kita optimalkan dengan sumur resapan. Karena kalau bicara drainase, memang sudah overload karena buangan rumah tangga ke situ juga, jadi memang harus ada program khusus," ujar Manggas.

73 Pompa Rusak Pembangunan rumah pompa di Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, adalah titik terakhir tinjauan Jokowi. Di titik inilah yang memegang peranan cukup penting dalam pengendalian banjir di Jakarta. Pasalnya, bencana banjir yang melanda DKI awal 2013 lalu, sedikit banyak disebabkan banyaknya pompa penyedot air ke dalam sungai, mengalami kerusakan. Setelah diinventarisir benar saja, dari 500 pompa, 73 di antaranya tidak bisa terpakai.

"Kalau pompa air mati, kan airnya menggenang, harusnya disedot terus dialiri ke laut, ini malah menggenang banjir di mana-mana," lanjut Jokowi.

Jokowi pun menargetkan kerusakan pompa itu November 2013 mendatang. Tidak hanya memperbaiki pompa, Dinas PU juga tengah membangun sebanyak 10 unit pompa yang terdiri dari 6 unit di Penjaringan dan 4 di Muara Baru. Jika seluruh pompa dipelihara baik, Jokowi pun yakin banjir di Jakarta bisa dikendalikan secara sedini mungkin.

Normalisasi waduk

Tidak hanya tiga program di atas, Jokowi juga telah menormalisasi 12 waduk pengendali banjir di Jakarta. Di antaranya adalah Waduk Pluit, Waduk Ria Rio, Waduk Tomang Barat, Waduk Pondok Labu.

Dari 12 waduk tersebut, hanya Pluit serta Ria Rio yang mengharuskan merelokasi warga terlebih dahulu sebelum melaksanakan normalisasi. "Kita harap pengerukan yang sekarang dilakukan sudah mampu memfungsikan lagi waduk yang sudah puluhan tahun tidak disentuh," ujar Jokowi.

Terakhir, program yang dipaparkan Jokowi adalah pemasangan CCTV di 130 rumah pompa DKI yang langsung tersambung ke kantornya. Dengan demikian, Jokowi dapat sewaktu-waktu memantau kondisi pompa penyedot dan bisa mengambil keputusan lapangan secara cepat dan tepat.

Pemprov DKI juga membentuk Satuan Tugas Banjir yang terdiri dari lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), mulai dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah(BPBD), Satuan Polisi Pamong Praja, Dinas Kesehatan dan dinas-dinas lainnya.

"Satgas banjir itu untuk merespon aduan masyarakat, misalnya kalinya banyak endapan, laporan genangan air di jalan dan sebagainya agar kita segera meresponnya dengan cepat," ujar Manggas.

Musim hujan di akhir 2013 ini, tepat satu tahun Jokowi memimpin Ibu Kota, dapat menjadi ujian berat baginya. Berhasil atau tidaknya Jokowi melewati ujian tersebut, ditentukan banyaknya atau sedikitnya titik banjir di Jakarta.

Meski, di akhir-akhir pemaparan, Jokowi sempat berseloroh. "Jangan harap banjir bisa dapat selesai begitu sa ja. Balik lagi ke cerita Wali Kota Rotterdam, butuh berapa lama mereka atasi banjir? 200 tahun," ujar Jokowi.

Sumber: kompas.com