Tidak dapat diragukan lagi bahwa Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan nama julukan JOKOWI merupakan sosok yang saat ini cukup fenomenal di Indonesia. Jokowi adalah mantan Walikota Surakarta ini telah menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat luas, semenjak dirinya mempopulerkan mobil SMK beberapa saat yang lalu.

Jokowi yang lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961 ini semakin menjadi perbincangan masyarakat ketika secara resmi mencalonkan diri sebagai calon Gubernur untuk DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P) yang berkolaborasi dengan Partai Gerindra.
Dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang juga sering dijuluki sebagai Ahok.



Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java".
Baca biografi lengkap beliau DISINI

Baca biografi wakil beliau ( AHOK ) DISINI

Kamis, 21 Februari 2013

Hati-hati Jokowi, Kegagalan di Depan Mata

Joko Widodo (Jokowi). (Dok. Istimewa)

Tidak ada yang meminta Jokowi (dan Ahok) untuk jadi Bandung Bondowoso, yang sanggup membangun 99 patung dalam semalam. Tapi bagaimana bila ayam sudah hampir berkokok, jangankan 99, satu patungpun belum jelas wujudnya…?

Berikut ini adalah beberapa patung yang masih berbentuk lempung :

Kampung Deret
Proyek yang selalu ditenteng Jokowi pada masa kampanye dulu adalah Kampung Deret atau Kampung Susun di bantaran kali. Pilot project di bantaran kali Ciliwung itu akhirnya mengalami naas : tidak jadi dibangun karena menabrak Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air.

Kartu Jakarta Sehat (KJS)
KJS, seperti yang dikabarkan memiliki kelebihan berupa rekam medis di chip kartu, persyaratan lebih mudah/tidak perlu surat miskin untuk memperolehnya serta menghapus strata kelas ruang perawatan dengan otomatis naik ke kelas lebih tinggi jika tidak tersedia tempat di kelas lebih rendah. Semua keunggulan itu ternyata tidak didukung oleh kesiapan dana, prasarana, SDM dan perubahan mentalitas pekerja kesehatan.

Lonjakan jumlah pasien sekitar 50-100% sudah terasa sejak Nov 12 lalu, namun masih dipandang sebagai kesuksesan KJS membangkitkan minat berobat masyarakat dan tersedianya pelayanan kesehatan tanpa pandang bulu. KJS bahkan tidak dibutuhkan, banyak Puskesmas yang karena takut dianggap tidak mendukung program Gubernur baru, atau mungkin takut dimarahi Ahok, menerima pasien cukup dengan KTP. Akibat promosi kencang, euphoria masyarakat tak terbendung. Yang datang bukan hanya yang benar-benar sakit dan tidak mampu, tapi juga yang sakit tidak benar-benar serius dan tidak benar-benar tidak mampu; sampai Puskesmas dan Rumah Sakit kewalahan.

Puskesmas sampai kelebihan beban dan mendorong pasien ke RS, RS berteriak minta Puskesmas jangan asal rujuk. Belum lagi lonjakan tagihan yang akibat masalah internal berupa macam-macam koreksi di administrasi Pemda, sehingga beberapa RS mengalami kesulitan cashflow. Puncaknya adalah peristiwa meninggalnya adik Dera, setelah ditolak 10 Rumah Sakit dengan alasan ketiadaan NICU dan tempat perawatan.

Ganjil-Genap dan Electronic Road Pricing (ERP)
Penanggulangan kemacetan dengan sistem Ganjil-Genap yang menjadi isu utama pada Dec 2012 lalu, akhirnya tidak jalan. Protes berdatangan dari mana-mana, termasuk dari Neta S. Pane/IPW, karena dianggap titipan ATPM dan merugikan pengguna kendaraan.

Setelah Ganjil-genap batal, ERP diangkat. Apabila tahun lalu Ahok bilang ERP rumit, sekarang ini menyimak pembicaraan Ahok, seolah-olah pelaksanaan ERP itu gampang banget. Tinggal ditenderkan, pembayaran bisa potong rekening, diintegrasikan dengan pembayaran tilang dan perpanjangan STNK. Kalau mau tahu cara kerja sistem ERP itu, Ahok bilang tak usah studi banding, tinggal tonton saja di Youtube. Apa benar semudah itu ?

Tampaknya ERP ini – maaf – akan seperti kentut saja. Heboh sebentar setelah itu hilang dibawa angin. Banyak sekali masalah ERP yang harus dijawab : bagaimana memastikan setiap unit mobil yang masuk Jakarta/kawasan ERP memasang dan mengaktifkan OBU (On Board Unit), apabila Jakarta ini banyak titik masuknya, bukan pulau dengan akses masuk terkontrol seperti Singapura. Bagaimana billing dan collection, dan bagaimana enforcementnya…? Solusi sambil-lalu yang dijawab Ahok : diskon 50% Biaya Balik Nama untuk pemasang OBU, auto debet ke rekening, jelas bukan jawaban. Bagaimana dengan BPKB yang sudah atas nama yang benar ? Berapa banyak yang bersedia untuk auto debet rekening ? Di Jakarta ini, banyak pemilik dan pengguna kendaraan tidak sama dengan nama di BPKB, siapa yang harus ditagih…?

Monorail
Seperti diketahui, konsorsium pemodal baru Ortus Group sudah masuk ke PT Jakarta Monorail, tanda-tanda proyek ini akan diaktifkan lagi. Sampai saat ini, Jokowi berkeras bahwa biaya tiket monorail harus sekitar Rp 8.000 dan Pemprov tidak akan subsidi, sementara kabarnya hasil perhitungan investor ada di kisaran Rp 40.000. Selisih bukan sedikit, tapi 5x lipat. Jokowi ibarat menawar dengan sistem Mangga Dua di Sogo Dept Store, yang tidak akan ada titik temunya.

Rusun Marunda
Isu kosongnya rusun-rusun di Jakarta termasuk di Marunda yang acapkali disebut 'berhantu' sudah lama diungkit oleh DPRD sejak tahun 2011. Awalnya adem-adem saja dan tidak prioritas, tapi begitu Ahok mengalami masalah saat menempatkan korban banjir Pluit di rusun Marunda, tiba-tiba sang rusun jadi beken abis. Heboh sekali, sorotan media massa nyaris setiap hari. Ada kepala rusun langsung dipecat, ada koboi belitung dan ada pintu yang didobrak..pyar… Setelah dihadirkan segala macam gratisan mulai dari angkutan, kasur, perabot, TV, kulkas sampai pijit; kabarnya yang antri membludak. Mirip barisan di depan kasir supermarket kalau lagi ada cuci gudang.

Apabila anda menyempatkan diri ke rusun Marunda, akan menjumpai 11 tower tersebut masih banyak sekali yang kosong, menandakan ada masalah substansial yang masih harus dibenahi. Bahkan menurut Kompas, ada penghuni rusun yang sudah kabur membawa TV dan kulkas. Pelanggaran jual-beli rusun yang disebut Ahok juga kemungkinan adalah proses/makelar subkontrak, karena mencari penyewa serius yang komitmen tinggal permanen dan membayar tidak mudah. Masa sih ada yang mau membeli rusun yang sertifikatnya milik Pemda ?

Giant Sea Wall (GSW)
Baik Jokowi maupun Ahok sudah mengakui bahwa ini adalah proyek Foke, maka basisnya adalah studi yang dilakukan Jakarta Coastal Defense Strategy (JCDS). Dalam rilis JCDS, ada 3 opsi GSW, dan tampaknya yang dipromosikan Ahok adalah opsi ke 3, yang di dalamnya termasuk reklamasi 3.000 hektar. Karena biaya yang tercantum di JCDS sebesar US$ 21Milliar (setara Rp. 200 triliun ) digelembungkan Ahok menjadi Rp. 385 triliun, menunjukkan ambisi Ahok melebihi Foke. Ambisi itu juga ditunjukkan melalui keinginan untuk memajukan proyek ke tahun 2013 dari 2016 yang direncanakan. Padahal opsi 3, menurut JCDS, perencanaan dan persiapannya begitu kompleks, sehingga realisasinya antara 2020-2030.

Dalam rencana Foke, GSW dibiayai melalui pinjaman luar negeri, hibah, partisipasi masyarakat melalui obligasi, APBD dan dunia usaha. Sementara Ahok ingin 100% GSW itu dibiayai oleh investor, yang disebutnya 'cukong'; dengan imbalan izin reklamasi di Pantura Jakarta berupa 17 pulau. Jika Foke masih punya etiket, malu menyebut reklamasi, urat malu Ahok tampaknya sudah putus dengan tanpa ragu menyebut reklamasi sebagai penyelamat.

Sekilas Ahok terlihat pintar, warga DKI bisa dapat GSW gratis. Tapi apabila disimak lebih dalam, sebenarnya opsi Foke lebih aman sebab melibatkan pihak luar negeri dan masyarakat, yang menuntut transparansi, prospektus setebal bantal dan AMDAL yang jelas. Sementara Ahok menyerahkan nasib pantura DKI ke tangan cukong. Apakah rakyat dan para pengamat akan mendapatkan penjelasan maupun dapat mengawal reklamasi dan efeknya terhadap hajat-hidup mereka ? Wallahualam. Paling juga terus berjalan tanpa kendali seperti reklamasi yang sekarang ini, yang disebut Departemen Lingkungan Hidup merupakan penyebab banjir di DKI dan amblesnya tanah di Pantura.

Jika dipikirkan secara logika, akan didapat dari mana tanah dan pasir untuk urukan 17 pulau itu ? Apabila disebut dari galian waduk dan sungai di Jakarta, apa mungkin ? Coba lihat peta DKI di Perda RTRW 2010-2030, berapa besar waduk, sungai, dan berapa besar rencana reklamasi…? Apakah sebagian pulau Pulau Belitung mau dipindahkan untuk membangun 3.000 hektar plus ini ? Atau, apakah ini proyek heboh-hebohan yang hanya akan berakhir senyap seperti yang lainnya …?

Ahok : Achilles Heel Jokowi
Setiap kali Ahok buka mulut di depan wartawan, nyaris tiap kali itu pula menyinggung pihak lain. Memang di dunia ini ada orang yang merasa perlu mengangkat diri dengan menjatuhkan/mempermalukan orang lain. Dulu kita tak pernah dengar suara Wagub DKI, sekarang Wagub DKI sibuk tebar pesona menyaingi bossnya.

Belum lama dilantik, dalam wawancara Gatra Oktober 2011 lalu, Ahok mengatakan Pemprov (Ahok) harus jadi tuan di atas cukong. Entah apa yang dipikirkan para cukong saat mendengarnya. Kalimat yang gagah sekali, baik untuk pencitraan namun tak ada gunanya di hidup nyata. Sebab cukong yang dimaksud, sudah jago berbisnis saat Ahok masih bercelana kodok. Boro-boro Ahok mencabut izin cukong apabila menolak bangun GSW, ternyata Ahok harus jual izin reklamasi 17 pulau untuk imbalan GSW gratis. Belum apa-apa Ahok harus pasang badan bagi cukong untuk urusan AMDAL. Tragis, Ahok akhirnya hanya jadi salesman cukong.

Sikap Ahok menantang debat soal AMDAL, apabila dilihat dari sejarah panjang perseteruan Kementerian Lingkungan Hidup dan pengusaha soal reklamasi, menyakitkan hati bagi Walhi dan para aktivis lingkungan. PDI-P pasti ingat, Keputusan Menteri LH itu, dibuat pada zaman ibu Megawati. Nabil Makarim adalah salah satu menteri kesayangannya.

Apabila Jokowi selalu berusaha membangun hubungan baik dan santun terhadap berbagai pihak, semua itu dengan mudah dibuyarkan oleh Ahok. Selain doyan memarahi anak buahnya, seperti mengancam memecat Lurah apabila ada warga meninggal saat banjir, gara-gara meninggalnya seorang kakek yang memang sudah sakit saat banjir di Kampung Pulo. Menghadapi Kepsek yang mengingatkan bahwa pemotongan anggaran bisa menurunkan mutu siswa, malah disergah, supaya siswa super wahid – ente butuh berapa triliun…?

Ahok belum lama ini, tanggal 17 Feb di Tempo.co, sudah mulai lancang menyebut atasannya 'kurang galak' sambil mengangkat diri dan nyalinya yang berani memecat siapa saja, kapan saja, dan bahkan siap diPTUNkan.
http://www.tempo.co/read/news/2013/02/17/083461907/Ahok-Nilai-Jokowi-Kurang-Galak

Pada saat banjir Pluit, ketika ditanya wartawan dimana keberadaannya sejak 3 hari yang lalu, dengan seenaknya Ahok nyeletuk soal 'pulang ke Belitung'. Tidak puas dengan vendor pengelolaan sampah, malah keluarkan ide asbun seperti menggaji 2000 pemulung Rp 2 juta per orang untuk mengangkat sampah Jakarta. Karena asal bunyi, ya kini tak ada kabarnya lagi.

Lebih dari sekali Ahok menyinggung kepolisian. Soal plat mobil, misalnya, Ahok menginsinuasikan mengenai penjualan plat mobil DKI 2 ke swasta, padahal menurut kabar plat tersebut sudah sejak lama dipegang Foke. Untuk urusan ERP, yang jelas tidak akan berhasil tanpa kerja-sama dari Polda Metro Jaya; Ahok mengeluarkan lecehan 'prit jigo prit gocap'. Tingkah laku negatif Kepolisian harusnya yang menegur adalah atasannya. Ahok adalah kolega, pihak yang memerlukan kerja-sama. Apa jaminannya cara komunikasi tersebut tidak membuat Ahok justru dialienasi sementara banyak proyek Pemprov DKI yang perlu didukung kepolisian…?

Untuk urusan ERP itu pula, Ahok sempat-sempatnya menyentil soal 'studi banding' – apakah ini yang dituju adalah DPRD…? Ahok bahkan menggampangkan bahwa sistem tersebut cukup dilihat di Youtube !

Tanggal 19 Feb kemarin, saat sedang berbicara mengenai KJS di RS Husada, Ahok bahkan menginsinuasikan 'perut, otak dan dompet' lebih penting daripada ahlak. Meskipun ahlak bukan cuma soal agama, tapi juga lingkungan, upbringing; Ahok nyasar kemana-mana soal semua pejabat yang disebutnya munafik soal pelaporan harta kekayaan, soal agama dan politik bahkan tak masalah dianggap kafir no. 1. Juga menegaskan negara ini tak bisa dipimpin baik-baik, harus diajak berantem.

http://news.detik.com/read/2013/02/19/171037/2174270/10/di-depan-para-dokter-ahok-luapkan-kekesalan-soal-pejabat-munafik dan

http://news.liputan6.com/read/516624/kesampingkan-akhlak-pejabat-ahok-silakan-cap-saya-kafir-nomor-1

Peristiwa terakhir ini menunjukkan secara kasat mata beda antara Jokowi dan Ahok. Apabila Jokowi adalah negosiator, fasilitator dan mengutamakan komunikasi; semua itu rupanya dianggap 'kurang galak' oleh Ahok yang siap berantem dengan siapa saja. Membangun kepercayaan itu tidak mudah, Jokowi bekerja keras tidak sehari-dua, tapi panas setahun usaha Jokowi bisa dihapus hujan sehari komentar tak sedap dari Ahok.

Duh, capenya jadi Jokowi.

Masih Banyak Waktu
Alangkah sedihnya apabila pemerintahan Jokowi berlalu tanpa greget. Proyek-proyek pada GARING, nyaring bunyinya tapi tak ada yang berjalan baik. Karena kurang perencanaan, kurang koordinasi, kurang dukungan. Over-expose. Sedikit-sedikit diblow-up ke wartawan; padahal bicara pada regulator, pengambil-keputusan dan pihak terkait juga belum. Peraturan yang ada tidak dicek dulu apakah benturan atau tidak. Makin banyak proyek diheboh-hebohkan, lalu tak terwujud, akan makin banyak muncul kata GAGAL. Ini gagal itu gagal. Jokowi juga bisa gagal nyapres 2019.

Dua pemimpin asyik bicara, pasti akhirnya banyak keselip lidah. Nanti dibuat sensasi oleh media, timbul blunder yang bikin bingung rakyat. Dua pimpinan seperti dua kutub : yang satu hendak merangkul, yang satu sibuk mengalienasi. Yang satu sibuk nyari teman, yang satu nyari musuh. Yang satu mencari titik temu, yang satu ngajak berantem. Yang satu santun, yang satu menyakitkan dalam bertutur. Don't be cruel. Pemimpin santun bukan berarti lemah, sopan bukan berarti tak tegas. Be kind.

Mumpung masih ada 4 tahun 8 bulan, sebaiknya Jokowi segera berbenah diri. Jokowi perlu mengurangi 2 hal :

1. Kurangi blusukan, dan 2. Kurangi bicara pada wartawan. Proyek-proyek dimatangkan dulu, kalau perlu sosialisasi baru bicara pada wartawan.

Jokowi juga perlu menambah 2 hal : 1. Menambah waktu di kantor untuk memimpin rapat dan membaca laporan, dan 2. Menambah pengawasan terhadap Ahok, beri pendidikan budi pekerti. Ahok disuruh membaca kitab Raja-raja China Zhu Yuan-Zhang atau Liu Bang : berantem saat perang, memimpin dalam damai. Kolega dan anak buah bukan musuh, tak perlu bicara seolah-olah tiap orang malas, maling, atau dua-duanya. Tak ada yang bisa sukses dengan menciptakan musuh dimana-mana. Heran ya, Jokowi lebih mengerti 'guanxi' ketimbang Ahok yang Tionghoa !

Sebaiknya satu orang saja yang bicara : Jokowi. Yang lain, hanya pembantu Jokowi, jadi harap tahu tempatnya. Jujur, DKI masih perlu pemimpin seperti Jokowi yang humble, jujur dan kerja untuk rakyat. Seperti Jabar butuh Rieke & Teten. Semoga PATEN menang di Jabar, sehingga koordinasi DKI-Jabar untuk mengatasi banjir, transportasi dan hal-hal lainnya semakin lancar.

Penulis : Go Teng Shin

Sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/02/21/hati-hati-jokowi-kegagalan-di-depan-mata-535636.html


Jokowi, Anak Macan yang Gigit Induknya

Jokowi, Anak Macan yang Gigit Induknya
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi dinilai membuat tidak nyaman sejumlah elit parpol, terutama yang berjasa mengantarkan Jokowi menjadi orang nomor satu di Jakarta, salah satunya Ketua Umum Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto. Kini, popularitas mapun elektabilitas Jokowi sudah melampaui mereka.

Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi mengatakan, Jokowi pada lima bulan lalu bukan siapa-siapa. Namun, dengan waktu relatif singkat Jokowi kemudian muncul sebagai calon presiden alternatif di urutan teratas pada Desember 2012.

Survei yang dilakukan Lembaga Survei Jakarta (LSJ), Selasa (19/2/2013), mendapati, elektabilitas Jokowi lebih besar dari Prabowo Subianto, Wiranto, Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, dan Megawati Soekarnoputri. Dari 13 tokoh nasional, elektabilitas Jokowi paling tinggi, mencapai 18,1 persen. Angka itu lebih tinggi daripada elektabilitas Prabowo Subianto (10,9 persen), Wiranto (9,8), Jusuf Kalla (8,9), Aburizal Bakrie (8,7), dan Megawati (7,2).

"Jadi secara tidak langsung Jokowi sudah seperti anak macan yang menggigit induknya sendiri. Dia tampil dalam waktu singkat tapi mampu mengalahkan orang-orang yang sebelumnya berjasa membawanya dari Solo ke Jakarta," kata Burhanuddin di Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan, Banteng, Kamis ( 21/2/2013 ).

Meski demikian, tambah Burhanuddin, elektabilitas Jokowi sebagai capres belum cukup menonjol. Berdasarkan hasil survei, dari 82 persen responden yang mengenal Jokowi, kata dia, hanya sekitar 20 persen yang akan memilih Jokowi jika maju dalam Pilpres.

"Artinya tidak cukup efisien. Meskipun dibanding calon lain, dia tetap tertinggi," katanya.

Masalah lain, lanjut dia, tidak etis jika PDI Perjuangan memutuskan untuk mengusung Jokowi di Pilpres 2014. Pasalnya, Jokowi sudah tak menyelesaikan mandat sebagai Walikota Surakarta ketika maju dalam Pilgub DKI Jakarta.

"Ketika sekarang menjadi gubernur hingga 2017, kalau dia ikut arus maju di Pilpres 2014, secara etika tidak tepat. Tapi tergantung kalau PDIP dan saat bersamaan masyarakat memandang bahwa dia figur yang paling tepat, apa mau dikata," pungkas Burhanuddin. 

Sumber : kompas.com



4 Orang Malaysia ini puji dan sanjung Jokowi

4 Orang Malaysia ini puji dan sanjung Jokowi
Ilustrasi Malaysia. REUTERS/Bazuki Muhammad

Gaya kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo tidak hanya diakui banyak pihak di dalam negeri. Di negeri jiran Malaysia, banyak pula yang mengagumi style Jokowi.

Tidak hanya kalangan jurnalis di Malaysia yang memuji performa Jokowi selama menjadi gubernur. Bahkan, seorang menteri juga terkagum-kagum dengan Jokowi. Berikut ini 4 orang warga Malaysia yang memuji Jokowi.

1. Datuk Seri Mustapa Mohamed, menteri industri dan perdagangan Malaysia

Datuk Seri Mustapa mengaku terang-terangan mengagumi gaya kerja Jokowi. Dia menulis dalam sebuah artikel yang dimuat di Straits Times tentang inspirasi seorang Jokowi. Artikelnya berjudul Jokowi's work ethic is an inspiration.

4 Orang Malaysia ini puji dan sanjung Jokowi

Datuk Seri Mustapa mengaku pernah berdiskusi dengan Jokowi di rumahnya di Kuala Lumpur. Saat itu Jokowi masih menjabat sebagai wali kota Solo. Diskusi itu ditemani dengan secangkir teh dan kerupuk.

Datuk Seri Mustapa mengaku banyak bertukar pendapat tentang pengalaman berpolitik dan birokrasi dengan Jokowi. Kehebatan Jokowi, menurut dia adalah mengaplikasikan pengalaman sebagai enterpreneur di bisnis mebel ke dalam perilaku saat menjabat sebagai wali kota Solo.

"Jokowi menekankan pentingnya masyarakat merasa diberdayakan, hanya dengan cara itu mereka akan mendukung inisiatif pemerintah daerah," tulisnya.

2. Datuk Syed Munshe Afdzaruddin Syed Hassan

Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Syed Munshe Afdzaruddin Syed Hassan menilai Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) itu sebagai sosok yang penuh dengan gagasan atau ide.

4 Orang Malaysia ini puji dan sanjung Jokowi


"Pak Jokowi memiliki sejumlah karakter yang menarik, terutama sosoknya yang penuh dengan ide. Beliau memiliki banyak ide untuk mengembangkan hubungan antara masyarakat Jakarta dan Kuala Lumpur," katanya setelah melakukan pertemuan dengan Jokowi di Balai Kota, Jakarta Pusat.

Selain penuh dengan ide, Afdzaruddin juga menilai Jokowi sebagai pribadi yang ramah, pandai serta tegas. Dia mengaku senang dapat bertemu secara langsung dengan Gubernur DKI itu.

"Beliau itu orangnya ramah sekali, pandai dan juga tegas. Saya senang sekali dapat bertemu dan berbincang secara langsung. Beliau menyambut saya dengan baik," ujar Afdzaruddin.

Pertemuan tersebut, menurut Afdzaruddin, banyak membahas cara-cara untuk lebih mengembangkan hubungan antara kedua negara itu, terutama antarmasyarakat Jakarta dan Kuala Lumpur.

3. Haris Zuan

Haris Zuan adalah kolumnis yang pernah menulis di Malaysian Insider dengan tema tulisan Mencari lebih ramai Jokowi dan Ahok dalam politik. Haris Zuan menuliskan pendapatnya tentang perlunya memunculkan tokoh seperti Jokowi dan Ahok di Malaysia.

Dalam tulisan berbahasa melayum dia menulis, Malaysia semestinya memerlukan ruang untuk membolehkan ‘pemain baru’ muncul.

"Jika ada yang mendakwa kita telah melakukan secukupnya untuk memupuk tokoh-tokoh baru; mengapa politik Malaysia hari ini masih menampilkan banyak tokoh daripada keturunan keluarga yang sama, baik kerajaan mahupun pembangkang (oposisi)? Tanpa ruang dan budaya yang demokratik, kita pasti sukar untuk menemukan Jokowi dan Ahok Malaysia," tulis Haris Zuan.

4. Syed Nadzri Syed Harun

Syed Nadzri Syed Harun, seorang kolumnis Malaysia, menulis tentang kondisi negeri jiran itu menjelang pemilu dikaitkan dengan sepak terjang Jokowi. Tulisan Syed Nadzri Syed Harus dilansir koran The Malay Mail, Selasa (19/2).

4 Orang Malaysia ini puji dan sanjung Jokowi

Tulisan Nadzri berjudul, Wanted badly: A Malaysian Jokowi. Dalam tulisannya Nadzri mengutip kisah Jokowi dalam majalah The Economist dan surat kabar The Wall Street Journal akhir Januari lalu. Dia mengatakan, Jokowi yang baru menjabat Gubernur Jakarta akhir Oktober tahun lalu lebih menekankan kerja nyata ketimbang sibuk dengan urusan politik.

"Jokowi bahkan mau masuk ke gorong-gorong dan mengunjungi daerah kumuh serta berbicara dengan rakyat miskin tentang akses kesehatan dan pendidikan," tulis Nadzri.

Jokowi, kata dia, juga langsung turun tangan menangani banjir besar yang merendam Jakarta bulan lalu. "Dia lebih menekankan aksi nyata untuk menangani banjir," demikian tulisan Nadzri, beberapa mengutip artikel The Economist dia.

Pada 8 Januari lalu Jokowi juga terpilih sebagai Wali Kota terbaik ketiga di dunia ketika dia menjabat sebagai wali kota Solo.

Nadzri menyoroti kondisi kemacetan parah yang selalu melanda Ibu Kota Kuala Lumpur, Johor Baru, dan Penang, hingga menyebabkan kualitas kehidupan menurun. Dia mengangkat kisah Jokowi yang akan mewujudkan pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta untuk mengatasi kemacetan.

Nadzri kembali menegaskan buruknya kondisi Malaysia saat ini yang banyak dipimpin oleh orang-orang yang lebih mementingkan urusan politik ketimbang aksi nyata.

"Kita butuh Jokowi di sini. Dan seperti pernah dia katakan, dia tak ingin jadi presiden. Dia hanya menjalankan pekerjaan mulia."


Sumber : merdeka.com



Pengelolaan sampah di Jakarta akan diserahkan ke swasta

Pengelolaan sampah di Jakarta akan diserahkan ke swasta
Bank Sampah warga. ©2012 Merdeka.com/dwi narwoko

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan pengelolaan sampah akan dilakukan melalui pihak ketiga atau swasta. Sebab, selama ini belum ada retribusi untuk kebersihan.

"Di perumahan mewah ada pungutan untuk sampah namun pengangkutan masih menggunakan truk pemerintah. Karena itu, nantinya akan ada retribusi sampah yang dikelola swasta dan terdapat jaminan sampah sudah dipilah-pilah jelas dari perumahan atau perkampungan," kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Kamis (21/2).

Penggunaan teknologi untuk pengelolaan sampah di antaranya melalui ITF dilakukan dengan menggunakan incinerator atau dibakar yang menyisakan residu sekitar 10 persen dari total sampah yang diolah. Kemudian, incinerator bisa juga dijadikan energi dengan menghasilkan listrik 14 megawatt per seribu ton sampah. Sehingga, didorong bisa menjadi pembangkit listrik.

Pembangkit listrik tersebut digarap tahun ini di antaranya akan mendatangkan investor dari Singapura atau Jepang. Sementara itu, dia mengatakan akan dibangun empat ITF di Jakarta.

Sementara itu di tempat yang sama, Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Unu Nurdin mengatakan edukasi atau pendidikan menjadi hal yang penting dalam pengelolaan sampah. Hal ini untuk mewujudkan Jakarta bebas dari sampah.

''Setelah edukasi, baru 3R, bank sampah,'' ujar Unu.

Unu mengatakan, pengelolaan sampah harus dari sumbernya. Karena itu, seksi-seksi yang sudah tersebar di setiap kelurahan menjadi ujung tombak dalam melakukan pembinaan secara efektif terhadap masyarakat. Adanya pembinaan, maka masyarakat bisa memilah berdasarkan nilai ekonomis. Dia menyerahkan pengelolaan maupun daur ulang (reuse, reduce, recycle) atas inisiatif masyarakat sendiri.

Di Jakarta, sampah yang diolah dari sumbernya sekitar 300 ton per hari melalui bank sampah yang di antaranya menjadi kompos. Produksi sampah masyarakat antara 5.300-6.300 ton per hari. Namun, sifatnya fluktuasi sesuai kondisi di masyarakat. Nantinya, pembuangan sampah dilakukan Intermediate Treatment Facility (ITF) seperti yang ada di Sunter. Selain itu, pembuangan sampah terpadu dapat menekan sampah yang dibawa ke pembuangan akhir.

Terkait ada daerah yang menahan KTP bagi orang yang buang sampah sembarangan, Unu mendukungnya. Menurutnya, peraturan tersebut dibuat pihak kelurahan dan linmas diharapkan dapat menimbulkan efek jera.

Anggaran pemerintah DKI Jakarta tahun ini sekitar Rp 800 miliar untuk kebersihan. Penanganan sampah juga diarahkan dengan teknologi.

Sumber : merdeka.com