Tidak dapat diragukan lagi bahwa Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan nama julukan JOKOWI merupakan sosok yang saat ini cukup fenomenal di Indonesia. Jokowi adalah mantan Walikota Surakarta ini telah menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat luas, semenjak dirinya mempopulerkan mobil SMK beberapa saat yang lalu.

Jokowi yang lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961 ini semakin menjadi perbincangan masyarakat ketika secara resmi mencalonkan diri sebagai calon Gubernur untuk DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P) yang berkolaborasi dengan Partai Gerindra.
Dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang juga sering dijuluki sebagai Ahok.



Sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java".
Baca biografi lengkap beliau DISINI

Baca biografi wakil beliau ( AHOK ) DISINI

Rabu, 02 Juli 2014

Ekonom: Jokowi-JK Lebih Realistis Ketimbang Prabowo-Hatta


Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik (tengah) bersama dua pasang capres dan cawapres saat pengumuman harta kekayaan di kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2014). Capres nomor urut 1, Prabowo Subianto memiliki harta kekayaan terbanyak, yaitu sebesar Rp 1,6 triliun, cawapres nomor urut 2, Jusuf Kalla sebesar Rp 465 miliar, cawapres nomor urut 1, Hatta Rajasa sebesar Rp 30 miliar, dan capres nomor urut 2, Joko Widodo sebesar Rp 29 miliar.

Visi-misi pasangan Jokowi-JK dinilai lebih realistis ketimbang visi-misi pasangan Prabowo-Hatta. Dalam diskusi publik bertajuk 'Realistiskah Program Ekonomi Jokowi-JK?' di Grand Sahid Hotel, Jakarta, Rabu (2/7/2014), ekonom Faisal Basri menilai, pembangunan ekonomi yang diusung Jokowi-JK lebih bagus.

"Dalam paparan visi misi pasangan Jokowi-JK menyampaikan mengejar pertumbuhan ekonomi adalah bagus, tapi lebih baik mengurangi kesenjangan di antara masyarakat kota dan desa serta wilayah Indonesia bagian timur dan barat," katanya.

Sementara itu, untuk pasangan Prabowo-Hatta, dia menilai mengejar pertumbuhan ekonomi sekitar 7-10 persen sangatlah tidak realitis. "Jika dilihat dari energi yang ada, maka PLN tidak sanggup memasok aliran listrik untuk pertumbuhan tersebut sehingga membutuhkan impor BBM lebih banyak lagi jika mau mengejar pertumbuhan ekonomi itu," ujarnya.

Dalam diskusi yang digelar Indonesia Research & Strategic Analysis (IRSA) itu, Faisal mencontohkan, dalam hal kedaulatan pangan, program Jokowi-JK lebih pro terhadap petani. "Jokowi-JK lebih memprioritaskan pembangunan infrastruktur pertanian yang selama ini diabaikan seperti irigasi, sehingga dapat memaksimalkan produksi pertanian," katanya.

Jokowi-JK juga menekankan pentingnya membangun gudang-gudang pertanian. Sehingga, ketika hasil pertanian membanjiri pasar, maka stok hasil pertanian dapat disimpan di gudang-gudang tersebut. "Stok tersebut dapat dikeluarkan ketika terjadi kelangkaan produk pertanian," kata Faisal.

Sementara untuk Prabowo-Hatta, ia mempertanyakan pencetakan lahan baru sekitar 2 juta hektar berdasarkan koridor MP3EI. "Lahan itu untuk siapa? Jelas itu bukan untuk petani," katanya.

Sumber: kompas.com

Selasa, 01 Juli 2014

Ini Alasan Jurnalis AS Allan Nairn Ungkap Wawancara "Off The Record" dengan Prabowo


Capres nomor urut 1, Prabowo Subianto mengumumkan hasil verifikasi harta kekayaannya di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2014). Capres nomor urut 1 Prabowo Subianto memiliki harta kekayaan terbanyak, yaitu sebesar Rp 1,6 triliun, cawapres nomor urut 2 Jusuf Kalla sebesar Rp 465 miliar, cawapres nomor urut 1 Hatta Rajasa sebesar Rp 30 miliar, dan capres nomor urut 2 Joko Widodo sebesar Rp 29 miliar.

Jurnalis Amerika Serikat Allan Nairn angkat bicara soal alasannya membuka kembali percakapan "off the record" dengan mantan Panglima Kostrad, Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto pada tahun 2001 silam. Menurut Allan, apa yang dilakukannya memang melanggar kode etik jurnalistik. Akan tetapi, ia beralasan, hal ini dilakukan untuk kepentingan yang lebih besar yakni bangsa Indonesia yang telah dibutakan dengan citra yang tengah dibangun Prabowo yang kini maju sebagai calon presiden.

"Kalau ada sejarah jejak rekam jenderal yang paling jahat menyiksa orang sipil, membunuh orang sipil, itulah Prabowo. Prabowo adalah jenderal dengan rekor kejahatan terburuk. Ini serius sekali. Rakyat Indonesia harus memiliki akases terhadap informasi yang saya punya ini," ujar Allan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (1/7/2014) malam.

Menurut Allan, pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukannya tidak seberapa besarnya jika dibandingkan dengan dampak yang akan diterima masyarakat Indonesia jika Prabowo terpilih sebagai presiden.

Dalam wawancara dengannya, kata Allan, Prabowo menjabarkan bahwa ia adalah seorang jenderal yang tidak percaya pada sistem demokrasi.

"Dia bahkan mengatakan bahwa di Indonesia masih banyak kanibalisme dan kerumunan yang rusuh sehingga masih belum siap untuk demokrasi. Prabowo ingin rezim ototiter yang jinak," kata Allan.

Prabowo, sebut Allan, juga menghalalkan darah sipil yang dibunuh militer. Hal ini mengacu pada kasus pembunuhan massal Santa Cruz. Dalam tulisan yang diunggah dalam blog pribadi Allan, Prabowo disebutkan juga menyandingkan dirinya dengan pemimpin otoriter seperti Pervez Musharraf di Pakistan. Allan mengakui masih banyak jenderal lainnya yang juga berkasus seperti Prabowo. Di kubu Jokowi, kata Allan, ada dua jenderal yaitu Hendropriyono dan Wiranto yang disebutnya juga terlibat pelanggaran HAM berat.

"Keduanya juga jahat, membunuh orang sipil. Tapi pilihannya, Jokowi didukung oleh jenderal-jenderal yang bunuh sipil. Sementara Prabowo adalah jenderal yang bunuh orang sipil," kata Allan.

"Jadi yang saya lakukan ini memang pelanggaran serius dalam praktik jurnalistisk. Tapi ini pengecualian. Saya memiliki informasi ini dan saya rasa masyarakat Indonesia berhak untuk tahu," kata Allan.

Allan adalah seorang jurnalis investigasi yang telah banyak meliput kasus-kasus pelanggaran HAM di berbagai belahan dunia seperti Guatemela, Haiti, hingga Timor Leste. Ia pernah dianggap sebagai ancaman bagi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soeharto atas laporan-laporannya.

Pada bulan Juni dan Juli 2001, Allan tengah menginvestigasi kasus pembunuhan warga sipil yang dilakukan oleh militer Indonesia. Investigasinya itulah yang kemudian mempertemukan Allan dengan Prabowo yang sudah diberhentikan dari dunia kemiliteran.

Dalam wawancara itu, Allan mengaku Prabowo tidak mau menjelaskan secara spesifik kasus per kasus pembunuhan yang terjadi pada zaman Order Baru. Namun, ia justru bercerita panjang lebar kepada Allan tentang pemikirannya akan fasisme dan dunia militer.JAKARTA, KOMPAS.com – Jurnalis Amerika Serikat Allan Nairn angkat bicara soal alasannya membuka kembali percakapan "off the record" dengan mantan Panglima Kostrad, Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto pada tahun 2001 silam. Menurut Allan, apa yang dilakukannya memang melanggar kode etik jurnalistik. Akan tetapi, ia beralasan, hal ini dilakukan untuk kepentingan yang lebih besar yakni bangsa Indonesia yang telah dibutakan dengan citra yang tengah dibangun Prabowo yang kini maju sebagai calon presiden.

"Kalau ada sejarah jejak rekam jenderal yang paling jahat menyiksa orang sipil, membunuh orang sipil, itulah Prabowo. Prabowo adalah jenderal dengan rekor kejahatan terburuk. Ini serius sekali. Rakyat Indonesia harus memiliki akases terhadap informasi yang saya punya ini," ujar Allan dalam wawancara dengan sejumlah media di Jakarta, Selasa (1/7/2014) malam.

Menurut Allan, pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukannya tidak seberapa besarnya jika dibandingkan dengan dampak yang akan diterima masyarakat Indonesia jika Prabowo terpilih sebagai presiden.

Dalam wawancara dengannya, kata Allan, Prabowo menjabarkan bahwa ia adalah seorang jenderal yang tidak percaya pada sistem demokrasi.

"Dia bahkan mengatakan bahwa di Indonesia masih banyak kanibalisme dan kerumunan yang rusuh sehingga masih belum siap untuk demokrasi. Prabowo ingin rezim ototiter yang jinak," kata Allan.

Prabowo, sebut Allan, juga menghalalkan darah sipil yang dibunuh militer. Hal ini mengacu pada kasus pembunuhan massal Santa Cruz. Dalam tulisan yang diunggah dalam blog pribadi Allan, Prabowo disebutkan juga menyandingkan dirinya dengan pemimpin otoriter seperti Pervez Musharraf di Pakistan. Allan mengakui masih banyak jenderal lainnya yang juga berkasus seperti Prabowo. Di kubu Jokowi, kata Allan, ada dua jenderal yaitu Hendropriyono dan Wiranto yang disebutnya juga terlibat pelanggaran HAM berat.

"Keduanya juga jahat, membunuh orang sipil. Tapi pilihannya, Jokowi didukung oleh jenderal-jenderal yang bunuh sipil. Sementara Prabowo adalah jenderal yang bunuh orang sipil," kata Allan.

"Jadi yang saya lakukan ini memang pelanggaran serius dalam praktik jurnalistisk. Tapi ini pengecualian. Saya memiliki informasi ini dan saya rasa masyarakat Indonesia berhak untuk tahu," kata Allan.

Allan adalah seorang jurnalis investigasi yang telah banyak meliput kasus-kasus pelanggaran HAM di berbagai belahan dunia seperti Guatemela, Haiti, hingga Timor Leste. Ia pernah dianggap sebagai ancaman bagi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soeharto atas laporan-laporannya.

Pada bulan Juni dan Juli 2001, Allan tengah menginvestigasi kasus pembunuhan warga sipil yang dilakukan oleh militer Indonesia. Investigasinya itulah yang kemudian mempertemukan Allan dengan Prabowo yang sudah diberhentikan dari dunia kemiliteran.

Dalam wawancara itu, Allan mengaku Prabowo tidak mau menjelaskan secara spesifik kasus per kasus pembunuhan yang terjadi pada zaman Order Baru. Namun, ia justru bercerita panjang lebar kepada Allan tentang pemikirannya akan fasisme dan dunia militer.

Sumber: kompas.com

Selasa, 17 Juni 2014

Tim Jokowi-JK: Prabowo Menghina Orang Indonesia Timur


Calon presiden Prabowo Subianto berkampanye di Stadion Mayjen H Andi Matalatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (17/6/2014).

Anggota Tim Ahli Pemenangan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Andreas Hugo Pareira mengatakan, pernyataan calon presiden Prabowo Subianto tentang karakter masyarakat Indonesia Timur telah menghina orang Indonesia Timur. Dia pun mendesak Prabowo menarik kembali pernyataan tersebut.

"Ini sama saja dengan merendahkan derajat masyarakat dan budaya orang Indonesia Timur," tulis Andreas dalam keterangan persnya, Selasa (17/6/2014).

Andreas mengatakan, semua atribut yang disematkan kepada orang Indonesia Timur oleh Prabowo cenderung identik dengan perilaku masyarakat primitif. Menurut Andreas, Prabowo seharusnya tidak menggeneralisasi semua karakter orang Indonesia Timur seperti itu.

"Semua orang di Indonesia juga mengakui bahwa banyak sekali warisan budaya dan kearifan lokal yang berasal dari pusat-pusat kebudayaan di wilayah Indonesia Timur," kata pria kelahiran Maumere, Nusa Tenggara Timur itu.

Sebelumnya, saat berkampanye di Sulawesi, Prabowo mengungkapkan kesan-kesannya terhadap warga Indonesia timur. Prabowo mengaku tahu betul sifat-sifat orang yang tinggal di wilayah timur Indonesia lantaran ibunya adalah keturunan Sulawesi Utara.

Prabowo menilai orang Indonesia timur cepat marah, tetapi amarahnya cepat mereda. Orang Indonesia timur dinilainya suka pesta. Selain itu, orang Indonesia timur hatinya lurus, kalau bicara apa adanya sehingga dianggap terlalu keras.

"Orang Indonesia timur kadang suka berkelahi, makanya cocok jadi tentara atau polisi," kata Prabowo. (baca: Prabowo: Orang Indonesia Timur Suka Berkelahi, Cocok Jadi Tentara dan Polisi)

Sumber: kompas.com

Survei Indo Barometer: Jokowi-JK Unggul 13,4 Persen Dibanding Prabowo-Hatta


Pasangan capres dan cawapres, Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK bersalaman saat acara debat di Jakarta Selatan, Senin (9/6/2014). Debat akan dilakukan sebanyak lima kali selama masa kampanye.

Survei terakhir Indo Barometer menempatkan pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla masih unggul dibandingkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Jarak elektabilitas kedua pasangan ini, versi Indo Barometer, relatif jauh mencapai 13,4 persen.

Elektabilitas Jokowi-JK, menurut survei ini, mencapai 49,9 persen. Sedangkan Prabowo-Hatta mencapai 36,5 persen. Sebanyak 13,5 persen belum memberikan jawaban. Jumlah itu terdiri dari 1,5 persen responden yang merahasiakan pilihannya, 11 persen responden belum memutuskan, dan 1 persen menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.

Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, Jokowi-JK masih unggul lantaran dipersepsikan dalam banyak kategori.

"Jokowi-JK dilihat sebagai pasangan yang memiliki kinerja bagus, dekat dengan rakyat, jujur, berjiwa sosial, berpengalaman, pasangan yang serasi, dan suka akan kepribadiannya," kata Qodari dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (17/6/2014).

Sementara sosok Prabowo-Hatta unggul di empat kategori, yakni sebagai pasangan yang tegas, memiliki visi dan misi yang bagus, dan berjiwa pemimpin. Menurut Qodari, upaya Prabowo yang berusaha menunjukkan diri dekat dengan rakyat tak akan membuahkan hasil lantaran persepsi itu sudah terlalu kuat dikaitkan dengan sosok Jokowi.

Salah satu cara untuk meningkatkan elektabilitasnya, sebut Qodari, Prabowo bisa saja mengubah persepsi masyarakat bahwa yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah pemimpin yang tegas.

"Keunggulan Jokowi mungkin akan diambil alih Prabowo apabila segmen tegas menjadi pemilih terbesar dalam satu bulan ini," ujarnya.

Menurut Qodari, hasil survei ini semakin menguatkan hasil survei-survei sebelumnya di mana posisi Jokowi-JK tetap yang teratas, lalu diikuti Prabowo-Hatta. Oleh karena itu, untuk mengejar ketertinggalan, Qodari menyarankan Prabowo untuk lebih menggarap basis massa mengambang.

"Dari angka ini, tampak bahwa pasangan Prabowo-Hatta masih harus bekerja ekstra-keras dalam masa kampanye. Artinya, dalam waktu satu bulan, Prabowo-Hatta harus bisa naik 15 persen agar dapat menang dalam pemilihan presiden 2014 ini," kata Qodari.

Survei Indo Barometer ini dilaksanakan di 33 provinsi dengan jumlah responden 1.200 orang pada 28 Mei-4 Juni 2014. Margin of error sebesar kurang lebih 3 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Responden dipilih dengan metode multistage random sampling untuk menghasilkan responden yang mewakili seluruh populasi publik dewasa Indonesia. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner.

Sumber: kompas.com